Anas Urbaningrum: Angelina Hanya 12 Hari Pimpin D­emokrat Yogya­

Selasa, 14 Desember 2010, 00:47 WIB
Anas Urbaningrum: Angelina Hanya 12 Hari Pimpin D­emokrat Yogya­
RMOL.Kader-kader Partai Demokrat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak perlu khawatir dengan penunjukan Angelina Sondakh sebagai pelaksana tugas (Plt) Ketua DPD Partai Demokrat DIY.

“Angelina sampai terse­leng­ga­ranya Musyawarah Daerah (Musda) Partai Demokrat DIY, 22 Desember 2010. Jadi, masa tugasnya insya Allah hanya 12 hari memimpin DPD Partai Demo­krat Yogyakarta,’’ ujar Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaning­rum, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Minggu (12/12).

Berikut kutipan selengkapnya:

Tugas Angelina hanya me­ng­an­tar Musda saja dong?

Ya, tugasnya spesifik, yakni menyelenggarakan Musda seperti direncanakan sejak awal. Kebe­tulan masa bakti Mas Prabu (adik Sri Sultan Hamengku Buwono X, GBPH Prabukusumo) sebagai Ketua DPD DIY segera berakhir. Bahkan Musyawarah Daerah su­dah ditetapkan tanggal 22 De­sem­ber 2010, sesuai dengan usulan DPD-DPD Partai Demo­krat Kabupaten/Kota se-DIY. Mas Prabu sudah menjalankan tugas selama 5 tahun.

Kalaupun GBPH Prabuku­sumo tidak mundur, tetap Mus­da dilaksanakan?

Tentu. Tapi bisa dipilih kem­bali. Jadi, saya sangat menya­yang­kan Mas Prabu mundur. Ka­lau alasannya soal RUUK DIY, prosesnya kan sedang ber­ja­lan. Belum ada keputusan final, apa­lagi Undang-un­dang­nya. Tetapi itu hak politik pri­badi Mas Prabu se­bagai ka­der partai, ke­putusan itu saya hor­mati.

Tidak ada hak dan ke­we­­­na­ngan partai untuk me­la­rang. Jadi, tidak perlu diper­debatkan lagi. Namun demikian, sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan sebagai sahabat, saya merasa kehilangan meski saya yakin persahabatan dan silaturrahim masih akan tetap terjaga.

Apakah Partai Demokrat tidak merasa kehilangan?

Satu kader pun itu berarti bagi partai, apalagi seorang Ketua DPD. Namun demikian, rekrut­men kader-kader baru tidak akan menyebabkan kekurangan stok kader. Kehilangan tentu saja ya. Tetapi masuknya kader-kader baru akan membuat kehilangan itu terobati dengan baik. Jadi, kami tidak punya alasan untuk terlalu khawatir. Ini adalah salah satu bentuk dinamika internal partai yang tidak terlalu ganjil. Saya bisa mengerti kesulitan posisi Mas Prabu dalam di­na­mika dan perdebatan gagasan tentang penyelenggaraan kei­sti­me­waan Yogyakarta.

Prabukusumo mundur ka­rena ketidaksetujuannya atas RUUK DIY, apakah kader De­mo­krat harus setuju isi RUU tersebut?

Setiap partai tentu harus mem­punyai jenis kelamin politik yang jelas. Itu bagian dari identitas. Sebagai partai pendukung peme­rintah, Partai Demokrat posisinya sudah semestinya jelas. Kami akan mengikuti prosesnya secara demokratis, aspiratif, kompre­hensif, dan bervisi ke depan.

Apakah perlu dipecat setiap kader yang  tidak setuju RUUK DIY?

Mas Prabu kan sudah mundur, suratnya sudah diterima Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Jumat (10/12) lalu. Saya kira sudah jelas statusnya. Tidak diperlukan tindakan ad­ministratif.

Apakah Anda sudah ber­ko­munikasi dengan Prabuku­sumo soal keputusannya ter­sebut?

Sudah. Sejak awal saya berko­munikasi dengan Mas Prabu. Tetapi memang beliau mempu­nyai cara pandang dan posisi yang tidak mudah. Sebagai ke­luarga Kesultanan Yogyakarta, Mas Prabu tentu punya posisi dan perspektif yang khas.

Tanggapan Anda pribadi ter­kait RUUK DIY?

Pemerintah menawarkan kon­sep yang berusaha merangkum tiga komitmen besar: Keistime­waan Yogyakarta, amanat kons­ti­­tusi dan NKRI, serta demo­krasi modern. Mari diperdebatkan se­cara sehat, terbuka dan demo­kratis. Jangan ditarik pada per­sepsi politik yang negatif, karena ini kesempatan untuk mengha­dirkan Undang-Undang Keisti­me­waan Yogyakarta yang leng­kap, hidup, dan kuat untuk me­nyelenggarakan Keistimewaan Yogyakarta.

Bagaimana soal permintaan referendum?

Jangan sedikit-sedikit bicara referendum. Kita harus belajar panjang akal, panjang kesabaran, dan panjang kesediaan untuk berdialektika pemikiran. Tidak ada argumentasi yang kuat untuk  bicara referendum. Refe­ren­dum itu bukan survei atau polling. Sekali lagi saya menga­jak agar kita belajar membuka diri untuk berdebat, transaksi pikiran, tukar gagasan secara sehat, dewasa, kepala dingin, dan tidak gampang panas.

O ya, adakah kenangan ma­nis dengan GBPH Prabuku­sumo?

Ada.

Apa itu?

Kalau saya ke Yogya, biasanya Mas Prabu, pagi-pagi kirim gudeg spesial yang rasanya mak­nyuss. [RM]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA