Menyaksikan teknik dan
skill pemain, menilai kepemimpan wasit, melihat brutalnya pelanggaran, membuat hitungan statistik operan, lemparan ke dalam, dan tendangan sudut, mendengarkan komentator, serta terutama menonton gol-gol yang tercipta dalam pertandingan.
Tanpa keberpihakan, pertandingan niscaya kurang menarik. Tidak akan ada imajinasi, adrenalin, emosi yang dirasakan.
Dengan keberpihakan, imajinasi melayang-layang, adrenalin mengalir dan emosi akan berfluktuasi tajam. Naik turun, bahkan bisa lebih ekstrem dari harga saham, nilai tukar, atau bahkan bitcoin.
Emosi saat menonton sepak bola tidak ada batasnya, tidak ada auto rijek atas (ara) ataupun auto rijek bawah (arb). Adrenalin dan emosi yang membuat aliran darah mengalir lebih cepat, membuat dag dig dug karena degup jantung berdetak lebih keras.
Bahkan mungkin jantung sempat jatuh ke sela-sela usus tapi kemudian kembali lagi ke tempat semula. Juga membuat napas tidak beraturan akibat teriakan dengan disertai tangan yang mengepal atau tepukan tepukan tangan.
Ada kekhawatiran saat tim yang dibela sedang diserang atau terjadi kemelut di depan gawang. Ikut emosi ketika pemainnya dilanggar tapi didiamkan wasit. Yang luar biasa adalah saat tim kesayangan mencetak gol, ektase membuncah bersama dengan suporter lainnya.
Hal-hal demikian yang membuat tontonan jadi lebih asyik. Perasaan yang luar biasa yang mungkin hanya bisa ditandingi dengan momen saat jatuh cinta.
Saya ikut menjadi saksi mata langsung kemenangan timnas sepak bola pada Sea Games 2023 di Kamboja. Keberpihakan kepada Timnas, membuat tontonan final menjadi momentum yang sedemikian dramatis.
Saya juga melihat sendiri apa yang dilakukan Ketum PSSI Erick Thohir (ET) dan Waketum Zainudin Amali di sana. Ketika ET sempat mendatangi official AFC dan ikut turun ke pinggir lapangan saat terjadi keributan, di sisi lain Waketum Zainudin tidak henti-hentinya berdoa.
Alhamdulillah, Timnas akhirnya berhasil mengembalikan medali emas (yang tidak pernah pulang selama 32 tahun) dari cabang olahraga paling prestisius di Sea Games itu.
Sesaat setelah Timnas merebut medali emas sepak bola Sea Games, saya ditanya oleh seorang teman: "Apakah ini karena faktor ET?" Saya tanpa ragu menjawab: bukan.
ET baru tiga bulanan menjadi Ketum PSSI. Tidak mungkin membentuk tim yang kuat dan mengembalikan medali emas dalam hitungan pekan atau bulan.
Prestasi itu jelas perjalanan panjang lewat aneka ikhtiar yang saling tersambung: pelatih, pemain, pelatihan, kompetisi, fasilitas, dan seterusnya. Kawan itu menukas kembali: "Hal yang sama seperti itu bukannya sudah dari dulu dikerjakan?"
Saya tercenung sejenak dan mengingat kembali pertanyaan lama: "Mengapa Singa dianggap sebagai raja hutan, padahal ia bukan hewan yang terbesar, tercepat, dan terpintar?"
Jawabannya simpel: mental dan pikiran. Singa bermental pemenang. Selalu memilih berada di tempat paling atas sehingga bisa mengamati seluruh gerak alam dan seisinya.
Pikirannya fokus menjadi jawara dalam segala keadaan. Bahasa populer yang sering dipakai: mengukuhkan "mindset". Mental pemenang bisa dilihat sorot mata yang tak luruh berhadapan dengan siapa pun. "Mindset" yang kokoh selalu bisa menemukan kepercayaan bahwa ia layak memenangkan tiap laga.
Tepat pada titik itulah hal yang diperagakan oleh ET. Saya melihat cuplikan video ketika dia mendatangi para pemain di Kamboja dan kurang lebih bilang: "yakin kalian tim yang terbaik?" Para pemain menjawab agak ragu sehingga pertanyaan itu diulang kembali.
Lantas para pemain muda itu membalas jelas: "YAKIN." ET lalu memberi motivasi bahwa pertempuran itu soal mental dan pikiran. Jika kita merasa hebat dan kuat, maka hal itu akan menjelma menjadi perbuatan. Hasilnya? Juara.
Beberapa kali saya melihat potongan video dalam ragam motivasi yang ia lakukan untuk meyakinkan para pemain (dan semua kru) bahwa mereka itu adalah "Singa".
Hal yang serupa dilakukan pula oleh Ratu Tisha, Waketum PSSI. Tisha secara lugas menyampaikan ke pemain: "Cek pemain-pemain kelas dunia yang seusia dengan anda, perhatikan kualitas yang mereka miliki dan bandingkan dengan mutu kalian. Lihat juga koleksi video di HP anda. Jika sebagian besar bukan tentang sepak bola, lupakan anda akan jadi pemenang (juara)."
Lewat cara itu, Tisha sebetulnya mengajarkan dua hal primer kepada para pemain Timnas tersebut. Pertama, mereka wajib melihat "ke atas" (pemain kelas dunia) sebagai standar pencapaian.
Kedua, tak ada kemenangan tanpa fokus. Jika hendak menjadi pemain bola kelas dunia, maka seluruh pikiran dan tindakan dikerahkan hanya untuk bola.
Tampaknya, faktor itulah yang hilang selama ini dan dengan cepat disuguhkan oleh ET bersama pengurus PSSI yang baru. ET paham karena sejak muda mentalnya adalah pemenang (dalam kariernya) dan arena yang digelutinya pada skala global. Setelah "Mencuri Hikmah", yang dilakukan ET seperti
Fix You-nya Cold Play.
"
When you try your best, but you don't succeed,
When you get what you want, but not what you need..
Lights will guide you home, and ignite your bones,
and I will try to fix you."
Tidak cukup sampai di sini, kita masih dikejutkan dengan rencana kedatangan Timnas Argentina (yang juara dunia, lengkap dengan Messi) yang akan bertanding dengan Timnas pada pertengahan Juni nanti.
Perkara ini, jawabannya memang karena ET. Sebagaimana dibeberkan sendiri oleh Presiden Federasi Sepak Bola Argentina (AFA), Claudio Fabian Tapia, soal kesediaan Tim Tango menerima tawaran tantangan Indonesia.
"Saya jelaskan bahwa Argentina bisa bermain dengan Indonesia karena Ketua Umum PSSI Erick Thohir. Ia orang terpandang di Argentina dan pernah menjadi pemilik klub besar di Eropa, Inter Milan."
Belum lama ini bahkan para pemain muda kita telah bertemu dengan Roberto Carlos, Eric Abidal, Juan Veron, dan Marco Materazzi. Saya kira tidak ada satu pun orang Indonesia yang punya imajinasi (terliar sekalipun) bahwa serangkaian hal tersebut akan terjadi dalam sekejap.
Jadi, perkara mental dan pikiran itulah yang ditotok pertama kali oleh Erick. Mereka dibukakan ruang imajinasi yang tinggi bahwa batas prestasinya ialah langit.
Einstein pernah berucap: "
Knowledge is limited. Imagination encircles the world." Pemain kelas dunia bukan fatamorgana, tapi bisa dijangkau dan bertanding dengan mereka dalam posisi setara.
Bagi para pemain tersebut, ET telah menjelma menjadi "
The Wings of Imagination". Ia telah berhasil membuat Nusantara demam bola kembali.
Di atas semua itu, ET sadar yang dibutuhkan adalah pembaruan sistem. Itu sebabnya yang ia gedor sebagai prioritas utama adalah melenyapkan praktik suap. Setelah itu membongkar sistem liga, mengaransemen jejaring global, mengkonstruksi metode pelatihan, memberdayakan suporter dan seterusnya.
Jose Mourinho pun tahu ini, percaya, dan mengatakan "
we know direction you are going."
Sesungguhnya,
fix you dan sayap-sayap imajinasi ini juga dilakukan ET di BUMN, bahkan bisa juga dalam konteks bangsa dan negara secara lebih luas. Hati-hati, ET tengah menggiring bola mendekati gawang lawan!
*Penulis adalah Sekjen Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)
BERITA TERKAIT: