Kini namanya santer dibicarakan, setelah resmi ditetapkan menjadi Cawapres Anies Baswedan. Jika tak ada aral, pasangan itu akan mantap mendaftarkan diri ke KPU, Oktober mendatang.
Dipilihnya Gus Muhaimin menjadi Cawapres, sebagaimana disampaikan beberapa pengamat, sangat menguntungkan Anies Baswedan. Pasalnya, seperti pernah menjadi kegusaran Ahmad Ali, Waketum Nasdem, Anies masih sangat lemah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang menjadi basis Nahdliyin. Karena itu, sejak awal, Nasdem selalu berusaha mencari pasangan yang bisa menutupi kekurangan itu. Alhasil, setelah menggodok dan menggembleng beberapa nama, jawaban atas kekurangan itu ada pada sosok Gus Muhaimin.
Selain itu, seperti diutarakan Ray Rangkuti, menjadikan Gus Muhaimin sebagai Cawapres, membuat tuduhan politik identitas yang selama ini dialamatkan pada Anies sedikit ternetralisasi. Sebab Gus Muhaimin mewakili kelompok NU yang amat getol mengampanyekan Islam moderat dan melakukan perlawanan terhadap radikalisme dan ekstremisme. Bahkan terakhir, Gus Muhaimin menguatkan hal itu dengan pernyataan, “Tidak usah khawatir. Di mana ada saya dan PKB, tidak akan ada radikalisme.”
Namun, apa yang ditayangkan di atas adalah analisis-analisis yang berkaitan dengan peluang-peluang politik Gus Muhaimin pada 2024 mendatang. Lewat tulisan ini, selaku aktivis muda Muhammadiyah yang pernah berinteraksi dengan Gus Muhaimin, izinkan saya sedikit memotret sosok Gus Muhaimin dari sudut pandang aktivisme dan perkembangan dunia kampus hari ini.
Aktivisme Hari IniTidak seperti sebelumnya, kini dunia aktivisme menghadapi tantangan cukup serius. Khususnya karena perkembangan dunia digital dan pandemi Covid-19 lalu. Tantangan itu adalah, bahwa hari ini dunia aktivisme kurang diminati mahasiswa atau Gen-Z.
Ada banyak yang menyebabkan mengapa Gen-Z hari ini sangat anti pada aktivisme atau organisasi mahasiswa. Di antaranya organisasi mahasiswa dinilai masih sangat menjunjung tinggi budaya senioritas. Bagi mereka, itu sangat memuakkan. Sebab kreatifitas akan dihambat. Segala sesuatu dilakukan berdasarkan pertimbangan dan restu dari senior.
Selain itu, organisasi mahasiswa dianggap terlalu birokratis. Dengan karakter Gen-Z yang serba instan dan ingin cepat, budaya itu tentu cukup mengganggu. Gen-Z tidak terlalu senang pada hal-hal yang sifatnya kaku. Mereka lebih tertarik pada hal-hal yang sifatnya lentur dan menyenangkan.
Lalu, dan ini tidak kalah pentingnya, organisasi mahasiswa hari ini dianggap tidak memiliki orientasi yang jelas. Tidak tergambar manusia seperti apa yang hendak mereka bentuk. Pengusaha, teknokrat, ataukah akademisi.
Mereka cenderung menjadi aktivis palugada. Yakni aktivis yang apa saja dikerjakan. Hampir tidak ada orientasi dan tujuan karir yang jelas. Padahal kecenderungan Gen-Z hari ini ialah bagaimana bergabung dengan satu wadah yang bisa menjanjikan dan sekaligus mengarahkan tentang arah karirnya ke depan.
Itulah alasan, mengapa mahasiswa hari ini lebih senang terhadap komunitas-komunitas kreatif dibanding organisasi mahasiswa. Selain merasa lebih diarahkan soal karir yang akan dituju, komunitas lebih menonjolkan pola mentoring yang fun dan gembira.
Sebenarnya organisasi mahasiswa hari ini telah banyak yang menyadari akan fenomena di atas. Bahkan telah banyak usaha yang dilakukan untuk mengikis stigma-stigma itu. Di lingkungan IMM misalnya, diskusi atau pelatihan tentang dunia digital dan ekonomi kreatif, tema-tema favorit Gen-Z, telah banyak digelar.
Di organisasi mahasiswa yang lain, saya lihat juga demikian. Hanya saja, melawan dan menghapus stigma yang telah melekat pada organisasi mahasiswa oleh Gen-Z bukan pekerjaan mudah. Harus ada kerja-kerja berkelanjutan dan lebih serius lagi.
Gus Muhaimin: Fajar Baru Gerakan MahasiswaDi tengah tantangan yang mendera dunia aktivis itu, saya melihat ada optimisme baru ketika Gus Muhaimin resmi diumumkan menjadi Cawapres Anies Baswedan. Bagi saya, masuknya Gus Muhaimin dalam bursa Cawapres menjadi fajar baru bagi gerakan mahasiswa. Sebab, Gus Muhaimin merupakan produk nyata dari dunia aktivisme dan organisasi mahasiswa. Lewat sosoknya, kita bisa membuktikan, bahwa organisasi mahasiswa dan dunia aktivisme yang kini dipandang sinis dan sebelah mata Gen-Z, ternyata mampu melahirkan sosok-sosok seperti Gus Muhaimin.
Gus Muhaimin merupakan kader tulen PMII atau Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, salah satu organisasi sayap Nahdlatul Ulama yang bergerak pada ranah mahasiswa. Karirnya di PMII benar-benar dimulai dari bawah. Dari menjadi ketua komisariat, ketua cabang, hingga ketua pusat.
Saya betul-betul meyakini. Bahwa apa yang diraih Gus Muhaimin hari ini merupakan buah nyata dari proses yang didapatnya sewaktu bergulat dengan dunia gerakan dan mahasiswa. Pelajaran-pelajaran selama menjadi aktivis itulah yang mengantarkan Gus Muhaimin bisa menjadi Wakil Ketua DPR, Wakil Ketua MPR, dan menteri, bahkan menjadi ketua umum partai dengan perolehan suara terbesar keempat setelah PDI-P, Golkar dan Gerindra.
Karena itu, bagi Gen-Z dan mahasiswa-mahasiswa baru yang masih sinis terhadap organisasi mahasiswa, cobalah sesekali melihat produk-produk dan jebolan-jebolan masing-masing organisasi mahasiswa, khususnya organisasi Cipayung seperti PMII, HMI, IMM dan lain-lain. Suka tidak suka, banyak alumni dari organisasi tersebut yang sukses dan menjadi petinggi di negeri ini.
Bahkan seperti pernah diakui oleh Presiden Joko Widodo, jajaran menteri di kabinetnya cukup banyak diisi alumni-alumni organisasi mahasiswa. Makanya, saya berharap, agar Gen-Z jangan terburu-buru menghakimi organisasi mahasiswa. Silakan tertarik pada dunia digital dan entrepreneurship, tapi jangan sekali-kali menihilkan dan menganggap remeh peran organisasi mahasiswa. Karena organisasi-organisasi itu punya sejarah panjang dalam mengawal bangsa dan negara Indonesia.
Kekhasan AktivisSatu hal yang pasti dari aktivis adalah, ia pasti punya pikiran atau gagasan. Hal itu tentu karena berdiskusi, tukar tambah, dan bertengkar secara pikiran sewaktu menjadi mahasiswa dan aktivis adalah makanan mereka sehari-hari. Di pojok-pojok atau sudut-sudut kampus dan sekretariat, mereka sudah terbiasa mendiskusikan berbagai hal terkait persoalan umat dan bangsa. Maka, ketika mereka tampil menjadi pemimpin, mereka tidak lagi kikuk dan kewalahan ketika ditanya tentang gagasan apa yang hendak mereka tawarkan pada Indonesia.
Begitu pun dengan sosok Gus Muhaimin. Ia termasuk politisi yang punya gagasan besar soal Indonesia. Beberapa bulan lalu, kami di Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) DKI Jakarta, sempat mengadakan diskusi buku terbaru, yang berjudul, Visioning Indonesia: Arah Kebijakan dan Peta Jalan Kesejahteraan. Diskusi itu mengundang antusiasme cukup kuat di kalangan mahasiswa, khususnya IMM.
Sebabnya saya kira satu. Mereka amat jarang melihat pemimpin yang terampil berbicara soal gagasan, apalagi sampai menuangkannya dalam buku serius seperti yang dilakukan Gus Muhaimin. Buku itu, menurut Najwa Shihab, termasuk unik dan cukup menunjukkan kelas Gus Muhaimin sebagai politisi.
Umumnya, ketika menulis buku, politisi-politisi lain hanya berkisah tentang perjuangan mereka hingga bisa sukses seperti sekarang. Jarang sekali yang berbicara gagasan, dan Gus Muhaimin adalah pengecualian. Selain itu, tambah Najwa, penerbit buku Gus Muhaimin itu juga tidak main-main: LP3S. Penerbit yang dikenal cukup selektif dan hanya akan menerbitkan buku-buku berkelas.
Kembali ke isi buku. Saya pribadi amat tertarik dengan gagasan yang disampaikan Gus Muhaimin dalam buku itu. Dari soal visi kebangsaan, kritik terhadap demokrasi dan budaya politik, hingga komitmen pada pembangunan SDM, terutama melalui perhatiannya pada desa dan pertanian. Tak pelak lagi, gagasan dari buku itu cukup menegaskan dengan terang, bahwa Gus Muhaimin telah sangat siap jika kelak diamanahkan memimpin Indonesia.
Itulah Gus Muhaimin, dengan segala perjuangan dan gagasan yang dimilikinya. Sebagai figur teladan para aktivis yang akan mencalonkan diri sebagai Cawapres, kita tentu mendoakan yang terbaik bagi beliau.
Selamat ulang tahun Gus! Semoga di usia ke-57 ini Gus Muhaimin selalu diberi kekuatan dalam mengabdikan diri bagi bangsa dan negara. Terakhir, saya ingin kutipkan satu konsep yang sering diucapkan Wapres KH Ma’ruf Amin,
al-ishlah ila ma huwal ashlah tsummal ashlah fal ashlah. Yakni, selalu berkembang (improve) ke arah yang lebih baik.
Artinya, dalam konteks Gus Muhaimin, jika sekarang memajukan bangsa dengan menjadi Wakil Ketua DPR RI, maka ke depan harus memajukan bangsa dengan jabatan yang lebih tinggi, yakni Wakil Presiden RI.
*Penulis adalah Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DKI Jakarta
BERITA TERKAIT: