4 Jam di Ruang Isolasi Jaksa DSW Diinterogasi

Kasus Pemerasan Kepala Unit BRI Ciputat

Kamis, 31 Maret 2011, 08:50 WIB
4 Jam di Ruang Isolasi Jaksa DSW Diinterogasi
Dwi Seno Wijanarko
RMOL. Apa kabar jaksa Dwi Seno Wijanarko (DSW) yang ditangkap tim penyelidik KPK karena diduga memeras pejabat BRI Juanda, Ciputat, Tangerang Selatan?

Petugas Lembaga Pemasya­ra­ka­tan (LP) Cipinang meng­in­for­masikan, sejauh ini Seno masih ditahan di ruang isolasi. Di ruang itu pula, ceritanya, DSW dimintai keterangan oleh empat petugas Kejaksaan Agung pada Rabu (23/3) lalu. “Dia dimintai keterangan sekitar empat jam. Saya tidak tahu apa materi yang dikorek dari yang bersangkutan,” kata petugas LP Cipinang yang enggan disebut namanya itu.

Namun, jaksa Palty Si­man­djun­tak selaku Ketua Tim Ins­pektorat pada pemeriksaan Seno bung­kam ketika diminta men­ceritakan suasana dan materi interogasi tersebut. Menurutnya, materi pemeriksaan masih se­batas pada dugaan pelanggaran administrasi.

Sekadar mengingatkan, selain diperiksa tim penyidik KPK, Seno juga diinterogasi tim inter­nal Kejaksaan Agung. Peme­rik­saan internal itu untuk menggali dugaan pelanggaran disiplin in­ternal kejaksaan yang dila­ku­kan Seno dan para atasannya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tim Kejagung, tak ditemukan lalu. Pemeriksaan ini dipimpin Inspektur Pidana Umum pada Jam­was, Palty Simanjuntak.

Menurutnya, tim itu juga telah me­meriksa para atasan Seno, yakn­i Kasi Intelijen, Kasi Pidum, dan Kasubsi Penuntutan Kejari Tangerang, serta Kepala Kejak­saan Negeri Tangerang. Namun,  Marwan mengaku, tidak ditemu­kan indikasi pelanggaran di­siplin berupa kelalaian penga­w­asan melekat (waskat) dalam pemerik­saan tersebut. Guna me­nelusuri perkara ini lebih dalam,  Keja­gung pun memeriksa lang­sung Seno setelah mengantongi izin KPK.

“Pengawasan oleh atasan langsungnya dua tingkat secara berjenjang di atas jaksa DSW sudah dilaksanakan sesuai pro­sedur. Adapun DSW melakukan perbuatan tersebut lebih-lebih di luar kantor, malam hari lagi, dan itu adalah urusan tan­ggung ja­wab­nya sendiri,” ucap Marwan.

Kepala Pusat Penerangan Hu­kum Kejagung, Nur Rochmad menambahkan, tim Kejagung belum memeriksa saksi Ferry, Kepala Unit BRI Cabang Juanda yang diduga memberikan amplop cokelat kepada DSW. “Karena Feri dipanggil tidak datang. Rasanya Jamwas akan me­ngam­bil kesimpulan,” ucapnya.

Menurutnya, setelah kesim­pulan terhadap pelanggaran etik jaksa DSW selesai, maka akan diserahkan langsung kepada Jaksa Agung Basrief Arief. “Feri telah diundang, dicari belum ketemu, tentu tahapan yang akan diambil adalah menyimpulkan, tunggu tim membuat kesimpulan, lalu diserahkan ke Jaksa Agung,” ujarnya.

Ketika ditanya, mengapa Ferry yang diduga memberikan uang kepada Seno tidak dipanggil paksa, Nur Rochmad menjawab bahwa apa yang ditempuh Kejak­saan Agung dalam kasus ini ini bukanlah tahap pro yustisi, se­hingga tim internal tidak me­la­kukan pemanggilan paksa.

Dia me­nambahkan, apa yang dilak­u­kan Kejaksaan Agung berbeda de­ngan yang dilakukan KPK pada kasus ini. “Tentu yang diha­rapkan kejaksaan adalah kesadaran yang bersangkutan un­tuk hadir,” katanya.

Minta Kejagung Teliti Bos DSW Lagi
Benjamin Mangkoedilaga, Bekas Hakim Agung

Tertangkapnya jaksa Dwi Seno Wijanarko (DSW) oleh tim penyelidik KPK, me­nu­rut bekas hakim agung Ben­jamin Mangkoedilaga, menjadi tamparan keras yang kesekian kali bagi kejaksaan. Tertang­kap­nya DSW menam­bah cata­tan buruk tentang lem­baga yang kini dipimpin Basrief Arief itu.

“Sebisa mungkin kejaksaan harus memperbaiki namanya sebagai lembaga yang bersih dari tindakan pidana model apapun,” katanya, kemarin.

Hal itu, lanjut Benjamin, tak hanya berlaku bagi kejaksaan, tapi juga Mahkamah Agung, tempat ia pernah bekerja. “Soal­nya, keberadaan jaksa nakal dan hakim nakal saat ini bisa dikatakan seimbang. Makanya, jangan hanya kejaksaan yang berbenah diri, MA pun harus berbenah diri,” tandasnya.

Selain itu, Benjamin ber­ha­rap, Korps Adhyaksa meme­riksa lagi dengan teliti dugaan keterlibatan atasan DSW pada kasus tersebut. “Tapi jika ata­san­nya memang terbukti tidak terlibat, maka pecat saja DSW itu, sebab ini akan memberikan efek jera dan pelajaran bagi jaksa lainnya,” saran dia.

Dia menambahkan, KPK dan Kejaksaan Agung perlu terus berkoordinasi untuk menelusuri keterlibatan atasan DSW pada perkara tersebut. “Memang tu­gasnya harus saling berkoor­dinasi, tidak boleh egois ingin menang sendiri,” katanya.

Benjamin menambahkan, wacana mengenai Seno dijebak KPK pun perlu ditelusuri kebe­narannya. Sehingga, katanya, komentar itu tidak hanya mun­cul dari mulut Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy. “Yang curiga DSW dijebak KPK itu kan Jamwas. Kalau seperti ini tidak valid namanya, karena yang ber­ko­mentar itu dari internal kejak­saan,” ujarnya.

Sarankan Kejaksaan Bersikap Tegas
Didi Irawadi Syamsuddin, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsuddin me­nilai, sistem pengawasan yang diterapkan Kejaksaan Agung masih lemah. Sehingga, ia me­minta Korps Adhyaksa mem­perketat fungsi pengawasan tersebut.

“Fungsi pengawasan sangat­lah penting. Soalnya, dengan pe­ngawasan itulah setiap ben­tuk pelanggaran akan dimi­nimalisir. Seiring itu, kejaksaan harus berani memberikan sanksi tegas kepada jaksa yang terbukti melakukan pelang­garan,” kata anggota Fraksi Par­tai Demokrat DPR ini.

Menurut Didi, apabila kon­disi pengawasan yang lemah ini terus dibiarkan, maka akan men­jadi preseden buruk bagi proses penegakan hukum di In­donesia. “Dampaknya akan memperlemah usaha meng­hentikan segala macam bentuk kejahatan, yang ujungnya bakal meruntuhkan sistem kene­ga­raan dan demokrasi kita saat ini,” ucapnya.

Didi pun memberi masukan kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy agar memberlakukan mana­je­men birokrasi modern. Yaitu, memaksimalkan fungsi kontrol di setiap instansi kejaksaan. Sehingga kinerja dan perilaku jaksa terkawal dengan rapih. “Itulah yang saya harapkan untuk instansi kejaksaan ini,” ujarnya.

Selain itu, katanya, dibutuh­kan revitalisasi fungsi penga­wasan yang mampu menun­juk­kan adanya sistem pengawasan untuk mencegah berbagai macam bentuk penyimpangan, dan menindak yang melakukan pelanggaran itu.

“Kalau ini diterapkan engan baik, kecil kemungkinan ada lagi yang namanya jaksa model Urip, Cirus atau DSW,” tan­dasnya.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA