PerkemÂbaÂngan perkara daÂlam pelunasan utang BLBI oleh beÂkas bos BDNI Sjamsul NurÂsalim dinilai KeÂjaÂgung, macet.
Akibatnya, pemeÂrinÂtah pun berencana melaÂyangÂkan gugatan perdata atas wanÂprestasi tersebut. KeÂterangan meÂngenai hal ini, diÂsampaikan Jaksa Agung Muda PerÂdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) KejaÂgung, Kamal Sofyan.
“Kementerian Keuangan akan segera menyampaikan SKK (SuÂrat Kuasa Khusus) ke kita sebagai Jaksa Pengacara Negara atau JPN,†katanya pada
Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Dibeberkan Kamal, pengajuan guÂgatan perdata terhadap SyamÂsul dilakukan terkait tunggakan peÂlunasan utang dalam kasus duÂgaan korupsi BLBI di BDNI. “Hal ini sudah direncanakan seÂjak tiga tahun lalu, namun terÂkenÂdala pada SKK Menteri KeÂuaÂngan yang tak kunjung diÂseÂrahÂkan pada Kejagung selaku JPN,†ujarnya.
Kamal menuturkan, sebeÂlumÂnya Kejagung maupun KemenÂkeu telah bertemu guna mengÂkoorÂdinasikan hal ini. Dalam perÂtemuan dikemukakan bahwa SKK akan segera diberikan keÂpada Kejagung. “Kita sudah bertemu dengan pihak Kemenkeu dan dijanjikan dalam waktu dekat SKK akan diserahkan ke kita,†tuturnya.
Lanjut Kamal, rencana pemeÂrintah menggugat Sjamsul sudah beredar sekitar tiga tahun lalu. Kala itu, setelah melakukan peÂnyeÂlidikan mendalam, tim peÂnyeÂlidik BLBI dalam kasus BDNI yang diketuai bekas jaksa Urip Tri Gunawan menyimpulkan adaÂnya wanprestasi.
Salah satu dasar atas argumen adanya wanprestasi dipicu aset-aset BDNI yang diserahkan ke BaÂdan Penyehatan Perbankan NaÂsional (BPPN) untuk pelunaÂsan utang BDNI diduga tak sesuai dengan nilai buku asli.
“Rencana gugatan ini sebeÂlumÂnya tak pernah terlaksana karena Kemenkeu selalu memberi keteÂrangan akan meneliti sendiri duÂgaan wanprestasi tadi,†terÂangÂnya. Atas asumsi ini, ungkap KaÂmal, jajaran Kejagung berupaya meminta Kemenkeu untuk memÂpercepat pengeluaran SKK guna memperkarakan kasus ini secara perdata. “Kita nggak bisa bergeÂrak kalau nggak ada SKK.â€
Hal senada juga disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Nur Rochmad. Setali tiga uang deÂngan Kamal, dirinya juga meÂnamÂpik kabar lambannya penaÂngaÂnan perkara BLBI didasari tidak adanya ketegasan sikap dari jajarannya.
“Sampai sekarang suratnya belum masuk, padahal kita sudah memohon pada KeÂmenÂkeu untuk segera mengirim surat itu ke Kejaksaan,†timpalnya.
Diibaratkan Nur, SKK Menkeu diperlukan Kejagung untuk kepentingan menggugat secara perdata para obligor BLBI yang dinilai wanprestasi. Pengganti Babul Khoir Harahap ini meÂnÂeÂrangkan, upaya menarik kembali aset negara dari tangan obligor BLBI merupakan kewenangan penuh dari Kemenkeu. Kejaksaan tidak mungkin melakukan gugatan untuk merampas aset para obligor jika belum ada mandat dari Menkeu.
Sementara pihak Kemenkeu hingga kemarin belum memberi respon optimal seputar rencana Kejagung mengajukan gugatan perdata terhadap para pihak yang dinilai mengemplang dana BLBI. Ketika dihubungi, Kepala Biro Hukum Kemenkeu Indra Surya mengaku akan mengecek rencana penerbitan SKK tersebut.
“Nanti saya cek lebih dulu. Sebaiknya kita tunggu saja,†sergahnya, kemarin.
Yang pasti rencana Kejagung mengugat perdata pihak Sjamsul ditanggapi dingin oleh kubu taiÂpan yang satu ini. Kuasa hukum Sjamsul, Maqdir Ismail pun meÂnegaskan, pihaknya siap mengÂhadapi gugatan sepanjang meÂmeÂnuhi kriteria atau aturan hukum yang ada.
“Pertama sebelum KeÂjagung menggugat, apa sudah mendapat surat kuasa dari Menkeu. Karena yang berwenang menggugat adalah Menkeu,†tuturnya.
Disampaikan, masalah BLBI yang melibatkan kliennya sebeÂnarnya sudah selesai sejak 2006. PeÂrÂsoalan ini selesai setelah BaÂdan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan audit yang meÂnyaÂtakan tidak ada kerugian negara dalam perkara ini.
“Apalagi pemerintah sebeÂlumÂnya juga telah menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) sebagai bukti kalau semuanya sudah lunas dan tidak ada masalah,†ucapnya.
Untuk itu Maqdir berharap peÂmerintah tidak kembali memÂpersoalkan masalah ini. Dia memÂberi keyakinan, kalau perÂsoalan ini terus dipersoalkan nanÂtinya justru akan menimbulkan polemic yang tidak akan pernah selesai. Menurutnya, awal mula muncul nilai kerugian negara seÂnilai Rp 4,7 triliun dalam kasus BLBI yang meÂnyeret kliennya terjadi saat penyelidikan perkara dipimpin JakÂsa Urip Tri GunaÂwan. “Yang saya tanyakan, apaÂkah jaksa peÂneÂliti dalam kasus ini sudah menÂjadi akuntan sehingga bisa mengÂhitung sendiri kerugian negara pada kasus ini,†ungkapnya.
Bukan Uang KecilAchmad Basarah, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Achmad Basarah menyesalkan sikap Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang lambat meÂngeluarkan Surat Kuasa Khusus (SKK) guna menunÂtaskan perÂkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menÂjerat nama Sjamsul Nursalim. Soalnya, SKK menjadi hal prinÂsipil dalam menyita asset SjamÂsul senilai Rp 4,7 Triliun.
“Saya menyesalkan sikap Kemenkeu. Ini perkara hukum yang telah menelan uang negara sangat banyak. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya Kemenkeu selaku pihak yang mewakili pemerintah mengeluarkan SKK dengan segera,†katanya.
Menurut Basarah, belum keÂluarnya SKK untuk mengusut perkara Sjamsul lebih dikaÂrenaÂkan ego struktural petinggi KeÂjaksaan dengan petinggi KeÂmenÂkeu. Karena itu, Basarah berÂharap Presiden turun langÂsung meminta Kemenkeu mengeluarkan SKK tersebut.
“Sebagai pemimpin negara ini sudah sewajarnya turun langsung meminta Kemenkeu mengeluarkan SKK,†imÂbuhÂnya. Basarah berharap dengan turunnya Presiden memantau perkembangan penangan kasus BLBI akan mengurangi
missed koordinasi antara Kejagung dengan Kemenkeu.
“Ini yang sama-sama kita harapkan. Bayangkan saja uang Rp 4,7 triliun itu bukan uang keÂcil. Itu asset negara yang haÂrus dikembalikan.â€
Politisi PDIP ini juga meÂminÂta Kejagung serius menggugat Sjamsul begitu memperoleh SKK dari Kemenkeu. MenuÂrutÂnya, jangan sampai pengenÂtasan kasus ini diulur-ulur lagi. “Saat ini masyarakat memantau kinerja Kejagung khususnya yang berniat menggugat SjamÂsul secara perdata. Itu positif supaya aset negara bisa ditarik lagi,†tegasnya.
Ia pun membandingkan, keÂnapa tindakan hukum terhadap obligor kakap yang merugikan keuangan negara dalam jumlah besar seringkali terkesan lamÂban. Hal ini kerap berbeda bahÂkan bertolak belakang dengan perlakuan terhadap maling keÂlas teri yang melakukan tindak pidana karena terpaksa.
Sekarang, Dimana Sjamsul Berada?Jusuf Rizal, Pengamat Hukum Presiden Lumbung InforÂmasi Rakyat (LIRA) Jusuf RiÂzal menilai tidak ada alasan bagi Kementerian Keuangan menunda mengeluarkan Surat Kuasa Khusus (SKK) untuk dipakai Kejagung sebagai dasar menggugat secara perdata Sjamsul Nursalim.
“Salah satu tugas Kemenkeu itu memudahkan lembaga peÂnegak hukum untuk mengejar uang-uang yang telah dibawa kabur oleh para buronan. MiÂsalnya, asset Tommy di Inggris dan perkara BLBI ini,†katanya.
Menurutnya, tindakan SjamÂsul yang melakukan wanÂpresÂtasi alias ingkar janji meruÂpaÂkan suatu perbuatan yang tidak bisa dimaafkan dan harus mendapatkan hukuman berat.
“Kalau bisa malah dikasih huÂkuman seumur hidup atau mati. Jumlahnya hingga triliuÂnan loh, ini perkara yang paling memilukan dan memalukan bagi bangsa ini,†tegasnya.
Karena itu, Jusuf memÂperÂtaÂnyakan kembali mengapa KÂeÂmenkeu tak kunjung menÂgeÂluarkan surat tersebut. Dia meÂnandaskan, ada apa di balik ini. Kenapa Kemenkeu tidak segera mengambil tindakan cepat daÂlam merespon hal tersebut. PaÂdahal lanjutnya, sejauh ini koorÂdinasi antara Kemenkeu dengan Kejagung dilakukan secara kontinyu.
Dipicu hal ini, Jusuf pun mengaku curiga kalau dalam kasus ini ada permainan politik dan tekanan yang diarahkan ke lingkungan Kemenkeu sehingÂga lembaga negara itu lambat meÂngeluarkan SKK. “Ya patut dicurigai, seharusnya KemenÂkeu dengan cepat mengeÂluarÂkan, ini malah tersendat-senÂdat,†tandasnya.
Disamping itu, belum jelasÂnya keberadaan Sjamsul juga menjadincatatan yang sangat meÂmilukan bagi penuntasan korupsi di negeri ini.
“Dimana sekrang posisi Sjamsul nggak ada yang tahu. Bagaimana mau selesai perkara ini,†tuturnya.
[RM]
BERITA TERKAIT: