Hingga saat ini, Presiden Jokowi belum menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) terkait pemindahan Ibukota.
Jokowi sendiri menegaskan bahwa perpindahan ini tidak akan dipaksakan jika segala aspek kesiapan belum terpenuhi, termasuk infrastruktur, sistem pendukung, hingga fasilitas vital seperti listrik, rumah sakit, dan sekolah.
Namun, keraguan terus membayangi rencana ini, terutama mengingat sejumlah kendala yang belum terselesaikan.
Salah satu hambatan utama adalah proyek-proyek infrastruktur yang belum rampung, seperti Jalan Tol IKN. Tiga seksi utama tol, yakni Seksi 3A, 3B, dan 5A, dijadwalkan selesai secara fungsional pada Desember 2024, tetapi penyelesaian penuh beserta interchange baru diproyeksikan selesai pada Juni 2025.
Hal ini berarti, hingga akhir 2024, akses utama ke dan dari IKN masih dalam tahap pengerjaan. Padahal, akses jalan tol yang optimal menjadi salah satu elemen penting bagi keberhasilan operasional kota baru ini.
Tidak hanya itu, biaya pembangunan jalan tol ini juga membengkak, dengan estimasi biaya mencapai Rp305 miliar per kilometer. Angka ini menambah beban anggaran pemerintah yang semakin besar di tengah berbagai proyek besar lainnya yang juga sedang berlangsung. Apabila proyek ini terus tertunda, ada potensi pembengkakan biaya lebih lanjut yang bisa menjadi beban fiskal di masa depan.
Tambahan Kantor Kementerian di IKN Belum AdaDi sisi lain, persoalan jumlah kantor menteri juga menjadi tantangan. Infrastruktur perkantoran yang dibangun di IKN saat ini didasarkan pada komposisi kabinet era Jokowi, yakni 36 rumah tapak untuk menteri dan 4 gedung Kemenko.
Namun, ada kemungkinan kabinet di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran akan lebih besar, terutama setelah disahkannya revisi UU Kementerian Negara yang menghapus batas jumlah kementerian.
Hal ini tentu membutuhkan penyesuaian infrastruktur yang berpotensi meningkatkan biaya tambahan lagi. Sementara, belum ada komunikasi yang jelas antara Kementerian PUPR dan Prabowo terkait rencana ini, sehingga semakin menambah ketidakpastian.
Dalam hal ini, pemerintah dan DPR yang akan datang harus berani menyelidiki motivasi pembangunan IKN dan perencanaannya yang terkesan tidak proper. Terlalu banyak hal yang tergantung hanya pada satu arah kebijakan, yaitu dari Presiden Jokowi, tanpa memperhitungkan secara matang implikasi jangka panjangnya.
Apakah perpindahan ini benar-benar berlandaskan kebutuhan strategis bangsa, atau lebih kepada ambisi politik semata?
Pemborosan anggaran yang terjadi selama proses ini perlu diawasi lebih ketat. Jika perpindahan IKN gagal terjadi hingga akhir masa jabatan Jokowi pada Oktober 2024, ada risiko besar bahwa proyek ini akan terhenti, atau bahkan tidak dilanjutkan oleh pemerintah berikutnya.
Hal ini tidak hanya menciptakan ketidakpastian, tetapi juga menambah beban ekonomi bagi Indonesia yang sedang berusaha bangkit dari berbagai krisis.
Prediksi Dampak jika Keppres IKN Tidak Terbit di Era JokowiJika Keppres IKN tidak terbit hingga akhir masa jabatan Jokowi, dampaknya pada investor akan signifikan. Ketidakpastian ini akan menciptakan kekhawatiran di kalangan investor yang sudah berkomitmen atau berniat menanamkan modal mereka di IKN.
Para investor umumnya membutuhkan kepastian hukum dan kepastian eksekusi proyek, terutama pada proyek berskala besar seperti IKN.
Ketika Keppres IKN tertunda, banyak investor potensial mungkin akan menunda atau bahkan menarik komitmen mereka, mengingat ketidakpastian dalam kepemimpinan berikutnya. Pergantian pemerintahan yang membawa arah kebijakan berbeda juga bisa memicu kekhawatiran bahwa proyek ini akan terbengkalai, atau bahkan dihentikan sama sekali.
Investor internasional, khususnya, sangat sensitif terhadap stabilitas politik dan regulasi, dan tanpa kepastian ini, ada kemungkinan mereka memilih untuk mengalihkan modal ke proyek-proyek lain yang lebih aman dan memiliki jaminan keberlanjutan.
Di sisi lain, proyek-proyek infrastruktur yang tengah berlangsung juga berpotensi tersendat. Jika investor besar mulai ragu, dana untuk menyelesaikan proyek-proyek pendukung seperti jalan tol, kantor pemerintahan, dan fasilitas lainnya mungkin tidak akan tersedia tepat waktu.
Ini akan semakin memperburuk kondisi proyek IKN, memperpanjang
timeline dan meningkatkan biaya, yang pada akhirnya bisa menjadi beban anggaran lebih besar bagi negara.
Singkatnya, jika Keppres IKN tidak diterbitkan di masa pemerintahan Jokowi, risiko kegagalan menarik dan mempertahankan investasi akan semakin tinggi. Ini juga bisa berdampak pada citra Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, yang ingin menarik investor melalui proyek-proyek ambisius seperti IKN.
Ketidakpastian ini harus segera diselesaikan agar tidak mengganggu rencana strategis dan merusak kepercayaan publik maupun swasta terhadap stabilitas kebijakan nasional.
Pemerintah yang akan datang perlu lebih transparan dalam mengevaluasi rencana perpindahan ini. Tanpa penyelidikan dan perencanaan yang jelas, proyek ambisius ini berisiko menjadi beban tambahan bagi anggaran negara tanpa memberikan manfaat yang sepadan bagi rakyat.
Penulis adalah Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta
BERITA TERKAIT: