Bekas Ketua MPR Amien Rais mengatakan, ada tiga penyebab belum tercapainya tujuan reformasi.
Pertama, penegakan hukum tidak berjalan.
Kedua, skala korupsi maÂsih tinggi dan cenderung semakin liar karena desentralisasi sering digunakan untuk melakuÂkan praktek-praktek korupsi.
Ketiga, ada penurunan rasa keÂbangsaan, persatuan, kekeÂluarÂgaan, dan percaya diri sebagai bangsa Indonesia dari masyaÂrakatnya.
“Hal-hal yang sudah kita petik dari buah reformasi itu sangat banyak. Misalnya amanÂdeman Undang-Undang Dasar 1945, penerapan otonomi daerah, mengÂÂhapus dwi fungsi ABRI, munculnya banyak partai politik, dan suasana kehidupan berbangsa dan bernegara lebih cair dan tidak mencekam,†ungkapnya di sela-sela diskusi bertajuk “Refleksi 13 Tahun Reformasi: Mewujudkan Cita-Cita yang Tertunda†di Jakarta, pekan lalu.
Menurut bekas Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, tidak terlaksananya beberapa agenda reformasi membuat kelompok
middle class menjadi resah. Tapi kebanyakan rakyat belum ada gejolak. Kelompok mahasiswa pun cenderung tenang saja.
Makanya, kata bekas Ketua Umum PAN tersebut, sulit meÂwujudkan reformasi jilid II. Sebab, psikologi bangsa IndoÂneÂsia saat ini berbeda dengan reforÂmasi 13 tahun lalu.
Berikut kutipan selengkapnya: Apa yang perlu dilakukan untuk terlaksananya semua agenda reformasi itu?Dalam reformasi, kita cukup melakukan tiga hal saja.
Pertama, menghabisi korupsi, ini harus benar-benar dilakukan oleh apaÂrat penegak hukum seperti KPK, kejaksaan dan kepolisian. Jangan ada sandiwara dalam proses pemÂberantasan korupsi tersebut.
Kedua, presiden harus memimpin dan memberikan contoh kepada rakyatnya untuk bergerak maju menyaingi bangsa lain.
Ketiga, harus ada rekonstruksi mental untuk memperbaiki menÂtal bangsa kita yang sudah dijangÂkiti bahaya korupsi di mana-mana. Ini merusak mental bangsa kita, mulai dari puncak piramid kekuasaan hingga ke bawah.
Bagaimana dengan koÂmitÂmen presiden dalam memÂbeÂranÂtas korupsi?Hal itu yang masih menjadi persoalan, komitmen presiden beÂlum dibuktikan dalam upaya pemberantasan korupsi. Ini diÂkarenakan presiden sebagai peÂmimpin bangsa belum memimÂpin secara langsung upaya terseÂbut, sehingga agenda pemberanÂtasan korupsi masih terseok-seok.
Anda yakin KPK bisa meÂnunÂtaskan masaÂlah korupsi?KPK itu sebenarnya punya taring yang kuat. Tapi kenapa seolah-olah taringnya itu sekaÂrang terbuat dari karet, lemah untuk memberantas korupsi. Misalnya kasus Nunun Nurbaeti, KPK seÂbagai lembaga superbody tidak mampu memanggil seorang Nunun. Saya rasa ini aneh saja.
SurÂvei Indobarometer meÂnyebut rakyat rindu Orba...Saya kira dalam menanggapi hal tersebut, tidak perlu berleÂbihan seperti orang kebakaran jenggot. Yang penting dilakukan memperbaiki kinerja pemeÂrintah SBY yang sisa 3,5 tahun ini, seÂÂhingga bisa lebih baik.
Saya sebagai sahabat beliau tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengharapkan ketegasan SBY dalam menghadapi masalah yang mendera bangsa ini.
Kan jarang presiden dipilih oleh 65 persen suara. Itu artinya rakyat di belaÂkangnya, sehingga beliau tidak usah berpikir macam-macam dan terus saja jalan ke depan untuk menyelesaikan agenda yang belum terwujud.
Apa dengan survei itu menanÂdakan rakyat Indonesia belum siap berdemokrasi?Begini ya, rakyat Indonesia itu selalu melihat ke atas. Apa yang dilakukan di atas maka akan diÂikuti akyat. Rakyat kita ini masih cenderung feodal, masih mengaÂnut prinsip “guru kencing berdiri, murid kencing berlariâ€. Artinya, kalau elit belum bisa berÂdemoÂkrasi maka jangan paksakan rakyat untuk berdemokrasi.
Bagaimana menurut Anda MPR sekarang?Pada masa saya memimpin MPR, lembaga itu pamornya masih tinggi karena waktu itu tuÂgasnya benar-benar riil. MisalÂnya, dulu ada Badan Pekerja yang tiap tahun merundingkan dan mencermati plus-minus tiap pasal kemudian dirundingkan akan diperbaiki atau tidak. Tapi kan saat ini badan pekerja itu sudah tidak ada lagi di MPR.
Apa yang perlu dilakukan MPR?Wewenang MPR yang paling tinggi itu adalah memilih presiÂden, tetapi wewenang itu sekaÂrang sudah dicopot, sehingga MPR hanya melakukan sosialiÂsasi Undang-Undang Dasar 1945. Sosialisasi tersebut harus benar-benar masif untuk dilakukan, sehingga masyarakat tahu dan sadar terhadap Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.
Lalu, apabila akan dilakukan amandemen, saya menghaÂrapÂkan untuk dipikir secara cermat dan matang. Artinya, amandeÂmen itu haÂrus bersifat fundaÂmenÂtal. Jangan sampai keliru. Sebab, maÂsih banyak agenda reformasi yang belum dilaksaÂnakan.
[RM]
BERITA TERKAIT: