WAWANCARA

Bibit Samad Rianto: Kita Mau Melihat Goyangan Kasus Gayus Sampai di Mana...

Rabu, 12 Januari 2011, 07:01 WIB
Bibit Samad Rianto: Kita Mau Melihat Goyangan Kasus Gayus Sampai di Mana...
Bibit Samad Rianto
RMOL. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengumpulkan bukti-bukti kasus Gayus Tambunan. Ini dilakukan untuk mengantisipasi bila penanganannya diambil-alih lembaga superbody tersebut.

“Yang jelas, KPK sudah ada itikad baik untuk menanganinya. Gitu saja. Jadi, masyarakat perlu tahu itu,” kata Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, tadi malam.

Bibit menegaskan, pihaknya tidak akan berkoar-koar dalam menangani kasus Gayus. “Nggak usah berkoar-koar. Kalau sudah pasti, baru ngomong gitu. Se­men­tara hasil penyelidikan segala ma­cam masih diam-diam saja dulu. Kita nggak akan ngo­mong,’’ ujarnya.

Yang jelas, lanjutnya, KPK te­rus melakukan koordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan terkait penanganan kasus Gayus.

“Kami kan sudah bertamu ke Kapolri, ketemu Jaksa Agung. Di situ ada gambaran bahwa komu­ni­kasi antara KPK dengan aparat penegak hukum yang lain mulai membaik,” tambahnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Satu per satu terungkap ka­sus Gayus, bagaimana komen­tar Anda?
Saya kok nggak aneh juga ya, karena yang namanya mafia hu­kum itu dari dulu ada. Sejak saya jadi Kapolres sudah ada orang yang model-model begitu. Dan masalah perpajakan itu kan tidak hanya sekarang. Kasus Gayus ini kan mulai terungkap saja.

Kenapa kasus Gayus terung­kap?
Masih ingat kan kasus Cicak Vs Buaya, saya direkayasa, ke­mudian saya ungkap ada reka­yasa di situ, kemudian ribut me­reka antara buaya lawan buaya. Satu buaya terlempar, dia tidak mau sendirian toh, dibuka, nah Gayus keluar. Mulai terungkap di situ kan.

Sekarang ini mungkin Tuhan sudah mulai tunjukkan bahwa ini sudah harus berhenti. Mungkin banyak lagi yang bisa diungkap dari kasus Gayus itu. Banyak lagi. Kebetulan ada Pak Buyung Na­sution yang bertekad untuk bong­­kar kasus mafia hukum itu.

Apakah di sini ada mafia po­li­tik juga?
Sebetulnya di republik ini bu­kan hanya hukum saja yang punya mafia, politik juga punya mafia, ekonomi juga punya ma­fia. Kenapa saya direkayasa ka­rena masalah SKRT (Sistem Komunikasi Radio Terpadu).

Emang siapa saja terkait SKRT itu?
Saya juga tak tahu siapa orang­nya. Kasus ini kan masuk ranah ekonomi, kemudian masuk ranah politik.

Maksudnya?
Intinya begini, sepanjang sis­tem politik itu masih money poli­tik, korupsi tidak bisa diberantas. Sekarang kan money politic ma­kin mengental tuh dengan adanya Pilkada. Mana ada sih orang yang sudah dijadikan ter­dakwa dan dihukum tapi masih menang da­lam Pilkada kalau bukan karena duit. Masalah kita kan keba­nyakan masih duit.

 Kenapa sekarang kasus Ga­yus mencuat?
Karena sistemnya perpajakan itu banyak bolongnya. Sistem pe­radilan pajak membuka peluang adanya negosiasi. Yang jelas kalau sudah ada negosiasi itu pe­luang untuk terjadinya penyim­panan.

Wajib pajak juga dirahasiakan, ada kerahasiaan pajak dimana menteri keuangan saja tidak bisa masuk. Masyarakat dan media perlu mengkaji itu. Sistemnya kita tidak benar, integritas moral kita rendah, gaji kita pas-pasan malah tidak cukup.

Sementara pengawasan itu lemah. Kan tidak ada yang awasi, sehingga Gayus bisa kemana-mana. Apakah hanya manipulasi atau sekadar sistem saja yang lemah, kan nggak. Hakim yang adili Gayus di Tangerang juga kan kena suap, jaksanya kena juga, Imigrasi terbongkar lagi, jadi sepak terjang Gayus di masa lalu ya mungkin seperti itu dan sekarang terbongkar. Jadi ini merupakan awal dari perbaikan sistem hukum kita.

Apa Anda  melihat ada bigfish dalam kasus Gayus ini?
Ya kita harus lihat faktanya nanti sampai mana. Apa betul-betul big atau hanya fish biasa saja. Penelitian saya selama 30 tahun jadi polisi, yang saya buat buku koruptor itu, itu memang dari bawah ke atas ada. Dari level kelurahan sampai perizinan-peri­zinan gede itu ada.

Hasil penelitian juga menye­but­kan bahwa kita pahami petu­gas karena merasa kasihan gaji­nya kecil. Berarti fenomena yang saya ungkapkan itu ternyata pe­lan-pelan dibuktikan oleh fakta-fakta walaupun saya menulis itu berdasar pada argumentasi em­pirik saya. Tapi saya lihat kasus Gayus itu nggak kaget karena kondisinya memang begitu.

Bagaimana solusinya?
Kuncinya ya berhentilah ko­rupsi. Kemudian yang salah ditindak. Politik harus bersih. Sekarang lihat sendiri saja,  Anda hebat, berani, brilian, pengabdian pada masyarakat tinggi tapi nggak punya duit, bisa nggak jadi bupati? Ha-ha-ha, saya kira nggak kan..Itu fakta loh.

Intinya hentikan money po­litic begitu?
Betul. Di dalam pilkada, nggak usah ada kampanye-kampanye yang habisin duit, nggak usah makai uang perahu untuk bayar parpol.

Kalau kita mengurai dari feno­mena Gayus ini panjang, nggak berdiri sendiri. Merupakan salah satu produk di bidang perpajakan. Ada lagi produk-produk lain. Ada hakim yang terima suap ditangani KPK, untuk mendapatkan adi­pura juga ada, itu pun masyarakat belain, kema­rin ma­lah istighosah tiap hari. Sudah jadi tersangka oleh KPK tapi masih di isti­ghosah-in gitu. Jadi bagaimana persepsi masya­rakat yang dido­rong-dorong oleh orang-orang tertentu. Coba tanya yang demo-demo, ngerti nggak didemoin apa. Nggak tahu cuma dapat Rp 15 ribu, he-he-he.

Tapi Kenapa KPK belum mengambil alih kasus Gayus?
Kita tidak akan berkoar-koar. Kalau sudah pasti, baru ngomong gitu. Sementara hasil penyeli­dikan segala macam masih diam-diam saja gitu.

Kami kan sudah bertamu ke Kapolri, ketemu Jaksa Agung. Di situ ada gambaran bahwa komu­nikasi antara KPK dengan aparat penegak hukum yang lain mulai membaik.

Kenapa selama ini koordi­na­sinya tersendat?
Waktu lalu itu kan saya tera­niaya, sehingga komunikasi ter­hambat, ha-ha-ha. Kita mau laku­kan apa saja tidak didengar, tapi akhirnya Tuhan me­nun­juk­­kan jalannya kan.

Sebenarnya KPK su­dah me­­menuhi sya­rat untuk meng­am­bil-alih ka­sus Gayus, ke­napa belum dila­kukan?
Sekadar memenuhi syarat sih, itu ya. Tapi kita kan harus punya alat buktinya, siapa pelaku-nya, itu kan pelan-pelan kita selidiki. Dan kita tidak mau men-declare, kita kerja sama dengan mereka dan sudah mulai melakukan penyelidikan untuk pengumpulan bahan keterangan. Jadi sabar saja, tinggal menunggu Pak Johan (Johan Budi SP, Kahumas KPK)  saja, he-he-he...

Jadi kapan persisnya KPK mengambil-alih?
Saat nanti sudah ada alat bukti. Percuma saja kita ambil alih nah alat buktinya tidak ada. Mau jadi apa. Kita harus tahu apa yang di­kerjakan kepolisian, ibaratnya tindak pidana itu TKP (Tempat Ke­jadian Perkara) nya itu sudah diolah oleh orang. Sekarang kita mau ngamanin TKP yang kita olah, ya kita mesti lihat apa yang mesti kita cabut. Tapi ini kan ti­dak perlu kita omongin, untuk Anda saja saya ngomong, ha-ha-ha.

Dalam gelar perkara kasus Gayus yang digelar polisi, apa yang Anda lihat?
Ya, kita tidak akan ngomong. Sepanjang masih penyelidikan kita tidak akan ngomong, kecuali sudah masuk penuntutan.

Apa KPK memberi saran  ke kepolisian untuk penuntasan kasus Gayus?
Kita nggak akan ngomong, itu masalah teknis. Itu nanti bisa mengganggu penyelidikan-pe­nyelidikan yang kita lakukan.

Bekas Kapolri Bambang Hen­darso Danuri lewat Ketua Komisi III DPR Benny K Har­man menyatakan jika kasus Gayus dibongkar, republik bisa goyang, bagaimana menurut Anda?
Ya kita akan buktikan goyang apa tidak. Kita buktikan saja, kan banyak yang mau bongkar, kita mau lihat goyangan kasus Gayus sampai di mana.

Kalau gempa bumi, itu sudah pasti goyang. Sekarang kita mau benar nggak sih atau penegakan hukum pura-pura terus. Kenapa berantakan begini karena penega­kan hukumnya pura-pura. Tidak serius. KPK yang serius, malah direkayasa.

Berarti penuntasan kasus Ga­yus selama ini pura-pura?
Saya kan mengomentari ngo­mongan tadi, makanya kita akan lihat. Sekarang kan sudah mulai ditangani, ada tersangkanya, me­menuhi unsur masuk ke penga­dilan, sekarang kalau Bambang Hen­darso Danuri ngomong begitu kan, kenapa tidak ditanga­ni, apa resikonya. Penegakan hu­kum harus tegak kok. Kan ada idiom waktu saya belajar ilmu hukum itu, walau dunia sudah mau kiamat, hukum harus dite­gak­kan. Kan gitu. Itu sarjana hu­kum kalau ditanya pasti menge­nal idiom itu, walau idiom itu ha­nya keluar dari mulut saja walau tanpa mengerti maknanya. Mak­na­nya kan dalam itu.  Jadi masa­lah Gayus itu dari dulu ada, sekarang baru mulai terungkap.

Apa KPK bisa mengungkap kasus besar di balik kasus Ga­yus?
Kita tunggu saja dulu, mungkin kita bisa mengungkap yang lain lagi. Yang jelas KPK sudah ung­ka­pin di semua lini ada. Tapi oleh orang-orang nggak dianggap prestasi. Kan konyol itu. KPK itu kepentingan nasional yang di­utamakan, bukan kepentingang kelompok.

Pendekatan apa yang dilaku­kan KPK sekarang ini ?
Pendekatan supaya hukum te­gak tapi situasi tidak berge­jolak. Tapi ada yang ngomong, ini te­bang pilih. Kok ada yang dipilih gitu. KPK nggak ada seperti itu, yang penting ada alat buktinya, kita ambil. Kalau ada pembuktian terbalik, silahkan. Alhamdulillah kalau ada undang-undang pem­buk­tian terbalik. Jadi orang yang kaya-kaya itu mempertang­gung­jawabkan kekayaannya, yang tidak bisa dipertang­gungjawab­kan asal-usulnya, ya dirampas oleh negara. Kalau itu selesai ma­salah, cepat malah.  [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA