Taufik Kiemas: Ibu Mega Pasti Legowo Kader PDIP Jadi Menteri

Jumat, 11 Februari 2011, 06:05 WIB
Taufik Kiemas: Ibu Mega Pasti Legowo Kader PDIP Jadi Menteri
Taufik Kiemas
RMOL. Ketua MPR Taufik Kiemas merasa yakin Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri akan merelakan kadernya msuk kabinet, tapi dengan syarat tidak melamar sebagai menteri.

“Saya kira Bu Mega legowo kader PDI Perjuangan jadi men­teri,” ujarnya kepada Rakyat Mer­deka, di ruang kerjanya Ge­dung Nusantara III DPR/MPR, Jakarta, kemarin.

Menurut Ketua Majelis Pertim­bangan Pusat PDIP itu, kalau untuk kepentingan bangsa dan negara, lalu kader terbaik PDIP diminta menjadi menteri, tentu Mega akan mengizinkannya.

“Semua partai politik kan tahu, kalau negara membutuhkan kader partai untuk menjadi menteri, partai harus ikhlas menyerah­kan­nya. Tapi jangan ngelamar mau jadi menteri lho,’’ paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Siapa kira-kira kader PDIP yang pantas menjadi menteri?
Nggak tahu. Kader PDIP kan banyak. Presiden juga banyak yang ngasih tahu. Jadi terserah Presiden.

Tapi kader PDIP sudah pasti mau ya?
Kalau Presiden memanggil PDIP, ya harus mau dong.

Apakah sudah ada sinyal dari Presiden akan ada re­shuffle ka­binet, dan ada kader PDIP yang akan dipilih jadi menteri?
Ha-ha-ha, tanya ke Presiden dong. Saya sih sering ketemu dengan Pak SBY.      

Sebenarnya hubungan PDIP dengan Partai Demokrat se­perti apa?
Kalau kita sama, semua partai baik kok. Termasuk dengan Partai Golkar dan PKS. Jadi, hubungan­nya romantis.

Tapi apakah Demokrat per­nah melakukan pembicaraan dengan PDIP terkait menteri itu?
Tanya Demokrat dong. Jangan tanya ke saya. Reshuffle kan boleh dilakukan. Tapi itu terserah Pre­siden. Kalau Presiden nggak mau, kita juga nggak bisa apa-apa.

Bagaimana kalau Demokrat berkeinginan berkoalisi dengan PDIP?
Panggil saja. Kita pastinya nggak masuk koalisilah.

PKS menilai PDIP hanya men­cari sensasi dengan wacana re­shuffle, bagaimana komentar Anda?
Nggak juga. Sekjen PDIP (Tjahjo Kumolo) berbicara soal reshuffle kabinet itu pasti ada alasan-alasan tertentu.

Apa itu?
Tanya Pak Tjahjo. Jangan ta­nya ke saya. Tjahjo hanya sebagai penyeimbang, kalau kinerja pe­merintah bagus, kasih tahu bagus. Sebaliknya, kalau jelek, dikasih tahu jelek.

Sepertinya PKS tersinggung ya?
Nggak juga ah. Masa sama-sama partai politik tersinggung.

Buktinya PKS mengatakan, bu­kankah lebih elegan, bila PDIP memperkuat pengawasan terha­dap kinerja pemerintah, apa pendapat Anda?
Itu kan pendapat. Jadi, biarkan saja. Nggak soal. Jangan diadu dengan partai lain dong, ha-ha-ha.

O ya, bagaimana menurut Anda soal Ahmadiyah?
Ahmadiyah harus jelas aki­dah­nya. Mesti dikotak-kotakan dulu, Ahmadiyah itu masuk mana. Apa­­kah masuk Islam atau bukan. Kalau bukan, berarti bikin tempat ibadah sendiri dong.

Gubernur Lemhanas Mu­ladi mengusulkan agar Ahma­diyah dijadikan agama baru saja, ba­gaimana komentar Anda?
Terserah. Jangan ada ajaran Ahmadiyah masuk Islam.

Mungkinkah ada yang ber­main dalam insiden Ahma­di­yah?
Saya ini bukan ahlinya, tanya ke LIPI (Lembaga Ilmu Penge­ta­huan Indonesia). Lembaga ini harus mempertanyakan dan segera adakan penelitian dong. Jangan hanya ngomong dan ber­komentar saja. Maaf ya, LIPI se­karang terlalu banyak ngomong politik.

Kedua, Komnas HAM jangan hanya menyalahkan saja. Kom­nas HAM harus datang. Sebab, Kom­nas HAM kan kita yang bentuk.

Ketiga, polisi mesti dikasih tahu juga oleh Komnas HAM, mana tindakan yang tidak me­langgar HAM. Selama ini yang disalahkan selalu polisi. Padahal, mobilnya dibakar orang. Kan kasihan juga.

Bagaimana sikap pemerintah melihat insiden ini?
Pemerintah harus tegas. Tapi pe­merintah juga harus dibantu. Se­perti, Dirjen Agama, guber­nur, dan Komnas HAM juga turun semua.

Jadi, menurut penilaian Anda pemerintah belum bertin­dak tegas?
Saya rasa pemerintah sudah bertindak. Cuma kalau sudah ada kejadian, polisi tidak bisa ber­tin­dak apa-apa. Maka Komnas HAM harus turun juga mem­beritahu, prosedur yang bagai­mana yang tidak melanggar HAM.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA