Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Berpotensi Jadi Bencana, Ini Untung Rugi TPST Bantargebang

OLEH: BAGONG SUYOTO*

Senin, 06 November 2023, 10:55 WIB
Berpotensi Jadi Bencana, Ini Untung Rugi TPST Bantargebang
TPST Bantargebang terletak di wilayah Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik dan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi/Net
TEMPAT Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang menjadi tempat pembuangan sampah terbesar di Indonesia dan ASEAN, meskipun disampingnya ada TPA dan IPLT Sumurbatu milik Kota Bekasi. Di sini, tumbuh sejumlah pabrik daur ulang dan pengolahan limbah industry/B3 (bahan berbahaya dan beracun). Boleh dikatakan wilayah Bantargebang menjadi salah satu tempat tercemar di dunia.

TPST Bantargebang terletak di wilayah Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik dan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. TPST Bantargebang milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Luasnya 132,5 hektare dibangun 1989. Sekarang sekitar 7.500-7.800 ton per hari sampah DKI dikirim ke sini diangkut sebanyak 1.300 truk.

Wilayah Bantargebang juga menampung sampah Kota Bekasi. Setiap hari sekitar 1.500 ton sampah dikirim ke TPA Sumurbatu. Jadi, keseluruhan sampah yang masuk Bantargebang sekitar 9.500-10.000 ton/hari, didominasi sampah plastik konvesnional.

Data pertambahan volume sampah ke TPST Bantargebang. Tahun 2015 rata-rata sebanyak 6.419,14 ton/hari. Tahun 2016 rata-rata sebanyak 6.561,99 ton/hari. Tahun 2017 rata-rata sebanyak 6.875,49 ton/hari. Tahun 2018 rata-rata sebanyak 7.452,60 ton/hari. Tahun 2019 rata-rata sebanyak 7.702,07 ton/hari. Artinya secara faktual terjadi peningkatan sampah Jakarta yang dikirim ke TPST Bantargebang dalam kurun 4-5 tahun cukup besar.

Jumlah volume sampah akan terus bertambah jika dibiarkan dan tidak diolah secara serius dan profesional akan menimbulkan gunung-gunung sampah, perluasan lahan dengan menggilas pemukiman warga sekitar. Pengelolaan sampah yang buruk akan menimbulkan tragedi kemanusiaan dan lingkungan hidup.

Beberapa kerugian dan bahaya yang akan mengancam masyarakat dan lingkungan hidup sekitar TPST Bantargebang, diantaranya:
Pertama, beban volume sampah makin banyak. Kondisi per 16 Januari 2023 hampir semua zona penuh, rata-rata ketinggian 40-50 meter. Volume sampah masuk ke TPST Bantargebang semakin banyak dan menimbulkan rasa was-was, karena bisa mendatangkan bencana.

Kedua, beban estetika semakin buruk. Sampah yang semakin banyak tidak dipilah, tidak diolah mengambarkan kondisi estetika buruk. Kondisi ini menunjukkan suatu peradaban kuno dan jorok, boleh jadi merendahkan martabat manusia. Jika bicara Bantargebang, maka selalu muncul “image”-nya buruk, jorok, kumuh dikaitkan dengan sampah yang amburadul. Mengapa pengelolaan sampah tidak seperti kawasan industri yang ada hotel berbintang dan tempat wisata yang clean and green?

Ketiga, beban lingkungan semakin berat. Pertambahan volume sampah sekitar 2,2 juta ton sampai 2,7 juta ton per tahun tidak diolah secara signifikan mengakibatkan terjadi pencemaran udara, air permukaan dan dalam serta tanah semakin massif. Pencemaran udara kotor disebabkan oleh operasional TPST, asap dari alat berat dan truk sampah selama 24 jam.

Pengelolaan air lindi belum maksimal pada IPAS I dan II. Apalagi ketika musim hujan, air lindi bercampur air hujan sebagian mengalir ke saluran air menuju kali Ciketing. Selanjutnya bertambah lagi, air hujan bercampur lindi dari TPA Sumurbatu dan limbah tinja IPLT Sumurbatu menuju Kali Asem, Kali Pedurenan, Perumahan Dukuh Zamrud, Perumahan Niagara, Mutiara Gading Bekasi Timur, crossing tol Jatimulya Kalimalang.

Pencemaran air kali mulai dari Bantargebang hingga Jatimulya kini semakin massif. Warnanya hitam pekat dan sangat bau. Jelas di dalam air kali terdapat lindi dari TPST/TPA, tinja dari IPLT, limbah domestik perumahan, limbah pabrik, dan lain-lain.

Pada musim hujan gunung-gunung sampah rawan longsor. Jika terjadi longsor akan menimbulkan malapetaka menelan korban nyawa, seperti kasus sampah longsor di TPA Luewigajah tahun 2005, kasus TPA Bantargebang tahun 2006, dan lain-lain.

Keempat, warga sekitar Bantargebang tekor air bersih layak dikonsumsi. Sebagian uang pendapatan warga digunakan untuk beli air minum (mineral galon), keluarga kecil habis 2-3 galon per minggu, keluarga besar habis 4-5 galon per minggu. Harga air mineral isi ulang Rp 5-6 ribu/galon, yang asli Rp 18-20 ribu/galon. Air tanah sekitar rata-rata sudah tercemar, kadar pH nya tidak normal, bahkan ada yang tercemar logam berat.

Kelima, ancaman kesehatan sangat nyata. Ada 20 penyakit terbesar berdasar data UPTD Kecamatan Bantargebang tahun 2017. Penyakit tersebut, yaitu rangking pertama diduduki ISPA; Dispepsia; Demam yang tidak diketahui; Diare dan Gastroenteritis; Faringitis Akuta; Myalgia; Hipertensi Primer (esensial); Migren dan sindrom nyeri kepala; Artritis lainnya; Gastritis dan duodenitis; Diabetes Mellitus tidak spesifik; kunjungtivitis; Nasofaringitis Akuta (Common Cold); Tonsilitis Akuta; Gangguan lain pada kulit; Pneumonia; Abses; Furunkel; Karbunkel Futan; Varisela/Cacar air; Dermatitis Kontak, dan Rematisme tidak spesifik.

Keenam, lahan pemukiman warga semakin sempit, tergerus perluasan TPA dan industri. Terutama lahan sawah di sekeliling TPST sudah lenyap. Wilayah pemukiman Kelurahan Sumurbatu, Ciketingudik dicengkeram oleh pelebaran TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu, pabrik pengolah limbah industri (B3) dan industri lainnya. Sebagian dari perusahaan tersebut tidak memiliki kelengkapan pengendalian udara, IPAL, sumur pantau, produksi melebihi yang tertuang dalam UKL/UPL, dan lain-lain.

Sejumlah warga Kelurahan Sumurbatu mengakhawatirkan kelurahan itu akan hilang dari peta Kota Bekasi, karena wilayahnya diakupasi untuk kepentingan lain, sementara pemukiman warga hilang dan warganya menyingkir dari tanah kelahirannya. Para tetua wanti-wanti jangan sampai Kelurahan Sumurbatu tercerabut dari buminya sendiri. Diprediksi 15-20 tahun ke depan pemukiman warga akan hilang 50-70% jika sampah tidak diolah habis.

Ketujuh, konflik sosial terbuka dan tersembunyi. Pada 1999 sampai 2009 terjadi konflik horizontal dan vertikal secara terbuka. Hampir setiap tahun terjadi demontrasi buka tutup TPST Bantargebang. Puncaknya pada Sabtu Kelabu akhir 2021 dengan ditangkapnya 26 warga Sumurbatu oleh Polres Metro Bekasi. Mereka itu pejuang dan pahlawan kompensasi, yang kini direbut Pemerintah Kota Bekasi sejak 2016/2017. Rentang waktu 2009 sampai 2023 terjadi konflik sosial itu cenderung relatif datar dan tersembunyi.

Kedelapan, terancamnya Makam Mbah Raden Kebluk. Makam ini merupakan makam tokoh pendiri Kelurahan Sumurbatu. Di sini di makam para tetua dan penduduk dari Sumurbatu, Cikwul, Ciketingudik, dan lain-lain. Pemakaman itu terdesak akibat pelebaran TPST dan gunung-gunung sampah.

Sedangkan keuntungan dengan keberadaan TPST Bantargebang, antara lain: Pertama, warga sekitar dapat uang bau. Sebanyak 28 ribu warga Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik dan Sumurbatu mendapat uang bau sebesar Rp400 ribu/bulan serta 1.500 warga Bantargebang mendapat separuhnya per bulan.

Kedua, warga sekitar dapat bantuan pembangunan fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas dan Rumah Sakit serta pengobatan gratis. Juga ada yang dapat BPJS Kesehatan.

Ketiga, dapat air bersih dari sumur dalam. Warga Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik, Sumurbatu mendapat air bersih berasal dari sumur dalam. Setiap kelurahan ada 6-8 titik. Pembuatan dan pemeliharaannya menjadi kewenangan Dinas LH Kota Bekasi.

Keempat, Pemerintah Kota Bekasi dapat bantuan Dana Kemitraan. Besaran dana kemitraan bervariasi antara Rp450 miliar sampai Rp602 miliar. Tahun 2023 Plt. Walikota Bekasi mengajukan permintaan Rp1 triliun. Dana tersebut jadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) digunakan untuk berbagai proyek pembangunan Kota Bekasi.

Kelima, bantuan pendidikan. DKI juga memberikan bantuan pendidikan untuk siswa berprestasi tingkat TK hingga SLTP di sekitar TPST Bantargebang. Program ini disebut Bandek Pendidikan. Tahun 2019 besarannya mencapai Rp199 miliar. Bandek pendidikan jumlahnya meningkat tiap tahun.

Keenam, dana sosial keagamaan. Dana tersebut dikelola oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) tiap kelurahan. Bahkan, terbentuk Sekber LPM, punya gedung megah. Setiap tiga bulan sekali dana cair, dimana LPM mengelola uang miliaran rupiah.
 
Ketujuh, menyerap tenaga kerja. Ratusan warga sekitar bekerja di TPST Bantargebang sebagai pesapon, operator, sopir truk sampah, sekuriti, rumah tangga, dan lain-lain dengan gaji lumayan besar.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, saya meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi agar mengolah sampahnya secara serius dan profesional dengan teknologi ramah lingkungan yang mampu mereduksi sampah 80-90%, menggunakan teknologi berkualitas tinggi, memperbaiki dan memulihkan lingkungan hidup, termasuk membuat buffer zone, menjaga kesehatan masyarakat, meningkatkan derajat dan martabat warga Bantargebang. Agar Bantargebang menjadi pusat studi, pusat riset dan ekowisata nasional dan dunia.rmol news logo article

*Penulis adalah Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)



Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA