Orang Bernama Vincent Transfer Rp 1,2 Miliar ke Rekening Haposan

Sumber Duit Untuk Menyuap Susno Versi Jaksa

Jumat, 15 Oktober 2010, 07:59 WIB
Orang Bernama Vincent Transfer Rp 1,2 Miliar ke Rekening Haposan
Selain terjerat kasus Gayus Tambunan, pengacara bernama Haposan Hutagalung terjerat dugaan suap sebesar Rp 500 juta dari PT Salmah Arwana Lestari (SAL) kepada Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji.

Berikut kisah detail kasus itu ve­r­si data dakwaan jaksa penun­tut umum (JPU). Kasus ini terjadi saat Haposan selaku penasehat hu­kum Mr. Ho Kian Huat (peng­usaha dari Singapura) mela­porkan Anuar Salamah alias Amo ke Bares­krim Mabes Polri dalam ka­sus dugaan penggelapan modal usa­ha penangkaran ikan arwana dengan laporan tertanggal 10 Maret 2008. Namun, proses ter­hadap surat laporan itu dinilai klien Haposan berjalan sangat lam­bat. Sehingga, Haposan men­cari jalan untuk memper­cepat pro­ses itu dengan cara men­dekati Susno.

Namun, upaya itu tidak semu­dah membalikkan telapak tangan. Pasal­nya, Haposan tidak kenal dekat dengan Susno. Maka, Hapo­san memanfaatkan hubung­an baiknya dengan seseorang berna­ma Sjahril Djohan untuk ber­hubungan dengan Susno. Haposan tahu, Sjahril dekat deng­an Susno lantaran Sjahril sering memanggil Susno dengan sebu­tan “Sus”. Disamping itu, menu­rut JPU, jika Sjahril ingin ber­te­mu Susno, dia tidak pernah me­ng­isi buku tamu di ruang kerja Ka­bareskrim.

Selanjutnya, Haposan men­yampaikan keinginannya kepada Susno agar mempercepat proses penanganan kasus tersebut. Atas permintaan Haposan itu, Sjahril kemudian menyanggupinya. Kemudian, Sjahril menyam­paikan keinginan Haposan itu sa­at berkunjung ke ruangan Susno se­raya berkata, “Mengapa kasus arwana ini tidak selesai-selesai,” dan dijawab oleh Susno “Dilihat dulu.”

Beberapa hari kemudian Ha­posan diajak Sjahril menemui Sus­no di ruang kerjanya. Hapo­san pun menjelaskan perma­sa­lahan itu kepada Susno. Menurut JPU, Susno langsung merespon per­kataan Haposan dengan meng­atakan, “Udah, nanti saya perintahkan tangkap dan saya atensi kasus ini.”

Namun, penanganan kasus ini tetap dinilai lambat oleh pihak Haposan. Maka, pada pertenga­han November 2008, Sjahril me­ne­mui Susno di ruang kerja Ka­bareskrim sambil ngomong, “Sus, bagaimana nih masalah arwana,” yang dijawab Susno, “Ini kasus besar Bang! Masa ko­song-kosong bae.” Menurut JPU, Sjahril pun langsung bicara, “Ka­gek ku omongken ke Ha­posan.”

Beberapa hari setelah itu, Hapo­san ditemui Sjahril di Hotel Amb­hara. Dimana dalam perte­muan itu Sjahril berkata “San, ini KABA minta diper­hati­kan nih.” Haposan pun menjawab “Ya, memang ada Bang, nanti aku siapkan lima ratus juta rupiah.” Pada pertemuan itu Haposan juga menjanjikan memberikan success fee sebesar 15 persen kepada Susno. Sjahril pun menyam­pai­kan janji itu kepada Susno deng­an berkata “Sus, di Arwana ini ka­ta Haposan ada 15 persen untuk Kau.” Kemudian Susno men­ja­wab, “Yo.. lah bang.”

Selanjutnya, Haposan membi­carakan kesepakatan dengan Sjahril mengenai success fee untuk Susno kepada Ho Kian Hu­at, kliennya. Setelah mende­ngar penjelasan dari Haposan, Ho Ki­an Huat menyanggupi dan peng­ambilan uangnya melalui Vincent Apriono (rekanan bisnis Ho Kian Hu­at di Indonesia). Atas permin­taan Haposan, Vincent langsung mengirim uang sebanyak Rp 1.200.000.000 (satu miliar dua ra­tus juta rupiah ) ke rekening BCA atas nama Haposan antara tang­gal 26 November 2008 sampai tanggal 2 Desember 2008.

Pada 4 Desember 2008, sekitar pukul 12.00 WIB, Haposan me­ng­ambil uang tunai sebesar Rp 500.000.000 (lima ratus juta ru­piah) di rekeninggnya pada Bank BCA Bidakara Pancoran dalam bentuk pecahan seratus ribu. Ua­ng itu diikat dengan karet gelang se­banyak lima ikat, kemudian dimasukkan ke amplop coklat BCA. Haposan menyimpan uang itu di brankas kantornya, Lantai 19, Room 1988, Gedung Patra Ja­sa, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, sembari menelepon Sjahril de­ngan kalimat, “Bang, ntar kete­muan di Kudus Bar, aku mau serahkan untuk Susno ke Abang.”

Setelah uang itu siap dan janji sudah dibuat, Haposan meluncur ke Kudus Bar Hotel Sultan deng­an mengendarai Honda CRV hi­tam bernomor polisi B 8822 BI. Begitu bertemu Sjahril, Haposan langsung memberikan duit itu. Setelah memberikan duit, Hapo­san langsung ditinggalkan Sjah­ril. Alasan Sjahril, dia sudah di­tung­gu Susno. Kabareskrim itu me­nunggu Sjahril di rumahnya.

Kuasa hukum Haposan, Victor Nadapdap membantah jika klien­nya dikatakan sebagai pemberi su­ap. Soalnya, Haposan saat itu bekerja sebagai pengacara yang tugasnya membela klien (Ho Kian Huat).

“Haposan bukanlah pemberi suap, melainkan telah menjadi korban pemerasan. Jika Haposan tidak menyerahkan uang yang diminta, maka perkara yang sedang ditangani kliennya pada saat itu tidak akan dise­lesaikan,” katanya.

Sedangkan menurut kuasa hukum Susno, Maqdir Ismail, dak­waan JPU kasus ini hanya ber­dasar asumsi, alias tanpa fakta hukum. “Ada oknum yang ingin mencari keuntungan dari kasus Pak Susno,” katanya saat dihu­bungi.

Hadirkanlah Bukti Yang Kuat
Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch

Kasus suap senilai Rp 500 ju­ta ini, mau tak mau telah men­yeret nama bekas Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji. Namun, kasus ini dinilai janggal oleh pengamat kepo­lisian.

Soalnya, menurut Ketua Presi­dium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, tidak ditemukan bukti yang kuat untuk memperkuat dugaan suap dari PT SAL melalui Haposan yang diteruskan Sjahril Johan kepada Susno. “Bukan lagi janggal, tapi aneh. Kalau ter­bukti ada suap, seharusnya di per­sidangan bisa dihadirkan alat buktinya. Tapi selama ini ti­dak ada bukti-bukti yang ku­at,” katanya.

Neta menambahkan, Susno menjadi fenomena di Polri. Saat menjadi Kapolda Jabar, Susno menumpas premanisme di jalur pantura. Saat menjabat Kaba­res­­krim, Susno berhadapan de­ng­an kasus suap ini yang mem­buat citranya menurun. “Ini ada­lah bola liar untuk Susno, sa­at dia mengungkap beberapa ka­sus,” ujarnya.

Neta pun melontarkan kekha­watirannya, kasus Susno ini akan membuat takut orang-ora­ng yang ingin mengungkap ber­bagai kasus. “Mudah-mudahan ini bukan isyarat, yang ingin me­­ng­ikuti jejak Susno akan ber­nasib sama,” tandasnya.

Saya Berusaha Tidak Memihak
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul mencoba untuk berfikir jernih melihat kasus suap ini. “Saya berusaha tidak memihak kepada siapa pun. Jika benar para terdakwa itu bersalah, maka hukumlah se­suai yang mereka perbuat,” tandasnya.

Tapi, lanjut Ruhut, apabila pengadilan tidak mempunyai bukti untuk menghukum mereka, maka bebaskan mereka dari segala macam tuntutan. “Kalau dilihat antara Susno dengan Sjahril Djohan ini selain teman akrab, mereka juga mengaku sudah seperti saudara kandung sendiri,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat ini.

Menurut dia, kasus Susno tidak bisa dianggap sebelah mata. Pasalnya, kasus ini selain telah menyita perhatian publik juga menentukan nasib Korps Bhayangkara itu ke depan. “Per­tama, Susno bisa dibilang se­bagai seorang yang sukses menaikkan citra Polri tatkala membongkar berbagai kasus di tubuh Polri. Maka, pasti ma­sya­rakat akan banyak yang mem­bela Susno. Kedua, kasus ini bisa dikatakan untuk me­wu­judkan reformasi di tubuh Pol­ri. Objektif atau tidak ke­po­lisian jika ada bekas anggotanya men­jadi tersangka?” katanya.

Meski begitu, Ruhut mem­berikan semangat kepada Susno agar jangan menyerah saat menghadapi kasus yang sedang menjerat dirinya. Menurutnya, modal yang paling baik pada ka­sus yang melilit Susno ini ialah berkata jujur dan sabar.

“Paling tidak Pak Susno bisa lebih tegar menghadapi semua ini, semua cobaan pasti ada jalan keluarnya. Saya kira pe­ngadilan bisa melihat fakta dan bukti yang objektif di per­si­dangan. Jadi kita tinggal tunggu saja hasilnya,” ujarnya.  [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA