Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pilkada Mengajarkan Koalisi Permanen Berjenjang Muskil

OLEH: AHMAD NURI*

Jumat, 30 Agustus 2024, 13:28 WIB
Pilkada Mengajarkan Koalisi Permanen Berjenjang Muskil
Pilkada Serentak 2024/Ist
PILKADA Serentak 2024 sudah di depan mata. Sebagai konsekuensinya maka sudut jalanan serta pepohonan akan dihiasi kembali oleh deretan gambar para kandidat. 
HUT 79 RI

Konsekuensi positif yakni terserapnya lapangan kerja sementara bagi para petugas pemilu di level kecamatan yang berada dibawah koordinasi KPU maupun Bawaslu. 

Selain itu, masyarakat umum, khususnya yang secara kebetulan tidak memiliki profesi tetap juga akan mengemban setumpuk amanah musiman.

Misalnya menjadi tim sukses dalam rangka mengajak serta mensosialisasikan visi serta keunggulan paslon masing-masing, hingga tugas teknis berkenaan pemasangan dan penyebaran berbagai atribut seperti kaos dengan foto pasangan calon maupun atribut lain semacam  stiker, spanduk, baliho, dan pamflet berbagai ukuran.
 
Hampir dipastikan semua pihak dari berbagai level akan mengalami kesibukan luar biasa. Interaksi tidak lagi menjadi simbolik bila semakin banyak pihak ambil bagian atau terpanggil untuk terlibat langsung dalam pilkada.
 
Fakta Pilkada


Pilkada pada dasarnya adalah mekanisme politik untuk melahirkan calon pemimpin daerah. Dalam tataran pelaksanaan, mekanisme politik itu bisa menghadirkan dua peristiwa sekaligus. Yakni peristiwa politik dan peristiwa sosial dengan batas yang samar.

Pilkada bukanlah instrumen untuk menciptakan raja-raja kecil. Melainkan instrumen untuk melahirkan para pemimpin yang menjadi sub ordinat atau kepanjangan tangan kepemimpinan nasional. 

Dikatakan kepanjangan tangan karena Indonesia merupakan negara kesatuan. Cita-cita daerah haruslah menjadi bagian integral cita-cita nasional. 

Sedangkan adanya representasi wajah daerah yang beragam mencerminkan bahwa pilkada memang memiliki  keunikan baik dalam latar nuansa maupun dalam tataran isu yang membedakannya dengan hajat besar lain seperti pilpres.
 
Memori kolektif masing-masing daerah tentang pilkada juga berbeda-beda. Masyarakat Jakarta akan tertuju pada politik identitas sebagai suatu narasi politik kontemporer yang sempat mendidihkan suhu politik ibu kota. 

Lain dengan Jakarta, daerah-daerah seperti Banten dan beberapa daerah lain di pulau Jawa misalnya akan memanggungkan  soal dinasti politik sebagai narasi inti.  

Sementara itu, nuansa kekeluargaan serta keakraban biasanya akan lebih kental terasa dalam pilkada. 

Hal itu terjadi karena biasanya calon kepala daerah merupakan produk lokal yang namanya sering didengar, wajahnya sering dilihat (secara langsung) dan bahkan tidak sedikit diantaranya memiliki keterkaitan sebagai sahabat atau terikat hubungan keluarga. 

Belum lagi bila kita melihat fakta peta politik didaerah yang semrawut luar biasa dimana satu keluarga bisa tergabung dengan dua atau bahkan tiga partai berbeda (anak partai A, ibu partai B, ayah partai C, besan partai D). 

Fenomena semacam ini menjadi salah satu di antara sekian alasan yang membuat peta koalisi nasional sangat sulit diseragamkan dengan peta koalisi di daerah. 

Nasib Koalisi Berjenjang

Bila koalisi berjenjang saja sulit diwujudkan, maka koalisi permanen yang terbangun diatas fondasi ideologi dan kesatuan visi juga sudah pasti sulit diwujudkan. 

Ketiadaan relasi berjenjang yang terbangun antar parpol di Indonesia menyebabkan dinamika politik kerap menghadirkan hal-hal tak terduga. 

Dampak buruknya ialah proses politik tersandera oleh kepentingan sempit pragmatis atau bahkan kepentingan bersifat privat. 

Di lain pihak, formasi politik semacam ini menjadi semacam tanda bahwa Indonesia memang memiliki keunikan yang tidak hanya terlihat dalam aspek budaya, melainkan juga merembet dalam ranah politik. 

Terlepas dari motifnya, Koalisi Indonesia Maju (KIM) kelihatannya sudah berupaya sekuat tenaga untuk mewujudkan adanya suatu koalisi berjenjang diseluruh wilayah namun semua itu terbukti sulit untuk dicapai.
    
Mungkin suatu hari nanti Indonesia memerlukan adanya satu konsensus menyeluruh antar parpol agar basis kerjasama yang dibangun berdiri diatas kesamaan visi serta komitmen jangka panjang yang dapat dimulai dari penataan kelembagaan. 

Tujuannya agar Indonesia secara keseluruhan memiliki semacam panduan, sekurang-kurangnya untuk mengiventarisir sasaran pembangunan minimum di masa depan. 

Tetapi sekali lagi upaya itu harus terlebih dahulu dihadapkan pada fakta heterogintas sosial dan wajah politik kita yang cenderung semi-liberal sehingga mengupayakan penyatuan koalisi kohesif tidak sangat muskil untuk diwujudkan.rmol news logo article

*Penulis adalah Wakil Ketua PP GP Ansor

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA