Sedikitnya 25 Buronan Ngumpet di Singapura

Ada yang dapat SP3 dari Kejaksaan Agung

Jumat, 03 Juni 2011, 07:50 WIB
Sedikitnya 25 Buronan Ngumpet di Singapura
RMOL. Singapura tampaknya menjadi surga bagi mereka yang sedang atau pernah diburu aparat hukum Indonesia. Namun, aparat hukum Indonesia belum menunjukkan taringnya untuk menyeret mereka ke Tanah Air.

Menurut Kepala Bagian Pe­ne­rangan Umum (Kabagpenum) Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar, orang bermasalah dengan hu­kum yang diburu Polri bersa­ma Kejaksaan Agung, KPK hing­ga Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM antara lain, bu­ronan kasus ekspor fiktif Edy Tan­sil, buronan kasus Bank Bali Joko Tjandra, buronan kasus du­gaan korupsi pengadaan Sistem Ko­munikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementrian Kehu­ta­nan Anggoro Widjojo. Kalaupun sudah bergerak ke negara lain, lanjut dia, para buronan tersebut sempat transit di Singapura.

Kemudian, dua buron kasus Bank Century, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Warraq, terpidana kasus BLBI Rp 1,5 triliun Bam­bang Soetrisno, Adrian Kiki Aria­wan, terpidana korupsi BPUI Sud­jiono Timan, dua terpidana 20 tahun kasus BLBI Bank Harapan Sentosa Eko Edi Putranto dan Sherny Kojongian, Maria Pauline Lumowa, tersangka pembobolan Bank BNI Rp 1,7 triliun, tersang­ka kasus Bank Global Rico Hen­drawan, Irawan Salim, Lisa Evi­janti Santoso, Amri Irawan, Bu­dianto, Hendra alias Hendra Lee, Chaerudin dan Hendra Liem alias Hendra Lim, tersangka kasus Ka­raha Bodas Company/KBC Ro­bert Dale Kutchen.

Nama buron kasus korupsi lain yang bersembunyi di Singapura adalah Nader Taher, Agus Anwar dan Marimutu Sinivasan. Ke­mu­dian, tersangka kasus penipuan di Mabes Polri dan terlibat kasus BLBI Bank Tamara Lydia Moch­tar dan Sjamsul Nursalim yang per­karanya telah di-SP3 Keja­gung atas korupsi BLBI BDNI.

“Mereka ada yang sudah kem­bali menyelesaikan perkaranya. Ada juga yang terus melanjutkan pelariannya ke negara lain,” ka­tanya. Boy menambahkan, input data mengenai posisi terakhir orang-orang yang diburu tersebut senantiasa dipantau Polri melalui koordinasi dengan Interpol.

Hal senada dikemukakan Ke­pa­la Pusat Penerangan Hukum (Ka­­puspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rochmad. Dia me­nya­takan, kewajiban Kejaksaan Agung mengeksekusi sejumlah nama ter­pidana yang buron ke luar ne­geri sampai kini terus di­upayakan.

Dia mengaku, kendala utama untuk memulangkan para ter­sang­ka hingga terpidana itu ialah belum adanya perjanjian ekstra­disi antar negara tempat buronan ter­sebut bersembunyi dengan In­do­nesia. “Ini seringkali menjadi kendala kita dalam mengeksekusi para terpidana,” alasan dia.

Menurut Kapuspenkum, selain nama-nama beken tersebut, ter­da­pat juga deretan nama pelaku ke­jahatan lain yang kurang ngetop.

Noor tidak menampik dugaan, banyak buronan yang melan­jut­kan pelarian dari Singapura ke ne­gara lain seperti Hongkong, Australia, India, Inggris, Amerika maupun China. “Ada celah yang dimanfaatkan mereka untuk terus menghindari hukum di Indo­nesia,” ujarnya.

Belakangan, tersangka kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI), yakni Nunun Nurbaeti pun di­identifikasi berada di Thailand se­telah sempat berada di Si­nga­pura. Demikian halnya Gayus Tam­bu­nan yang sempat ngacir ke Singa­pura. “Untuk mengatasi feno­me­na ini, kami terus ber­koordinasi dengan jajaran lain­nya,” kata Noor.

Komisi Pemberantasan Korup­si pun mengharapkan, kebuntuan un­tuk membawa pulang para bu­ronan tersebut diatasi bersama-sama dan berkesinambungan. Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, upaya merealiasasi perjanjian eks­tradisi dengan negara lain menjadi pekerjaan rumah yang mesti segera diselesaikan.

Apalagi, jumlah buronan apa­rat Indonesia tak bisa dibilang se­dikit. Sedikit­nya, yang ngumpet di Singapura ada 25 buronan.

Takut Berarti Ada Masalah
Jusuf Kalla, Bekas Wakil Presiden

Bekas Wakil Presiden Jusuf Kalla turut angkat bicara me­nge­nai sejumlah orang yang ter­sangkut masalah hukum dan me­milih Singapura sebagai tempat mereka menghindari pro­ses hukum.

Kalla mengakui, Singapura merupakan salah satu tempat pelarian paling aman bagi War­ga Negara Indonesia untuk ber­sembunyi. Apalagi, lanjutnya, Singapura tidak memiliki per­janjian ekstradisi dengan Indo­nesia. “Singapura itu paling aman, tidak ada perjanjian eks­tradisi dan dekat dengan In­do­nesia serta mudah komu­ni­ka­sinya,” katanya seusai mempe­ringati Hari Pancasila di Ge­dung MPR, Jakarta.

Karena itu, Kalla merasa tidak heran jika sejumlah orang yang bermasalah dalam hukum, khususnya perkara korupsi lari ke negeri Singa itu. “Semua yang ke sana, yang takut. Kalau takut berarti ada masalah kan,” tegasnya.

Kalla kemudian menuturkan bahwa ketika dirinya menjabat Wakil Presiden, telah ada per­janjian ektradiksi yang pernah dibicarakan dengan pemerintah negara pulau tersebut. Namun, finalisasi perjanjian tersebut gagal lantaran Pemerintah Si­ngapura mengaitkannya dengan perjanjian lainnya.

Kalla menambahkan, pada 2005 Perdana Menteri Singa­pura dan Presiden Susilo Bam­bang Yudhoyono tercatat per­nah menandatangani perjanjian ekstradiksi Indonesia-Singa­pura dan perjanjian kerjasama per­tahanan di Bali. Namun, DPR ke­mudian menolak me­ra­ti­fika­sinya, sebab klausul per­jan­jian pertahanan akan mewa­jib­kan Indonesia memberikan spot bagi Singapura untuk mendiri­kan markas militer di Indonesia.

Kabarnya, lanjut Kalla, bekas Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono pernah menye­but­kan bahwa bekas PM Singapura Lee Kuan Yew sebagai orang di balik kegagalan finalisasi kedua perjanjian tersebut.

“Lee Kuan Yew memang sempat berkun­jung ke Indone­sia dan menemui sejumlah pe­tinggi partai politik di Indonesia saat kedua per­janjian dibahas,” ucapnya.

Bukan Semata  Masalah Perjanjian dengan Singapura
Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi me­nilai, belum dipulangkannya para pengemplang duit negara bukanlah semata terhalang per­janjian ekstradisi dengan Sin­ga­pura. Tetapi, karena lemahnya aparat penegak hukum di In­donesia jika berhadapan dengan pihak asing.

“Seharusnya mereka yang disebutkan itu sudah dipenjara di Indonesia. Nah, ini bukti bah­wa aparat kita tak berkutik di luar kandang,” tandas Andi Rio.

Menurut Andi, perjanjian ekstradisi dengan suatu negara hanya sebagian kecil dari pe­nuntasan masalah itu. Sehingga, perjanjian ekstradisi bukanlah satu-satunya jalan keluar untuk memulangkan para pe­ngem­plang duit yang kabur ke negara lain, khususnya Singapura. “Yang penting itu benahi dulu aparat kita. Bagaimana mau kembali itu koruptor kalau men­tal aparat kita lemah,” tegasnya.

Lantaran itu, Andi meminta Polri, Kejaksaan Agung dan KPK meningkatkan kinerjanya untuk membawa pulang para tersangka hingga terpidana itu. Salah satu caranya ialah dengan berkoordinasi dengan aparat hukum negara lain itu. “Tapi ha­rus punya modal dulu. Jangan tiba-tiba kerjasama dengan me­reka, yang ada nanti kita di­kadalin,” ingatnya.

Politisi Golkar ini berharap, dari sekian banyak buronan yang kabur ke luar negeri itu, ada beberapa orang yang bisa dipulangkan ke Tanah Air. Se­hingga, katanya, Indonesia tak mengalami kerugian dua kali lipat. “Dua kali lipat dong, su­dah orangnya tidak ditangkap, uang negara juga tidak diba­likin,” ujarnya.

Kepada para buronan yang ka­bur ke Singapura, Andi me­minta mereka untuk pulang dan me­nunjukkan jati dirinya se­ba­gai seorang yang berani ber­tang­gung jawab.

“Mereka berani berbuat harus berani pula menerima risi­ko­nya. Itu baru namanya sikap ke­satria,” katanya.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA