Hak Prerogatif Presiden Prabowo, Amnesti-Abolisi dan Persatuan Nasional

OLEH: SUGIAT SANTOSO*

Selasa, 05 Agustus 2025, 16:18 WIB
Hak Prerogatif Presiden Prabowo, Amnesti-Abolisi dan Persatuan Nasional
Wakil Ketua Komisi XIII DPR, Sugiat Santoso/Ist
JELANG peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi kepada 1.116 narapidana yang memenuhi syarat pengampunan.

Pada pemahaman yang sederhana, amnesti bisa dipahami sebagai tindakan menghapuskan hukuman pidana yang telah dijatuhkan maupun belum dijatuhkan kepada tersangka hukum.

Sementara abolisi merupakan penghapusan seluruh akibat hukum dari putusan pengadilan atau menghapuskan tuntutan pidana kepada seorang terpidana yang mana hal ini termasuk terhadap penghentian proses hukum.

Pun baik amnesti dan abolisi merupakan hak prerogatif presiden yang diatur dalam Pasal 4 UU Darurat Nomor 11/1954. Terkait narapidana yang mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo mayoritas di antaranya adalah kasus-kasus pidana yang berkaitan dengan isu politik, baik karena kasus penghinaan terhadap presiden dan kasus makar di Papua. 

Dari ribuan narapidana yang mendapatkan pengampunan terdapat dua kasus yang mendapatkan perhatian publik. Pertama, amnesti yang diberikan kepada Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto terkait kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap Harun Masiku di tahun 2019 dan kedua, abolisi yang diterima oleh Tom Lembong dalam kasus impor gula tahun 2015 yang diduga memperkaya para perusahaan gula. 
 
Secara khusus pemberian amnesti-abolisi terhadap Hasto dan Tom Lembong bukan tanpa pertimbangan yang matang dari Presiden Prabowo. Pasalnya kedua kasus ini banyak mendapatkan pro dan kontra yang mana ada insinuasi yang berkembang di masyarakat bahwa kasus Hasto dan Tom Lembong adalah bentuk kriminalisasi politik dan politisasi hukum.

Alasannya, kedua kasus ini muncul bertepatan dengan selesainya perhelatan Pilpres. Hasto dalam kapasitasnya sebagai Sekjen PDI Perjuangan merupakan pendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sementara Tom Lembong adalah salah satu think tank bidang ekonomi pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Kedua pasangan itu adalah dua kandidat yang dikalahkan oleh pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 lalu.

Dampak dari kedua kasus ini menyebabkan dikotomi opini publik yang mengarah pada perpecahan di akar rumput. Salah satu buktinya adalah riuh di media sosial yang menyebutkan bahwa pemerintah telah melakukan intervensi hukum.

Tidak hanya di media sosial, pelbagai demonstrasi dalam mengiringi sidang kasus ini juga terjadi serta protes dari akademisi, influencer hingga praktisi hukum juga ikut protes dalam menyikapi putusan pengadilan yang memutus kasus Hasto dan Tom Lembong.

Hasto diputus pengadilan hukuman 3,5 penjara sementara Tom Lembong dijatuhi hukuman 4 tahun penjara. 

Amnesti-Abolisi

Langkah Presiden Prabowo memberikan amnesti-abolisi pada Hasto dan Tom Lembong adalah bentuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Prabowo tidak ingin ada persepsi negatif dari masyarakat bahwa hukum di Indonesia bisa diatur oleh politik karena sejatinya meski hukum perundang-undangan merupakan produk politik dari pemerintah dan DPR namun secara legal penegakan hukum di Indonesia tidak boleh didasarkan oleh penggunaan kekuasaan politik karena konstitusi UUD 1945 mengatur bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan.

Apalagi kasus Hasto dan Tom Lembong terjadi di masa pemerintahan sebelum Prabowo menjabat presiden sehingga ia tidak ingin mewarisi persepsi negatif penegakan hukum yang tidak adil. 

Pada konteks lain, alasan Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi terhadap Hasto dan Tom Lembong adalah menjaga persatuan nasional. Prabowo tidak ingin kedua kasus ini menjadi trigger perpecahan yang dampaknya sangat buruk dengan menghadirkan masalah baru yang menyebabkan ketidakstabilan politik.

Ini pula yang menjadi alasan ketika Prabowo mengusulkan nama-nama narapidana yang mendapatkan amnesti dan abolisi ke DPR yang kemudian disetujui dan diumumkan ke publik pada 30 Juli 2025 lalu, tentu seluruh variabel serta implikasi hukum dan politik yang dihadirkan telah dihitung dengan baik. Utamanya berdampak untuk memperteguh persatuan nasional yang lepas dari dendam politik akibat residu Pilpres 2024.

Persatuan Nasional
 
Secara politik untuk Prabowo dengan memberikan amnesti-abolisi terhadap Hasto dan Tom Lembong tidak ada kaitannya dengan kepentingan politik. Karena, meskipun posisi Hasto sangat sentral di PDIP, tidak serta merta membuat partai berlambang kepala banteng itu bergabung ke pemerintahan dengan mendapatkan kursi menteri.

Demikian juga dengan keuntungan politik memberikan abolisi kepada Tom Lembong tidak berdampak signifikan bagi jalannya pemerintahan dengan alasan, Tom Lembong bukan pimpinan partai atau ketua partai di DPR yang bisa mengonsolidasikan kadernya mengkritisi atau menolak kebijakan pemerintah.

Artinya kebijakan progresif Prabowo memberikan amnesti dan abolisi ini murni diproyeksikan untuk kepentingan Indonesia, untuk kestabilan politik, menjaga kepercayaan publik terhadap hukum, rekonsiliasi nasional dan upaya memperkokoh persatuan nasional.

Hal ini dikonfirmasi oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang dikenal sangat dekat dengan Presiden Prabowo, memberikan usulan bahwa memberikan amnesti dan abolisi adalah untuk kepentingan bangsa dan negara.

Adapun prakondisi terbitnya amnesti dan abolisi ini adalah ketika Dasco berkomunikasi dengan para akademisi, aktivis dan tokoh masyarakat untuk mendengar, memahami dan mendalami kasus Hasto dan Tom Lembong sebelum akhirnya memberikan usulan serta masukan terhadap Presiden Prabowo dalam pertimbangan mengeluarkan amnesti-abolisi.

Di mana pada kasus Hasto terdapat amicus curiae (sahabat peradilan) dari 23 akademisi yang selama ini memiliki rekam jejak yang baik di mata publik, di antaranya ada nama Franz Magnis-Suseno (Romo Magnis) dan mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman.

Sementara terkait kasus Tom Lembong, Dasco mendalami persoalan dengan berdiskusi dengan para aktivis, yaitu Rocky Gerung, Jumhur Hidayat, hingga Syahganda Nainggolan. 
 
Juga pada kerangka substansi selain alasan persatuan nasional, pemberian amnesti dan abolisi yang diberikan Presiden Prabowo terhadap Hasto dan Tom Lembong adalah upaya memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Alasannya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi di era kepresidenan Prabowo akan menguat.

Persepsi masyarakat terhadap sosok Prabowo sebagai pemimpin yang demokratis dan tidak anti terhadap kritik serta perbedaan pandangan tidak serta merta membuat mereka akan ditarget untuk dipidanakan atau dicari-cari kesalahannya yang berujung pada kriminalisasi politik.

Pada titik ini tentu Presiden Prabowo telah melihat jauh ke depan bahwa penegakan hukum di Indonesia sejatinya tidak boleh didasarkan pada sentimen dan asumsi tapi dengan sifat objektif yang bertumpu pada nilai-nilai keadilan, kebajikan dan kebijaksanaan. rmol news logo article

*Wakil Ketua Komisi XIII DPR
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA