WAWANCARA

Letjen (Purn) Kiki Syah­nakri: Ini Musim Adu Domba Perlu Lebih Waspada

Kamis, 31 Maret 2011, 07:46 WIB
Letjen (Purn)  Kiki Syah­nakri: Ini Musim Adu Domba Perlu Lebih Waspada
Letjen (Purn) Kiki Syah­nakri
RMOL. Ada beberapa jenderal TNI purnawirawan yang tidak puas dengan pemerintah SBY. Tapi tidak ada niat untuk melakukan penggulingan.

“Kudeta bukan jalan keluar yang terbaik untuk memperbaiki kondisi yang ada. Kami tidak ada pikiran ke arah penggulingan,’’ ujar Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI AD, Letjen (Purn)  Kiki Syah­nakri, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

“Yang diinginkan para purna­wirawan adalah menumbuhkem­bangkan kembali nilai-nilai ke-In­donesia-an, seperti keke­luarga­an, go­tong royong, musyawarah mu­fakat, toleransi dan bhineka tunggal ika,” tambah Wakil KSAD itu.

Meminjam istilah Buya Syafii Maarif, Kiki menilai bahwa cara pandang elit politik Indonesia saat ini hanya sebatas pekarangan rumah. Artinya, hanya memen­tingkan kelompok dan pribadi, bu­­­kan untuk kepentingan nasional.

Sebelumnya diberitakan, Kiki Syahnakri merupakan salah satu purnawirawan yang ikut berkum­pul di kantor Luhut Panjaitan, di Wisma Bakrie 2, Jakarta. Selain itu, Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Letjen (Purn) Johny J Lu­mintang, Letjen (Purn) Agus Widjojo, dan Jenderal (Purn) AM Hendropriyono.

“Pertemuan itu hanya ngobrol biasa. Lebih banyak membicara­kan masalah bisnis,’’ katanya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Berapa kali Anda ikut dalam per­temuan itu?
Saya pernah dua kali diundang ke kantornya Pak Luhut Panjaitan di Wisma Bakrie 2, Jakarta untuk makan siang. Tapi pertemuan untuk keduakalinya, di situ ada Pak Mahfud MD. Setelah itu saya tidak pernah lagi ke sana.

Dua pertemuan itu memba­has apa?
Pertemuan pertama, waktu itu parpol-parpol kecil seperti PNBK yang kalah Pemilu 2009, mau melakukan fusi dengan beberapa parpol kecil. Ada suara minta saya ikut di sana, itu disampaikan lewat Pak Luhut. Jadi beliau menyampaikan itu kepada saya. Saat itu saya sampaikan bahwa saya tidak bisa di parpol karena sudah menjadi pengurus di PPAD dan Yayasan Jati Diri Bangsa.

Lalu pertemuan kedua?
Saat itu Pak Luhut Panjaitan ingin menyerahkan bukunya Pak Sintong Panjaitan. Jadi waktu itu saya tidak kebagian, dan ternyata masih ada persediaan. Lalu ada kesempatan saya ke sana (Wisma Bakrie 2) untuk mengambilnya.

Kenapa mesti di kantor Lu­hut Panjaitan tempat perte­muan­nya?
Wajar saja dilakukan sejumlah purnawirawan melakukan perte­muan di Wisma Bakrie 2 itu.  Se­bab, Pak Luhut punya peru­sahaan dan beberapa jenderal be­kerja di situ. Setiap hari ber­temu sambil makan siang. Nama­nya makan siang, ngobrol politik ti­dak ma­salah. Jadi tidak ada yang isti­mewa dalam pertemuan itu.

Tidak ada arahan untuk meng­efektifkan pertemuan itu dengan mendirikan partai poli­tik?
Kalau sampai membuat partai, saya kira tidak. Tapi kalau per­temuan itu membicarakan politik bisa saja. Tapi saya kira sebagian besar yang kita bicarakan adalah masalah bisnis, karena kantor Pak Luhut adalah kawasan bisnis.

Tapi dikabarkan ada keingi­nan melakukan kudeta, apakah ada pembicaraan ke situ?
Kalau itu tidak mungkin. Ini harus diwaspadai ya. Sebab, saat ini musim adu domba, musim saling gembosi. Kalau istilah kita, pe­lajaran di AKMIL sampai SES­KO, tidak ada pelajaran ku­deta. Jadi kabar itu adalah omong ko­song dan bohong.

Apakah para purnawirawan jenderal masih mendukung SBY?
Ada yang masih mendukung, ada yang kecewa, dan ada juga yang sudah tidak mendukung lagi. Tapi tidak mungkin keke­cewaan itu dilakukan dengan cara kudeta, paling hanya bicara wa­cana saja.

Ketidakpuasan dalam hal apa?
Kalau suara di kalangan purna­wirawan ada banyak hal, seperti ketidaktegasan SBY dan kede­katan dengan kelompok liberalis. Sistem Ekonomi kita terlalu libe­ralistik dan sepenuhnya penganut pasar bebas, serta sudah terlalu jauh meninggalkan Pancasila.

Itu menandakan nilai-nilai ke-Indonesia-an kita sudah me­mudar?
Benar. Jadi semangat kekeluar­gaan, semangat gotong royong, dan musyawarah mufakat itu semua sudah dibuang. Penilaian itu yang selama ini disesalkan oleh para purnawirawan. SBY selaku tentara dan sapta margais, tidak bisa merubah ini.

Maksudnya?
Semangat itu harus dipelihara. Sebab, kalau tidak dipelihara akan menyebabkan tingkat anar­kisme yang tinggi dan mudah bentrok. Itu yang terjadi sekarang ini.

Bagaimana dengan Dewan Re­volusi Islam, apakah ada in­di­kasi melakukan kudeta?
Itu dampak dari tidak terpeli­haranya nilai-nilai ke-Indonesia-an. Jelas itu sangat bertentangan dengan semangat kita. Ini negara bangsa, bukan negara agama. Kami purnawirawan tidak punya tujuan seperti itu.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA