Di tengah gegap gempita suasana kontestasi politik yang semakin mendekat, tidak dapat dipungkiri bila pers dan media massa menjadi sarana publikasi meluas, dengan daya persuasi bagi setiap aktor politik yang maju ke gelanggang kompetisi nasional.
Karena itu pula, tema yang diangkat pada Hari Pers Nasional kali ini, “
Mengawal Transisi Kepemimpinan Nasional dan Menjaga Keutuhan Bangsa”. Bukan tanpa sebab, karena media dengan daya kapasitas yang dimilikinya, mampu mengkonstruksi agenda menjadi sebuah opini publik.
Dengan begitu, pers perlu kembali kepada prinsip dasar media untuk berimbang dan independen, menempatkan pola verifikasi serta
cover both side.
Tidak mudah, karena media telah berubah sedemikian rupa menjadi sebuah industri. Dalam konteks tersebut kita mendapati bahwa terdapat aspek relasi ekonomi-politik media, yang membuat berbagai pertimbangan pemberitaan akan terkait dengan dua faktor utama tersebut.
Dampak ekonomi dan motif politik, menjadi penyerta bagi kepentingan bisnis media, termasuk selera dari para pemiliknya.
Pada periode turbulensi politik, seperti masa menjelang pemilihan politik kita kerap kali melihat praktik media partisan, dominasi pemberitaan serta
framing yang dipergunakan kerap bertalian dengan arah politik pemilik.
Untuk itu, publik juga semestinya juga dibekali dengan kemampuan literasi, tidak hanya mampu mengakses informasi, tetapi dapat memahami dan mengerti makna dari berita yang disampaikan.
Tersebab hal itu, maka tema HPN 2024 menjadi relevan dan sesuai dengan lingkup kondisi sosial yang dihadapi secara aktual. Media merupakan alat yang merekatkan sendi kebangsaan, serta memastikan proses politik yang dilalui untuk sesuai dengan kaidah nilai etika dasar: kebenaran, kejujuran dan keadilan.
Pers harus berbicara melalui fakta, dan memberikan ruang interpretasi bagi khalayak.
Peran pers menjadi penjaga moral, mewartakan informasi pada khalayak secara utuh, sehingga seluruh proses kehidupan bernegara agar terang dan transparan, menghilangkan ruang transaksi gelap.
Wajah pers dan media diuji kredibilitasnya di masa penuh gejolak seperti saat ini. Pertaruhan yang dimajukan sangatlah besar, menyoal masa depan bangsa. Dan untuk hal itu, tugas, peran serta tanggung jawab pers yang diemban menjadi sedemikian vital.
Cengkraman Teknologi BaruMedia juga berhadapan dengan realitas perubahan. Konvergensi teknologi mengharuskan media tetap survive di era digital. Tata kelola media dengan pengembangan jurnalisme digital perlu dukungan regulasi.
Salah satu yang mengemuka adalah semakin menguatnya peran
platform digital dalam persebaran pemberitaan bagi publik. Untuk itu dorongan peraturan
publisher right menjadi bahan diskusi yang perlu ditindaklanjuti, agar tumbuh kembang media menjadi semakin sehat.
Sebagaimana terekam dalam
Jurnalisme Digital: Pendekatan teknologi baru dalam Teori dan Praktik Jurnalisme, 2024, Rulli Nasrullah dkk, bahwa konteks kebaharuan teknologi membawa jurnalisme pada konteks terkini.
Proses kerja, tata kelola manajemen hingga aspek ekonomi media menjadi berubah, ikut terdistorsi meski pokok fundamental nilai-nilai dasarnya tetap sama.
Kehidupan media menjadi ruang yang setara di dunia maya, proses dalam siklus produksi dan konsumsi informasi dilakukan baik oleh perusahaan media maupun individu. Dengan itu, maka media perlu memiliki kemampuan beradaptasi melalui kolaborasi publik.
Format pemberitaan dengan peran insan pers menjadi
multitasking, dimana sebuah bahan berita harus mampu ditransfer menjadi teks, audio dan video guna memenuhi seluruh bentuk platform digital yang tersedia.
Kompetisi menguat tidak hanya antar kantor berita, tetapi juga dengan peran
influencer berbekal jumlah
followers. Termasuk himpitan perusahaan teknologi media sosial yang raksasa sebagai penyedia
platform digital yang diakses khalayak secara meluas.
Di era di mana kita diidentifikasi sebagai masyarakat informasi dan berjejaring, maka peran media bertindak sebagai medium untuk memastikan data dan fakta. Memisahkan ketercampuran kebohongan dari kebenaran.
Peran kesejarahan media, yang setidaknya dirunut sejak kemunculan
acta diurna pada masa Julius Caesar di era Romawi, telah menciptakan ruang kesetaraan yang demokratis bagi semua, dan untuk itu keberadaan, kemerdekaan serta kebebasan pers dan media nasional perlu diperhatikan, mereka telah mengabdi serta merawat negeri ini. Dirgahayu!
Penulis merupakan Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
BERITA TERKAIT: