Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Gamawan Fauzi: 17 Gubernur Terseret Hukum Kinerja Pemerintah Terganggu

Minggu, 23 Januari 2011, 01:15 WIB
Gamawan Fauzi: 17 Gubernur Terseret Hukum Kinerja Pemerintah Terganggu
Gamawan Fauzi
RMOL.Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi meng­aku sedih dengan banyaknya gubernur yang bermasalah.

“Beliau (gubernur) sudah me­ngeluarkan banyak uang untuk menjadi gubernur. Akhirnya jadi tersangka. Kita jadi kasihan,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Sebelumnya Gamawan Fauzi mengatakan, seringkali me­neri­ma kabar ada kepala daerah yang terlibat kasus hu­kum. Menurut ca­tatannya, ada 17 gubernur ber­status ter­sangka.

“Yang terbaru adalah saya me­nandatangani surat (pe­nonak­tifan) terkait Gubernur Bengkulu pada 12 Januari lalu. Sudah saya kirim ke Istana,” katanya.

Gamawan mengungkapkan, ada gubernur yang mengaku kepadanya telah menghabiskan dana Rp 60 miliar pada pilkada, antara lain untuk tim sukses, pendirian kantor saat kampanye, sampai membayar saksi di tempat pemungutan suara (TPS).

Sedangkan penghasilan pokok gubernur per bulan Rp 8,6 juta ditambah insentif dari upah pajak sehingga total dapat mencapai Rp 100 juta. “Paling tinggi pengha­silan gubernur Rp 100 juta dan yang terendah Rp 34 juta. Taruh­lah rata-rata sebulan Rp 100 juta, setahun hanya Rp 1,2 miliar,” ujarnya.

Menurut Gamawan, perma­sala­han ini memerlukan kajian se­cara menyeluruh atau kompre­hensif. Jangan sampai se­mua pihak berbicara pemerintahan yang bersih ketika para gubernur masuk penjara.

“Bagaimana proses menjadi gubernur ini harus dipahami. Kita selayaknya berpikir kompre­hen­sif. Kita terus mela­ku­kan kon­solidasi dan evaluasi,” tandasnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa yang menyebabkan para gubernur ini bermasalah?

Bisa beberapa kemungkinan. Mungkin karena kekeliruan, biaya yang mahal dalam penca­lo­­nan gubernur, dan ada faktor lain.

Dengan kejadian seperti ini, apa yang harus diubah dalam pe­milihan gubernur menda­tang?

Pertama, membuat pemilihan gubernur itu menjadi mudah. Kedua, kita juga meminta publik jangan memberatkan gu­bernur. Misalnya, kalau ada orang yang mau menjadi guber­nur jangan minta-minta bantuan pada calon gubernur, untuk ini, dan untuk itu. Ini kan bisa men­jadi beban bagi gubernur.

Ketiga, harusnya membantu calon gu­bernur itu. Misalnya, perusahaan membantu gubernur dalam batas tertentu, yang di­nilai sesuai dengan aspi­rasi rak­yat. Bukan memberatkan guber­nur itu, se­hingga gubernur yang ter­pilih nanti tidak ber­pikir ba­gai­mana mengembalikan uang­nya yang sudah habis se­lama Pilkada.

Tapi bagaimana menjalankan visi dan misinya dengan baik untuk rakyat. Karena rakyat su­dah mendukungnya dengan uang dan suara. Suasana itu harus di­tanamkan bersama-sama di da­lam kehidupan bangsa ini.

Ini artinya aturan main da­lam Pilkada perlu diubah dong?

Ya, peraturan perundang-un­dangan yang mengatur pilkada hendaknya disempurnakan.

Katanya ada syarat moral ya?

Ya, ketika kami sedang de­ngar pendapat dengan DPD, 19 Ja­nuari lalu secara lisan, kemu­dian DPD meminta Mendagri untuk memasukan syarat-syarat moral itu.

Lantas apa Anda menyetu­jui­­nya?

Belum, sebab kita sedang mem­­­bahas Rancangan Undang-undang kepala daerah dulu. Kita kan nggak tahu syarat moral itu seperti apa.  

Memang apa sih, poin dari sya­rat moral yang diajukan itu?

Wah banyak. Salah satunya, syarat moral minta dimasukkan sebagai syarat untuk tidak boleh menjadi calon kepala daerah. Saya lebih setuju, kalau se­seo­rang kepala daerah yang sudah menjadi terdakwa sebaik­nya tidak boleh mencalonkan lagi.

Hal itu untuk mewujudkan fi­gur kepala daerah yang diingin­kan masyarakat, baik secara ke­mampuan maupun moral.

Soalnya, berdasarkan penga­ma­tan dan evaluasi Kemendagri, antusiasme masyarakat terhadap proses dan hasil pilkada menun­jukkan ge­jala yang semakin me­nurun. Jadi, syarat moral meru­pakan salah satu yang perlu di­rumuskan dalam UU Pilkada.

Bukannya dalam UU Pemda sudah tersirat mengenai syarat moral itu?

Persyaratan moral tidak diatur secara tegas. Misalnya saja  pasal 59 ayat 4 UU Pemda telah meng­isya­ratkan hal itu. Di dalam pasal itu dise­butkan; dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai poli­tik mem­perhatikan pendapat dan tangga­pan masya­rakat.

Maksud pasal itu ialah agar pasa­ngan calon yang diusulkan parpol dan gabungan parpol ter­lebih dahulu diuji publik karena kepala daerah adalah pemimpin yang akan menjadi panutan selu­ruh masyarakat di daerahnya.

Untuk ke depan ketentuan me­ngenai kriteria dan parameter mo­ral harus lebih tegas diatur. Jadi, tidak ada lagi nanti yang terpilih menjadi gubernur terkait dengan kasus hukum.

Apa yang Anda lakukan ke­pada kepala daerah?

Pengawasan harus diketatkan. Misalnya, pengawasan dari BPK, Direktorat, masyarakat, dan me­dia. Tapi kalau pengawasan ke­bijakan tetap dari DPRD.

Tapi apa itu semua sudah ber­­jalan?

Sudah, tapi tetap saja ada Gu­bernur yang tersangkut masalah. Kita akan mencoba mengeliminir aturan-aturan, sehingga diharap­kan gubernur yang bermasalah akan berkurang.

Oh ya, apakah kinerja peme­rintah tidak terganggu dengan adanya gubernur yang berma­salah?

Ya, jelas kinerja terganggu dong. Sebab, pemerintahan di daerah menjadi berjalan tidak maksimal lantaran kepala daerah­nya jadi pesakitan. [RM]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA