Muktamar PPP dan Titik Balik Saudagar Muslim

OLEH: MIFTAHUL ARIFIN*

Sabtu, 21 Juni 2025, 23:17 WIB
Muktamar PPP dan Titik Balik Saudagar Muslim
Miftahul Arifin/Ist
PARTAI Persatuan Pembangunan (PPP) akan segera menggelar muktamar. Agenda rutin lima tahunan kali ini terasa berbeda, berlangsung dalam situasi krisis eksistensial. 

Setelah Pemilu 2024 yang penuh ketidakpastian dan PPP gagal melampaui ambang batas parlemen. Krisis kepercayaan publik, konflik internal, dan minimnya inovasi politik membuat PPP terpuruk jauh dari kejayaan masa lalu. 

Gagalnya PPP menembus Senayan pada Pemilu 2024 menandai krisis legitimasi politik dan semakin menegaskan bahwa PPP kehilangan daya tarik di tengah umat.

Sebab itu muktamar mendatang seharusnya bukan hanya sekadar menjadi ajang suksesi kekuasaan di internal partai. Namun harus menjadi titik balik narasi dari simbolisme ke substansi, dari masa lalu ke masa depan, dari nostalgia ke relevansi. 

PPP mesti berani keluar dari jebakan romantisme sejarah. Transformasi politik tidak cukup hanya dilakukan melalui slogan atau kampanye, tetapi dengan reformasi gagasan dan reposisi strategi. Salah satunya adalah membuka kanal dialog dan keterlibatan yang sungguh-sungguh dengan ekosistem ekonomi umat.

Di jaman Rasulullah SAW, para saudagar memegang peranan penting dalam Pembangunan ekonomi umat. Sahabat Nabi seperti Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan adalah contoh konglomerat yang mengabdikan hartanya untuk dakwah, pendidikan, pengentasan kemiskinan, dan pembebasan budak. Mereka adalah contoh konkret bagaimana kekuatan ekonomi menjadi pondasi kekuatan sosial dan politik.

Demikian pula sejarah Islam di Nusantara mencatat, saudagar Muslim seperti Haji Samanhudi memainkan peran strategis dalam mengisi ruang ekonomi dan mempengaruhi arah politik. Bahwa kekuatan politik umat tidak pernah berdiri sendiri. 

Ia senantiasa berkelindan dengan kekuatan ekonomi yang dipikul oleh para saudagar Muslim. Persinggungan antara masjid dan pasar bukan sekadar metafora, melainkan realitas sosiologis yang menopang gerak umat dalam memperjuangkan eksistensi dan martabatnya.

PPP sebagai partai politik berideologi Islam satu-satunya di Indonesia, jika ingin kembali menjadi rumah besar umat Islam yang bermartabat dan mandiri harus membangun aliansi yang kuat dengan kalangan saudagar muslim adalah sebuah keharusan, bukan lagi pilihan. 

Karena kebangkitan politik Islam harus ditopang dengan kekuatan ekonomi, begitupun sebaliknya. Dan kebangkitan saudagar Muslim juga membutuhkan kanal politik yang bersih, inklusif, dan berpihak pada kemandirian umat. 

Mencuatnya tokoh seperti Andi Amran Sulaiman dan Haji Isam ke gelanggan politik PPP merupakan simbol kembalinya kekuatan saudagar muslim. Keduanya mewakili figur pengusaha sukses yang memahami realitas ekonomi umat, punya kapasitas manajerial yang mumpuni, dan jaringan luas di luar lingkaran elite politik lama. Mereka memahami logika pasar dan investasi, tetapi juga memiliki kepedulian terhadap nilai-nilai keislaman dan keumatan. 

Dalam lensa teori neopluralisme ekonomi politik, tokoh seperti Amran Sulaiman dan Haji Isam mencerminkan elite fungsional yang memiliki kapital ekonomi dan teknokratis, yang jika diarahkan ke dalam partai politik, dapat memperkuat efektivitas partai dalam menjangkau realitas masyarakat produktif.

Mereka inilah saudagar Muslim modern, aktor ekonomi yang tidak hanya sekedar mencari keuntungan semata, melainkan juga mendorong nilai etika bisnis, keberpihakan sosial, dan integritas dalam pembangunan. 

Munculnya dua figur pengusaha Muslim nasional ini dalam orbit PPP menjadi sinyal penting bahwa masa depan politik umat harus berpadu dengan kekuatan ekonomi umat. Dalam hal ini, gagasan mengonsolidasikan politik umat dan ekonomi umat menjadi sangat relevan. Dan Muktamar adalah momentum terbaik untuk memulainya.

Saudagar Muslim Kembali ke Panggung

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kini berdiri di persimpangan sejarah. Di tengah persiapan menghadapi muktamar, partai berlambang Kabah ini menghadapi tantangan eksistensial apakah PPP akan terus menjadi simbol warisan politik Islam masa lalu, atau justru bertransformasi menjadi kekuatan baru umat yang mampu menyatukan visi religius dan ekonomi?

Salah satu sinyal perubahan penting muncul dari wacana keterlibatan tokoh-tokoh saudagar Muslim dalam barisan PPP. Dalam hal ini Amran Sulaiman dan Haji Isam mencuat dalam diskusi publik, membawa harapan akan kebangkitan PPP sebagai partai politik yang tidak hanya berbicara moralitas, tetapi juga mengartikulasikan kepentingan ekonomi umat secara konkret. 

Umat Islam Indonesia membutuhkan partai yang bukan hanya religius secara simbolik, namun juga kuat secara ekonomi dan politik.

Munculnya Amran Sulaiman dalam orbit PPP yang disebut-sebut sebagai figur potensial sebagai calon ketua umum dinilai memiliki kombinasi ideal latar belakang teknokratik, pengalaman birokrasi, serta jejaring ekonomi yang kuat di kawasan Indonesia Timur dan Indonesia Tengah. 

Ia juga dikenal dekat dengan kalangan pesantren dan petani. Dua segmen ini penting dalam basis historis PPP.

Kehadiran saudagar muslim dalam orbit PPP adalah refleksi dari upaya yang lebih besar untuk mensintesiskan nilai-nilai keislaman dengan realitas ekonomi kekinian. 

Ini bukan sekadar tentang uang atau kekuasaan, melainkan tentang bagaimana Islam dapat memberikan solusi komprehensif bagi problematika umat, baik di bidang spiritual maupun material.

Kolaborasi antara PPP dan saudagar Muslim bukan hanya strategi elektoral, melainkan ikhtiar peradaban. Momentum membangun ekosistem partai yang tidak hanya kuat secara elektoral, tetapi juga mandiri secara finansial dan produktif secara ekonomi. 

Bilamana PPP mampu memadukan spirit dakwah, kekuatan massa santri, dan jejaring saudagar muslim, maka ini tidak hanya menyelamatkan PPP dari ambang batas parlemen, namun juga membuka jalan menuju kebangkitan politik umat yang sesungguhnya.

Bagi PPP, keberhasilan rekonsiliasi antara "masjid" dan "pasar" akan sangat menentukan relevansi dan keberlangsungan partai di masa depan. Sekaligus juga kesempatan untuk menunjukkan bahwa partai Islam tidak hanya mengurus masalah ibadah, tetapi juga mampu menciptakan kemakmuran, keadilan ekonomi, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, dengan tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah yang berorientasi pada kemaslahatan umat.

Waspadai Operasi Sunyi

Muktamar PPP yang akan datang sejatinya adalah momen emas untuk membalik keadaan. Menguatnya nama Amran Sulaiman, yang juga merupakan Menteri Pertanian sekaligus saudagar muslim sukses, sebagai calon ketua umum menimbulkan pro kontra di internal PPP. 

Dalam beberapa minggu terakhir, publik disuguhkan dengan berbagai narasi internal PPP yang seolah penuh konflik, wacana muktamar diperdebatkan, elit partai terpolarisasi, dan media sosial dipenuhi komentar-komentar yang memantik persepsi negatif.

Apa yang terjadi jika sebuah partai Islam tua yang dianggap nyaris tenggelam tiba-tiba diminati dua tokoh besar saudagar muslim nasional? Panik. Itulah yang sedang terjadi sekarang. 

Ketika nama Amran Sulaiman dan Haji Isam mulai dikaitkan dengan PPP, sebuah operasi komunikasi yang masif, rapi, dan destruktif langsung digerakkan. Sasarannya jelas: membuat PPP tampak tidak layak, gaduh, dan tidak menarik.

Dari sudut pandang Framing Theory dalam komunikasi politik dari Robert Entman bahwa, media dan aktor politik dapat mengarahkan bagaimana suatu isu dipersepsikan publik bukan dengan memalsukan fakta, tetapi dengan memilih sudut pandang yang ditonjolkan. Dalam hal ini narasi yang terus diputar di antaranya "PPP tidak solid", "PPP ribut soal muktamar", “PPP pecah faksi" Dan "PPP tidak punya arah". 

Media digiring untuk memfokuskan lensa pada keretakan, bukan pada upaya konsolidasi. Hal yang wajar sebenarnya jika di internal partai itu sedang berdinamika, karena semua partai itu punya dinamika masing-masing. 

Tapi dengan framing yang terus-menerus, publik dan lebih penting lagi, Amran Sulaiman dan H. Isam diberi kesan bahwa PPP bukan tempat yang kondusif untuk bergabung.

Bila ditelusuri lebih dalam, muncul pertanyaan penting: mengapa konflik internal PPP tiba-tiba begitu massif terekspos di media? Apakah ini bagian dari operasi senyap yang sedang digencarkan untuk satu tujuan besar menggagalkan masuknya Amran Sulaiman dan Haji Isam ke tubuh PPP. 

Dalam kacamata komunikasi politik, ini bukan dinamika biasa. Ini adalah operasi propaganda yang sistematis. 

Dalam kontek ini juga propaganda dijalankan. Dalam pandangan teori propaganda politik Harold Lasswell disebut Name calling yaitu memberi label negatif pada PPP seperti “tidak solid”, “pecah”, atau “tidak punya masa depan.

Propaganda ini bukan untuk menjatuhkan PPP semata, melainkan untuk menghalangi momentum masuknya figur transformasional yang bisa menghidupkan mesin politik Islam moderat.

Selain itu, kehadiran saudagar muslim di PPP bisa menyulut kebangkitan partai Islam yang modern, bermodal, dan strategis. Maka wajar jika berbagai pihak khawatir dan ketakutan termasuk kelompok oligarki lama. 

Kekhawatiran mereka jelas masuknya figur seperti Amran Sulaiman atau Haji Isam dapat menjadikan PPP sebagai partai Islam yang mandiri, tidak bisa dikendalikan, dan berpotensi memperjuangkan kebijakan pro ekonomi umat yang selama ini bertabrakan dengan kepentingan oligarki lama. 

Oligarki butuh partai yang bisa dikontrol, bukan yang berani dan independen. Mereka ingin partai Islam tetap simbolik bicara akhlak dan moral, tapi diam soal ketimpangan ekonomi. PPP yang bangkit bersama saudagar Muslim adalah mimpi buruk bagi struktur “Oligarki” lama. 

Karena itulah, operasi senyap untuk menggagalkan langkah Amran Sulaiman atau H. Isam bisa dilakukan. Ini menjaga agar PPP tetap steril dari kekuatan alternatif. Dan bagi para oligarki serta penjaga sistem lama, politik Islam yang kuat, modern, dan bebas dari kendali mereka adalah ancaman eksistensial.rmol news logo article

*Penulis adalah Koordinator Nasional Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA