2 Kali Dipanggil Jaksa, 3 Saksi Pilih Mangkir

Pembobolan Dana Rp 80 Miliar di Bank Mega

Sabtu, 28 Mei 2011, 07:46 WIB
2 Kali Dipanggil Jaksa, 3 Saksi Pilih Mangkir
RMOL. Lantaran tidak menggubris dua kali panggilan, tiga pejabat Pemerintah Kabupaten Batubara, Sumatera Utara akan dipanggil paksa Kejaksaan Agung terkait perkara  pembobolan uang Pemkab Batubara, sebesar Rp 80 miliar di Bank Mega Cabang Jababeka, Bekasi.

Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) akan memanggil paksa tiga saksi itu pada Selasa 31 Mei mendatang.

“Kami sudah me­lakukan pe­manggilan untuk ketiga kalinya kepada Plt Sek­re­taris Daerah, Kepala Bagian Hu­kum dan Ben­dahara Umum dari Kabupaten Batubara,” ujar Ke­pala Pusat Penerangan Hukum (Kapus­penkum) Kejaksaan Agung, Noor Rochmad di Ke­jagung, Jakarta, kemarin.

Menurut Rochmad, dalam dua kali pemanggilan sebelumnya, kedua pejabat daerah tersebut selalu mangkir. “Kalau tidak datang pada Selasa besok, akan segera dilakukan pemanggilan paksa,” tandasnya.

Rochmad menyatakan, penyi­dikan perkara ini masih fokus pada pemeriksaan saksi dari pi­hak Pemkab Batubara. Kepala Ca­bang Bank Mega Jababeka Be­kasi, Itman Harry Basuki, hingga kemarin juga belum ditetapkan sebagai tersangka, meski pe­nyi­dik sudah melihat indikasi keterlibatannya.

“Per­tim­ba­ngannya ada di penyidik, saya belum tahu,” ucap bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo ini.

Seperti diketahui, selain kasus ini, Itman juga terlibat dalam perkara pembobolan dana PT El­nusa sebesar Rp 111 miliar yang kini ditangani Polda Metro Jaya. Itman yang ditahan di Rutan Pol­da Metro Jaya, diduga berperan meloloskan proses pencairan dana deposito yang menyalahi prosedur serta melanggar prinsip kehati-hatian.

Untuk kasus pembobolan dana Pemkab Batubara, Kejagung telah menetapkan dua tersangka, yakni Yos Rouke dan Fadil Kur­niawan. Kepala Dinas Pen­da­patan dan Pengelolaan Keuangan Aset, serta Bendahara Umum Daerah itu, pada 15 September 2010 hingga 11 April 2011 me­nyimpan dana dalam bentuk de­posito senilai Rp 80 miliar di Bank Mega Jababeka.

Atas penempatan dana ter­se­but, kedua tersangka disangka me­nerima keuntungan dengan me­nerima cash back sebesar Rp 405 juta. Keduanya telah dita­han ke­jaksaan sejak 7 Mei lalu. Ke­dua tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Un­dang Ti­pikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kasus pem­bobolan dana Pemkab Batubara dan Elnusa dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang. Hasil ini merupakan pe­meriksaan PPATK terhadap tran­saksi kedua perkara tersebut.

Wakil Ketua PPATK Gunadi mengatakan, dalam penelusuran PPATK, aliran pembobolan dana Elnusa mengarah ke perorangan dan diinvestasikan di deposito. Sementara pembobolan dana Pem­kab Batubara mengarah ke rekening perseorangan, dengan ciri-ciri berusia muda dan berlo­kasi di Sumatara Utara.

Berdasarkan penelusuran PPATK sejak April 2011, dalam kasus Elnusa terdapat 33 laporan transaksi keuangan mencu­rigakan (LTKM) dan 69 laporan transaksi keuangan tunai (LTKT). Untuk Dana Pemkab Batubara, ter­dapat 18 LTKM dan 34 LTKT. “kami sudah analisis dan kami kirim laporannya kepada pe­nyidik Polda Metro dan Ke­jak­saan Agung,” ujarnya.

Gunadi mengungkapkan, da­lam kasus dana Pemkab Batu­bara, PPATK telah membekukan 10 rekening yang dicurigai me­nerima dana pembobolan itu. “Pe­mberhentian transaksi ini dapat menjadi asset recovery,” tandasnya.

Pasca terjadinya pembobolan ganda itu, Bank Mega  men­da­pat­kan sanksi dari Bank In­do­ne­sia (BI) pada Selasa 24 Mei 2011. Dalam sanksi itu, Bank Mega ha­rus membentuk escrow ac­count senilai Rp 191 miliar.

Artinya, BI mewajibkan Bank Mega mengembalikan dana PT Elnusa sebesar Rp 111 miliar dan dana Pemkab Batubara senilai Rp 80 miliar yang tersimpan di kan­tor cabang Bank Mega Ja­babeka. “bank itu harus ber­tang­gung ja­wab untuk dana nasabah yang di­kelola, kalau hilang harus di­ganti,” kata Kepala Biro Humas Bank Indonesia, Difi Johansyah.

Pihak Bank Mega terkesan pasrah menerima sanksi yang diberikan oleh BI. “Sanksi yang diberkan memang kewenangan dari pusat,” kata Corporate Sec­retary Bank Mega, Gatot Aris­munandar.

Dia juga tidak mempersoalkan te­muan PPATK. “Itu kewenangan PPATK mengeluarkan statement. Kami akan terus bekerja sama mencegah pencucian uang,” katanya.

Nasabah Mesti Teliti Keluar  Masuk Uang
Ichsanuddin Noorsy, Pengamat Ekonomi

Pengamat ekonomi dari Aso­siasi Ekonomi Politik In­donesia (AEPI) Ichsanuddin Noorsy mengingatkan, kasus pembobolan dana Elnusa dan Pe­merintah Kabupaten Batu­bara, Sumatera Utara hendak­nya menjadi pelajaran bagi para nasabah. Nasabah harus teliti memperhatikan keluar masuk uangnya.

“Nasabah juga mesti berhati-hati memilih bank. Sedangkan lembaga penegak hukum harus bisa mengusut tuntas praktik pembobolan bank. Pemerintah saya harapkan juga mendorong penumpasan kejahatan per­bankan,” katanya, kemarin.

Menurut Ichsan, ada tiga poin penting yang bisa dilakukan untuk meminimalisir terjadinya praktik pembobolan dana nasa­bah suatu lembaga perbankan.

Per­tama, para bankir harus memperbaiki modal sosialnya. Artinya, para bankir harus meng­hilangkan sikap egois dan serakah. “Para bankir kita ini kebanyakan tak peduli dengan nasib duit nasabah yang telah dibobol. Hasilnya, rasa percaya masyarakat menurun,” tuturnya.

Kedua, menurut Ichsan, Bank Indonesia sebagai pu­sat­nya bank harus mengawasi de­ngan ketat lembaga perbankan yang duit nasabahnya telah dibobol. “Nah, saya lihat BI belum begitu ketat memberikan pengawasan kepada lembaga perbankan di Tanah Air,” ucapnya.

Ketiga, Ichsan meminta ma­syarakat tahu diri dengan me­mi­lih bank yang tidak men­jadikan karyawannya sebagai sapi perah. Artinya, lembaga perbankan itu menanamkan nilai etika dengan menghormati para karyawan yang bekerja.

Misalnya ada bank asing yang mempunyai 6000 karya­wan, tapi hanya 1600 yang pe­gawai tetap. Sisanya outsor­cing. “Di samping itu, sele­bihnya dikuasai pihak asing,” ujarnya.

Ingatkan Kejaksaan Supaya Tuntaskan Kasus Ini
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar mengingatkan Kejaksaan Agung agar me­nun­jukkan kinerja yang bagus di mata masyarakat, termasuk da­lam hal mengusut tuntas kasus kejahatan perbankan. Sehingga, ke­percayaan masyarakat ke­pada lembaga perbankan men­jadi baik kembali.

“Menurut saya, ada pengaruh antara lambannya kinerja pe­negak hukum dalam mem­pro­ses kejahatan perbankan dengan rasa kepercayaan masyarakat ter­hadap bank,” tandas anggota Fraksi Partai Demokrat ini.

Lantaran itu, Dasrul meng­har­gai langkah Kejaksaan Agung yang akan memanggil pak­sa tiga pejabat Pemerintah Kabupaten Batubara, Sumatera Utara terkait kasus pembobolan dana Rp 80 miliar di Bank Mega. “Kalau suatu lembaga pe­negak hukum telah dua kali memangil tapi tak dijawab, maka panggil paksa,” tandasnya.

Selain melakukan pemang­gi­lan paksa, Dasrul berharap ke­tiga pejabat daerah tersebut di­tahan dibalik jeruji besi. Soal­nya, menurut dia, tak digub­ris­nya dua kali panggilan Ke­ja­gung menandakan bahwa ketiga pe­jabat daerah itu berani mem­permainkan aturan. “Jem­put ke­tiga orang itu, ke­mudian tahan mereka,” tegas ang­gota Komisi Hukum DPR ini.

Dasrul pun meminta Ke­jak­saan Agung menelisik, apakah ada pihak internal Bank Mega, selain Kepala Cabang Jaba­beka Itman Harry Basuki yang ter­libat kasus ini. Lantaran itu, dia menyarankan Korps Adhyaksa menggali ketera­ngan pihak in­ternal Bank Mega lebih men­dalam.

Selanjutnya, Dasrul meng­har­gai langkah Bank Indonesia yang memberikan sanksi tegas kepada Bank Mega, berupa pe­ngembalian uang senilai Rp 191 miliar kepada para nasabah. Yakni, Rp 111 miliar untuk Bank Mega dan Rp 80 miliar un­tuk Pem­kab Batubara. Meski be­gitu, dia tetap menilai kasus itu terjadi antara lain karena le­mah­nya pengawasan BI.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA