Tujuannya, untuk membantu membangun sistem internasional yang lebih adil. Dalam pidato utama kepada para pemimpin dan perwakilan negara-negara anggota dan mitra SCO, Xi menyerukan apa yang disebutnya "Semangat Shanghai".
"Yaitu saling percaya, saling menguntungkan, kesetaraan, konsultasi, penghormatan terhadap beragam peradaban, dan pengejaran pembangunan bersama," katanya.
Xi memuji kemajuan yang telah dicapai SCO sejak didirikan pada tahun 2001 dan menguraikan prioritas-prioritas baru. "Para anggota harus menentang mentalitas Perang Dingin, konfrontasi blok, dan praktik perundungan," ujarnya, mengacu pada istilah yang sering digunakan Beijing untuk mengkritik kebijakan Amerika Serikat dan Barat.
"Kita harus mengadvokasi dunia multipolar yang setara dan tertib serta globalisasi ekonomi yang inklusif dan bermanfaat secara universal, dan menjadikan sistem tata kelola global lebih adil dan setara," paparnya.
Pemimpin China tersebut juga mendesak para anggota SCO untuk mengupayakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan tetap menghormati perbedaan nasional mereka, memperkuat pertukaran antarmasyarakat, dan mendorong efisiensi yang lebih besar serta pembuatan kebijakan berbasis bukti di dalam SCO.
Didirikan pada tahun 2001, SCO awalnya merupakan pengelompokan enam negara Eurasia–China, Kazakhstan, Kirgizstan, Rusia, Tajikistan, dan Uzbekistan–tetapi kemudian berkembang menjadi 10 anggota tetap dan 16 negara dialog dan pengamat.
Menurut Xi Jinping, output ekonomi SCO telah mencapai USD 30 triliun. Dia menambahkan bahwa pengaruh global SCO juga meluas dan para anggota bekerja sama untuk mengatasi tantangan termasuk keamanan, isu lingkungan, dan inovasi.
Solidaritas Baru
Pertemuan di awal pekan pada bulan September antara Vladimir Putin dari Rusia, Xi Jinping dari China , dan Narendra Modi dari India menandai solidaritas yang jarang terjadi.
Momen ini juga menjadi kesempatan bagi Putin untuk terlibat langsung dengan pembeli minyak terbaik negaranya. India dan China tertarik pada minyak Rusia , yang jauh lebih murah setelah negara-negara Barat memutuskan hubungan perdagangan dengan Moskow menyusul invasinya ke Ukraina pada tahun 2022.
Namun Beijing, New Delhi, dan Moskow telah memperdalam hubungan mereka. Mereka kini memiliki musuh bersama, yang tidak lain adalah Amerika Serikat (AS) setelah memberlakukan sanksi terhadap Rusia dan mengenakan tarif besar pada mitra dagangnya.
India sedang terhuyung-huyung akibat beberapa tarif resiprokal tertinggi yang dikenakan Washington, lantaran New Delhi membeli minyak dari Rusia.
Sementara China masih bernegosiasi untuk mendapatkan kesepakatan dengan AS, dalam upaya menghindarkan tarif yang menghancurkan dan kemungkinan sanksi untuk membeli minyak mentah Rusia.
Tarif Trump 50 persen ke India Diramal Bakal Berbalik Bikin BRICS Makin Besar Tiga pemimpin dunia itu bertemu di Tianjin untuk acara puncak SCO.
Jalur Baru Rusia
Rusia memiliki kesempatan untuk mengamankan lebih banyak bisnis dengan India dan China, mitra dagang terbesarnya. Kedua negara dengan populasi terbesar ini telah membantu menopang ekonomi Moskow setelah invasinya ke Ukraina membuatnya terputus dari sebagian besar perdagangan Barat.
Tahun lalu, China mencetak rekor pembelian lebih dari 100 juta ton minyak mentah Rusia, yang menyumbang hampir 20% dari total impor energinya.
Demikian pula, ekspor minyak ke India, yang hanya menyumbang sebagian kecil dari impor sebelum perang Ukraina, namun kini tumbuh menjadi sekitar USD140 miliar sejak 2022.
Bersama-sama, China dan India menyumbang mayoritas dari ekspor energi Rusia. Dimana Rusia mengandalkan ekspor minyak dan gas untuk sekitar seperempat dari pendapatan anggarannya, sebagai cara membiayai persenjataannya.
“Tidak akan mengejutkan jika Moskow menawarkan lebih banyak diskon untuk mengamankan lebih banyak perdagangan dengan India dan China,” kata ahli kebijakan publik Mandar Oak dari Universitas Adelaide.
"Semua itu sangat diperlukan untuk India agar memastikan tidak mundur karena tekanan dari AS," tambahnya.
Modi menegaskan hubungan dengan Moskow dengan, mengatakan kepada Putin bahwa negara mereka "telah berjalan bersama bahu membahu".
Pejabat New Delhi juga mengungkapkan bahwa mereka akan membeli energi dari tempat di mana mereka mendapatkan "penawaran khusus."
Hal itu diungkapkan oleh ahli kebijakan perdagangan Prof Peter Draper. Dalam forum tersebut, China berdiri di samping negara-negara seperti Pakistan, Myanmar, dan Sri Lanka yang semuanya terkena tarif Trump.
China telah lama ingin mempromosikan tatanan dunia "multi-polar", kata Prof Draper, merujuk pada konsep sistem di mana kekuasaan dibagi di antara beberapa pemain besar.
“KTT telah menyatukan tiga negara yang hubungan ekonominya telah lama diperumit oleh ketegangan geopolitik,” kata Prof Oak.
Perang dan Damai
Pemimpin China Xi Jinping memperingatkan bahwa dunia perlu "memilih antara damai dan perang".
Itu diungkapkan saat parade militer yang dihadiri oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan Kim Jong-un dari Korea Utara–yang keduanya sedang berperang melawan Ukraina.
"Hari ini, umat manusia kembali harus memilih antara damai dan perang, dialog dan konfrontasi, kerja sama yang saling menguntungkan atau permainan zero-sum," kata Xi.
Ia juga memuji peran China dalam Perang Dunia II, dengan mengatakan: "Rakyat China, dengan pengorbanan nasional yang besar, telah memberikan kontribusi besar untuk menyelamatkan peradaban manusia dan menjaga perdamaian dunia."
"Sejarah mengingatkan kita bahwa takdir umat manusia saling terkait erat," tambahnya.
“Hanya dengan memperlakukan satu sama lain secara setara, hidup rukun, dan saling mendukung, semua negara dan bangsa dapat menjaga keamanan bersama, menghilangkan akar penyebab perang, dan mencegah terulangnya tragedi sejarah.”
Xi memuji China yang tak terhentikan' dan mengungkap senjata baru sebagai unjuk kekuatan sistem pertahanan udara jarak menengah hingga jauh HQ-22 terlihat dalam parade militer yang memperingati 80 tahun kemenangan atas Jepang dan berakhirnya Perang Dunia II, di Lapangan Tiananmen, Beijing, pada 3 September 2025.
Senjata laser, rudal balistik nuklir dan drone bawah air raksasa termasuk di antara senjata baru yang diperkenalkan Tiongkok pada parade militer besar-besaran
Presiden Xi Jinping mengatakan negaranya “tidak dapat dihentikan” dan “tidak akan pernah diintimidasi” oleh para pengganggu, dalam pidatonya sebelum acara tersebut
Ia didampingi oleh 26 kepala negara termasuk Vladimir Putin dari Rusia dan Kim Jong Un dari Korea Utara.
Presiden AS Donald Trump tidak hadir di parade tersebut, namun ia mengunggah postingan di Truth Social yang mencaci Xi dan Kim Putin karena "berkonspirasi" melawan AS.
Namun ada dua hal yang akan membuat para diplomat barat merinding. Salah satunya adalah kecepatan China mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh penarikan diri Amerika dari norma dan lembaga internasional.
Tatanan dunia yang dipimpin China, yang menempatkan integritas teritorial dan hak asasi manusia di bawah nilai kekuatan alami dan pembangunan ekonomi, mungkin akan terasa tidak nyaman bagi banyak negara Barat.
Dan yang kedua, cara tarif AS yang ketat telah mendorong India, negara demokrasi terbesar di dunia, begitu cepat ke dalam pelukan hangat China, negara otokratis terbesar di dunia, juga akan menjadi perhatian.
Intinya adalah bahwa nasionalisme ekonomi dan diplomasi disruptif Amerika di bawah Donald Trump memberi China peluang diplomatik yang besar dan Xi memanfaatkannya dengan tangan terbuka melalui pertemuan puncak dan paradenya.
Pandangan dari China dan Taiwan
Sementara itu, ilmuwan politik Taiwan Wen-Ti Sung mengatakan parade akbar itu pasti akan menjadi perhatian Taiwan.
Peristiwa di atas membantah rumor terkini tentang kekacauan dalam militer China, dan memproyeksikan citra "kesatuan politik" dengan para prajurit terlihat berterima kasih kepada Xi dalam "janji kesetiaan dari militer".
Beijing telah lama berjanji untuk “menyatukan kembali” Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri dan tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan.
Parade Bersejarah Xi
Parade militer besar-besaran di pusat kota Beijing untuk memperingati 80 tahun kemenangan China atas Jepang dalam Perang Dunia Kedua .
Dalam pidatonya, Xi meminta masyarakat China untuk mengingat kemenangan Perang Dunia Kedua atas Jepang dan mengingatkan bahwa kemanusiaan bangkit dan jatuh bersama-sama dan bahwa China tidak pernah terintimidasi oleh para penindas”.
"Keadilan akan menang. Perdamaian akan menang. Rakyat akan menang. Kami berjuang untuk persatuan umat manusia yang agung. Para pemimpin Barat itu, mereka bisa datang jika mau,” kata Xi.
Pakar Rusia terkemuka mengatakan kemenangan Putin karena lolos dari isolasi. Dia adalah cicit dari mantan pemimpin Soviet Nikita Khrushchev.
Menurut dia, Putin telah menghadiri sejumlah pertemuan dengan para pebisnis dan pemimpin dunia sejak kedatangannya dan diyakini telah menandatangani beberapa kesepakatan untuk menjual lebih banyak minyak ke China, yang menandai "semacam kemenangan" bagi Rusia.
Potensi kesepakatan minyak dengan Beijing akan menjadi “kemenangan” bagi Rusia yang tidak lagi dianggap sebagai “paria”. Saat pengumuman penutup parade, ribuan peserta melambaikan bendera merah, sementara Presiden Xi Jinping bertepuk tangan.
Sekitar 80.000 burung merpati dilepaskan ke langit, diikuti oleh sejumlah besar balon, saat parade berakhir. Reformasi Tatanan Global, kini berubah, situasi Internasional saat ini semakin kacau dan saling terkait, tugas kita semakin menantang. Kini matahari semakin bersinar terang di Timur dan segera redup tenggelam di Barat.

*Penulis adalah Eksponen Gema 77/78
BERITA TERKAIT: