Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Prabowonomics vs Dengism: Catatan atas Kuliah Raymond Thomas Dalio

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-syahganda-nainggolan-5'>DR. SYAHGANDA NAINGGOLAN</a>
OLEH: DR. SYAHGANDA NAINGGOLAN
  • Selasa, 11 Maret 2025, 18:49 WIB
Prabowonomics vs Dengism: Catatan atas Kuliah Raymond Thomas Dalio
Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan/RMOL
PRABOWO Subianto mengundang investor global Raymond Dalio memberi kuliah di Istana Kepresidenan beberapa hari lalu. Ray (Raymond) menjelaskan bahwa situasi Indonesia saat ini tepat pada posisi potensial untuk tinggal landas dan dalam leadership yang tepat, meski harus mengatasi beberapa tantangan.
Selamat Berpuasa

Situasi tersebut terkait utang Indonesia yang masih rendah, kemampuan untuk mendapatkan support investor asing dan segala potensi ekonomi lainnya yang baik. Namun, beberapa tantangan seperti korupsi dan birokrasi yang lamban, harus dapat diatasi. Ray melihat bahwa Prabowo memiliki kemampuan untuk menjalankan transformasi, karena sosok Prabowo mirip Deng Xiaoping di China, katanya.

Jika kita melakukan searching tentang "Ray dan Deng Xiaoping", ternyata Ray telah berulang kali menyebut kepemimpinan Deng Xiaoping sebagai referensi penting bagi kesuksesan sebuah negara untuk maju. Pada tahun 2023, Ray menyematkan hal itu pada Perdana Menteri India, Narendra Modi, dan pada tahun 2024 terhadap Pangeran MBS, Saudi Arabia.

Ray yang mengklaim pernah berinteraksi dengan Deng, tentu melihat jalan Deng adalah jalan yang tepat untuk sebuah kemajuan. Meskipun Deng adalah tokoh RRC era 80-90 an, namun dalam analisa kontemporer, Ray memasukkan point perubahan teknologi, khususnya artificial intelligent, sangat penting dimasukkan sebagai unsur analisis saat ini.

Prabowo dan Deng Xiaoping tentu mempunyai kesamaan, sebagaimana imajinasi Ray. Namun, keduanya juga tentunya berbeda. Begitu pula latar belakang persoalan negara yang sedang mereka hadapi, baik internal maupun internasional.

Dengism adalah sebuah istilah yang disematkan untuk pandangan politik dan ekonomi Deng. Beberapa hal yang penting untuk diketahui dari Dengism adalah Pertama, Deng menolak "class struggle".

Berbeda dengan Mao Zedong, pemimpin revolusi China, yang taat pada ajaran Marxisme -Leninisme, yakni perjuangan kelas sampai terwujudnya kekuasaan kaum proletar (popular Masses di Cina), Deng melihat bahwa untuk kemajuan bangsa China hanya bisa dicapai dengan berkompromi kepada sistem kapitalis.

Perjuangan ala Mao yang membuat terbunuhnya puluhan juta rakyat China, karena kelaparan (famine 1958-62), merubah cara pandang Deng terhadap jalan Komunisme.

Menurutnya, komunisme harus diubah menjadi sosialisme berkarakter China, yakni mengadopsi cara-cara kapitalis dalam pembangunan. Deng, yang berkuasa sejak 1978, dengan strategi "Reform and Opening Up" membangun kota-kota tepi pantai selatan secara besar-besaran sebagai kota kota kapitalis. Pembangunan pedesaan yang berbasis komunal direformasi menjadi berbasis keluarga.

Teknologi dimajukan. Internasional politik dan ekonomi dibuka. Namun, cara kapitalis ini dikontrol oleh Partai Komunis China alias negara komunis. Sehingga, dikenal sebagai state-capitalism.

Prabowo dan Deng yang tidak anti kapitalis itu, keduanya berasal dari ideologi sosialisme. Namun, kaderisasi Prabowo berada ditangan bapaknya, merujuk pada berbagai statement adiknya, Hashim Djojohadikusumo, sebaliknya Deng Xiaoping mengalami kaderisasi dalam organisasi Partai Komunis China. Hal ini membuat kepemimpinan Prabowo lebih individualistik, sedangkan Deng lebih kolektif.

Kedua, Prabowo dan Deng mempunyai kesamaan mencintai petani, sebagai basis perjuangan. Namun, keduanya berbeda arah. Prabowo meyakini bahwa kolektivisme di pedesaan harus menjadi kekuatan petani.

Ini tercermin dari langkah terkini Prabowo membangun 70.000 koperasi di desa. Sebaliknya, Deng, karena trauma dengan kolektivisme era Mao, menghilangkan basis-basis komunal termasuk mengecilkan koperasi di pedesaan. Deng bahkan memberi kesempatan kapitalis masuk ke pedesaan.

Ketiga, Prabowo dan Deng sama-sama ragu soal demokrasi. Pada awal kepemimpinannya Deng Xiaoping mulai memberikan kebebasan kampus-kampus untuk mengkritisi pemerintah. Namun, pada tahun 1989, setelah 11 tahun berkuasa, Deng Xiaoping melakukan pembantaian Tiananmen, dengan ribuan korban, ketika mahasiswa berdemonstrasi.

Kejadian ini sebagai tanda kekerasan negara mulai diberlakukan. Prabowo Subianto sendiri sering terlihat ragu, terkadang merespon kritik, seperti kasus pembatalan kenaikan PPN 12 persen, namun di sisi lain mengejek "ndasmu" kepada pengkritiknya.

Keempat, Prabowo dan Deng Xiaoping memikirkan rencana jangka panjang untuk membuat negaranya menjadi negara besar. Keduanya bukan pencuri. Keduanya anti koruptor. Keduanya tidak terjebak pada nepotisme keluarga, seperti Jokowi, dan lain-lain. Namun, Deng, memastikan regenerasi kepemimpinan dalam jalur partai.

Sebaliknya, Prabowo, akan banyak bersandar pada militer. Terlihat dari rencana penempatan ratusan militer pada program sipil.

Meskipun Prabowo adalah contoh teladan pemimpin yang membangun partai politik sebagai alat perjuangan, namun belum terlihat upaya Prabowo membuat partainya menjadi instrumen utama perjuangan ideological.

Kelima, Prabowo dan Deng Xiaoping adalah pemimpin besar yang diakui pada level dunia. Namun, keduanya berbeda dalam urusan agama. Meskipun Deng Xiaoping menghapus pasal pelarangan agama di era Mao Zedong, dia tidak pernah menyandarkan agama dalam ideologinya.

Sebaliknya, Prabowo memasukkan berbagai sistem kebaikan yang bersumber dari agama dalam ideologinya. Bahkan, dalam berbagai pidatonya, Prabowo memasukkan kata-kata Allah SWT sebagai sumber kepastian tertinggi.

Penutup

Penyamaan Prabowo dan Deng Xiaoping yang dilontarkan konglomerat investor guru Raymond Thomas Dalio, di istana Presiden RI beberapa hari lalu, memberi kita kesempatan untuk melihat Indonesia di tangan Prabowo ke depan, dengan membandingkan kedua sosok tersebut.

Semua manusia di bumi ini melihat perkembangan China 100 tahun terakhir sangat menakjubkan. China menjadi salah satu negara terkaya di dunia, sekaligus negara paling adil untuk rakyat mereka. Sebaliknya, Indonesia selama ini negara paling kejam terhadap rakyatnya, namun paling memanjakan elite penguasa.

Apakah ditangan Prabowo, negara ini akan berguna untuk rakyatnya? Apakah "Kabur Dulu Aja" bisa berbalik? Apakah gaji-gaji miliaran elite BUMN bisa didekatkan besarnya dengan gaji-gaji lepas makan kaum buruh pabrik?

Semoga pandangan Ray Dalio atas kepemimpinan Prabowo bisa benar dan mewujudkan cita-cita pendiri bangsa, yakni kemakmuran untuk semua orang. rmol news logo article

Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA