Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Marhaban Ya Ramadan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-syahganda-nainggolan-5'>DR. SYAHGANDA NAINGGOLAN</a>
OLEH: DR. SYAHGANDA NAINGGOLAN
  • Sabtu, 09 Maret 2024, 13:57 WIB
Marhaban Ya Ramadan
Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan/RMOL
LAUREN Booth tak tahan menahan kebenciannya terhadap Islam ketika mengunjungi sebuah rumah miskin di Palestina. Sebagai jurnalis dan artis Inggris, dia ke sana antara 2008-2009 sebagai aktivis kemanusian dan jurnalis.

Ketika Israel melarang dia terbang kembali ke Inggris, sebagai hukuman atas aktivitasnya, dia berkesempatan berinteraksi dengan rakyat Palestina. Di rumah orang miskin tersebutlah Booth marah, karena perempuan yang menerima kunjungan dia sedang berpuasa.

Perempuan Palestina yang menerima Booth hidup dalam kemiskinan absolut. Bahkan lebih miskin dari semua orang miskin yang ada di Indonesia. Dia sedang berpuasa.

Hanya ada beberapa plastik makanan yang dipersiapkan untuk berbuka dan sedikit air. Booth berpikir kejamnya Tuhan orang-orang Islam, menyuruh orang miskin berpuasa, menahan lapar, padahal sudah kelaparan.

Anehnya bagi Booth, perempuan Palestina itu terus-menerus tersenyum dan memberikan makanan kepadanya sebagai tamu.

"Kamu adalah tamu, kami harus menghormati tamu," terang dia ke Booth.

Kemarahan Booth tidak tertahan, sehingga dia menumpahkannya dalam sebuah pertanyaan ke wanita Palestina itu: Kenapa kamu berpuasa?"

Perempuan Palestina itu menjawab, "saya berpuasa untuk mengingat nasib orang-orang miskin". Booth akhirnya tak tahan mendengar jawaban itu.

Dalam hatinya berbisik, seandainya puasa ini ajaran Islam, maka saya akan memeluk agama Islam. Akhirnya Laurens Booth, adik ipar Tony Blair, Perdana Menteri Inggris 1997-2007 dan Dewan Penasihat Ibukota Negara Indonesia (IKN), menyatakan masuk Islam pada tahun 2010.

Kemiskinan ternyata bukanlah akhir dari kemuliaan hidup. Kisah di Palestina itu menunjukkan bagaimana manusia dapat menjadi seperti "baja", tahan terhadap penderitaan, hidup dalam kesabaran dan menjunjung tinggi kehormatan hidup. Meski puluhan tahun dijajah Israel, mereka tetap menjadi manusia.

Berbeda dengan di Indonesia. Kemarin malam, Abdul Rasyid, mantan Staf Khusus Menko Perekonomian era Hatta Rajasa bertemu saya di sebuah kafe di Tebet. Dia menceritakan pengalamannya sebagai caleg partai tertentu, tahun ini di Medan.

Malam sebelum pemilihan umum 14 Februari 2024 lalu, katanya, rakyat bagaikan pengemis menunggu para caleg membagikan uang. Satu keluarga yang dikenalnya, dapat uang Rp2,1 juta, untuk 7 pemilih. Artinya satu suara pemilih mendapat Rp300 ribu. Ketika keluarga itu ditelepon, mereka sedang liburan di Danau Toba, menghabiskan uang hasil panen pemilu.

Pasaran suara perorang berkisar Rp50.000-150.000. Jika paket DPR Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota, maka seorang pemilih bisa dapat Rp150.000-450.000. Ada juga yang kebagian Rp500.000 per orang.

Rasyid yang menjadi ketua tim saya di 2009, ketika saya caleg dari Golkar, mengatakan tahun ini lebih buruk dari semua tahun pemilu. Banyak petahana yang tumbang karena tidak memprediksi mahalnya harga "menyuap" rakyat.

Perkataan Rasyid ini sudah dikabarkan Romahurmuziy alias Romy, tokoh PPP, seminggu lalu. Dia mengatakan politik uang sudah gila-gilaan. Pragmatisme rakyat tidak terkendali lagi. Manusia Indonesia hancur tanpa idealisme, artinya tanpa kehormatan.

Hancurnya mentalitas rakyat atau manusia Indonesia saat ini terjadi karena penjejalan konsolidasi pemilu. Pragmatisme rakyat muncul karena patriotisme dinihilkan dan "pork barrel politics" (politik gentong babi) diutamakan. Kekuasaan diperebutkan dengan tanpa moral, tanpa cita-cita dan tanpa idealisme. Yang penting menang. Rakyat harus disuap.

Seratus juta rakyat miskin Indonesia saat ini menjadi manusia hina. Mereka menjadi korban pemilu. Kecurangan pemilu yang bersifat TSM (Terstruktur, Sistematis dan Masif), yang berbasis pada iming-iming, seperti uang bansos Rp600.000 yang dijanjikan cair sebelum pilpres itu, ternyata membuat rusak korteks otak, rusak jiwa, rusak mental, dan rusak hati manusia kita.

Penutup

Jiwa manusia adalah pembimbing kehidupannya. Puasa telah membebaskan manusia miskin dari penderitaan lahiriah. Orang-orang Islam di Palestina, seperti yang mengajari Laurens Booth tentang makna puasa, memperlihatkan bahwa kehormatan hidup tidak luntur karena miskin.

Bahkan, ketika mereka sabar dan memiliki keberanian hidup, kemiskinan menjadi bukan persoalan. Mereka dapat menjadi manusia sempurna.

Bangsa Indonesia harus kembali ke ajarannya, khususnya umat mayoritas Islam. Mereka harus melihat ajaran puasa sebagai jalan menuju manusia terhormat. Mereka harus bebas dari ketakutan atas kemiskinan.

Dan elite-elite bangsa jangan lagi melakukan politisasi kemiskinan, politisasi bansos dan mengkuantifisir kemiskinan menjadi "voters". Saatnya elite-elite bangsa membimbing rakyat ke arah yang benar, sebuah kemerdekaan hidup dan patriotisme.

Selamat datang bulan suci Ramadan. Marhaban Ya Ramadan. rmol news logo article

Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA