Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Secara Moral Sudah Terjungkal

Rabu, 20 Oktober 2010, 00:00 WIB
Secara Moral Sudah Terjungkal
20 OKTOBER ini akan menjadi catatan hitam dalam sejarah politik Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI pertama yang dipilih langsung oleh rakyat. Sebab, seperti sudah santer diberitakan, pada hari ini, sejumlah elemen pergerakan, yang dimotori oleh organisasi mahasiswa besar, yaitu IMM, PMKRI, GMNI, LMND dan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Seluruh Indonesia.

Elemen pergerakan non-kampus seperti Gerakan Indonesia Bersih, Petisi 28, Repdem, GR2B dan lain-lain juga terlibat di dalamnya. Ada juga unsur kaum buruh yang akan turun dan bergabung di titik aksi, Istana Presiden, di Jalan Merdeka Barat, Jakarta.

Kalau dari sisi jumlah massa aksi, memang tidak seberapa jika dibandingkan dengan saat aksi memperingati Hari Anti-Korupsi Sedunia (9/12/09) maupun 100 Hari pemerintahan Yudhoyono-Boediono pada pertengahan Februari 2010 lalu. Tapi dari sisi kualitas, demonstrasi kali ini jauh lebih baik.

Sebab meskipun digelar pada 20 Oktober, aksi ini bukan untuk memperingati setahun pemerintahan Yudhoyono-Boediyono. Tapi aksi perlawanan terhadap pemerintah yang dianggap gagal menjalankan roda pemerintahan yang berpihak kepada rakyat. Gagal menyejahterakan dan meningkatkan pendapatan rakyat. Makanya, tuntutan massa aksi adalah: “Pemerintahan Gagal, Harus Mundur!”

Aksi kali ini menjadi lebih berkualitas karena prolognya dimulai dengan pertemuan sejumlah tokoh penting negeri ini di kantor PP Muhammadiyah (8/10), dan dua hari kemudian tokoh-tokoh mahasiswa berkumpul di kantor PBNU (10/10). Di markas kaum Nahdliyin ini, para pentolan mahasiswa menyatakan “kegagalan pemerintah” dan menyerukan mundur.

Meskipun secara struktural PP Muhammadiyah dan PBNU tidak terlibat dalam penyikapan terhadap pemerintahan Yudhoyono, tapi membuat publik merasa yakin bahwa dua organisasi massa berbasis Islam terbesar ini, sedang menjalankan perintah keagamaan penting, amar makruf nahi munkar, menegakkan kebenaran dan mencegah larangan-larangan-Nya.

Pandangan publik ini menjadi masuk akal karena masyarakat memang merasakan betapa pemerintah tidak pernah hadir dalam setiap rakyat menghadapi masalah. Misalnya, ketika tabung-tabung gas berkualitas rendah meledak di mana-mana, menghanguskan puluhan orang serta membakar habis ratusan rumah, pemerintah diam seribu bahasa. Tak ada yang bisa dimintai pertanggungjawabannya, padahal rakyat menggunakan gas karena mengikuti kebijakan pemerintah.

Para pengusaha kecil dan menengah juga harus menghadapi sendiri serbuan produk-produk impor murah di pasar yang sebelumnya mereka kuasai. Para TKI yang sering disebut-sebut pahlawan devisa, setali tiga uang. Mereka harus berjuang sendiri menghadapi persoalan-persoalan hukum di negara tempat mereka bekerja. Terutama Malaysia dan Arab Saudi.

Makanya, hanya dalam tempo seminggu setelah diproklamasikan “kegagalan pemerintahan Yudhoyono” di kantor PBNU, banyak pihak mengamini statemen ini. Sehingga secara moral, aksi para aktivis mahasiswa ini bisa dibilang berhasil menjungkalkan pemerintahan Yudhoyono dari hati rakyat.

Mungkin karena itu pula pihak Istana kalang kabut. Seperti disampaikan Hatta Radjasa, merasa ada kekuaqtan besar yang akan menggulingkan pemerintah yang sah. Isu penggulingan ini terus berkembang dan dikembangkan ke mana-mana.

Tapi perlukan kegusaran pemerintah ini ditanggapi? [**]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA