Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Subsidi Energi Tidak Tepat Sasaran

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-ir-sugiyono-msi-5'>DR. IR. SUGIYONO, MSI</a>
OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI
  • Kamis, 14 September 2023, 07:43 WIB
Subsidi Energi Tidak Tepat Sasaran
Tabung gas/Net
PRODUK Domestik Bruto (PDB) per kapita harga berlaku Indonesia sebesar Rp 71 juta tahun 2022. Persoalannya adalah ketika jumlah penduduk usia kerja di Indonesia sebanyak 211,59 juta orang per Februari tahun 2023, kemudian teridentifikasi ketimpangan pengeluaran Gini ratio sebesar 0,388 per Maret tahun 2023.

Selanjutnya teridentifikasi jumlah penduduk miskin sebanyak 25,9 juta orang per Maret 2023 dan terdapat jumlah pengangguran sebanyak 7,99 juta orang per Februari 2022. Implikasi dari informasi tersebut di atas adalah kebijakan harga energi untuk melindungi penduduk miskin, penduduk yang status ekonominya masih lemah dan rentan miskin, pengangguran, pensiunan, dan penduduk usia lanjut.

Subsidi energi diberikan oleh pemerintah untuk BBM jenis solar dan minyak tanah, LPG tabung 3 kg, dan subsidi listrik. Perkiraan nilai subsidi energi sebesar Rp 185,4 triliun tahun 2023 dan sebesar Rp 185,9 triliun tahun 2024.

Subsidi tetap solar ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp 1000/liter dengan kuota sebesar 17 juta kilo liter tahun 2023. Volume penyaluran BBM jenis minyak tanah sebesar 0,5 juta kiloliter.

Kuota LPG tabung 3 kg sebesar 8 juta metrik ton tahun 2023. Kemudian subsidi tarif listrik diberikan untuk rumah tangga R1 450 Volt Ampere dan penyesuaian tarif untuk konsumen listrik non-subsidi. Dalam hal subsidi listrik, itu terkait erat dengan besar subsidi BBM untuk listrik yang diproduksi menggunakan bahan baku BBM.

Persoalan mendasar subsidi energi adalah pendistribusian yang tidak tepat sasaran, sekalipun data rumah tangga miskin dan rentan miskin mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Kemensos. Misalnya, BBM solar dikonsumsi 5 persen rumah tangga miskin (BPS). LPG tabung 3 kg dikonsumsi masyarakat mampu sebanyak 68 persen. Akan tetapi, pemerintah bersikeras menyediakan subsidi energi sekalipun tidak tepat sasaran.

Masalah ketidaktepatan sasaran subsidi energi yang bersifat mendasar secara teknis dalam perspektif ekonomi sesungguhnya, karena produk barang yang dapat dikonsumsi secara sama, namun pemerintah memberlakukan kebijakan dua harga yang berbeda (two part tariff), yaitu harga subsidi dan harga non-subsidi. Ketika terjadi perbedaan harga BBM jenis solar sebesar Rp 1000/liter, maka terjadilah moral hazard naluri ekonomi untuk konsumen non-subsidi memangsa solar bersubsidi.

Demikian pula yang terjadi pada konsumen produk LPG tabung 12 kg atau lebih, juga memangsa kuota konsumsi produk LPG tabung 3 kg. Selanjutnya konsumen listrik R1 450 Volt Ampere dimangsa oleh konsumen yang berkapasitas daya 900 volt ampere, yakni secara ekstrim dalam bentuk pemecahan daya partisi sumber listrik. rmol news logo article

Penulis adalah peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), yang juga pengajar Universitas Mercu Buana

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA