Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Privatisasi

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-ir-sugiyono-msi-5'>DR. IR. SUGIYONO, MSI</a>
OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI
  • Sabtu, 18 Februari 2023, 10:52 WIB
Privatisasi
Gedung BUMN/Net
PERDEBATAN yang amat sangat keras tentang persetujuan dan penolakan terhadap kegiatan privatisasi BUMN sesungguhnya dari tinjauan hukum telah berakhir setelah diberlakukannya UU 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Pasal 74 hingga Pasal 84 pada UU 19/2003 telah mengatur privatisasi. Meskipun demikian, larangan untuk melakukan privatisasi pada BUMN dimungkinkan.

Pasal 77 pada UU 19/2003 menyebutkan larangan privatisasi BUMN, karena ketentuan peraturan perundang-undangan yang hanya boleh dikelola oleh BUMN, sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara, sektor usaha dengan tugas khusus berkaitan dengan kepentingan masyarakat, atau usaha sumber daya alam yang secara tegas dilarang untuk diprivatisasi.

Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) baru-baru ini menolak langkah privatisasi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) (Petrominer, 15 Februari 2023).

Argumentasi FSPPB antara lain, pertama, karena merupakan cabang-cabang produksi dan usaha produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga privatisasi PT PGE berpotensi melanggar Pasal 33 UUD 1945.

Kedua, berpotensi melanggar UU 21/2004 tentang Panas Bumi untuk Pasal 3 butir (a) dan Pasal 4 ayat (1). Pasal 3 butir (a) mengatur pengusahaan panas bumi untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi. Pasal 4 ayat (1) mengatur panas bumi merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Persoalannya adalah pertama, FSPPB menolak privatisasi BUMN dengan menggunakan mekanisme demonstrasi, sedangkan mekanisme pengambilan keputusan potensi pelanggaran privatisasi PT PGE berada pada kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedua, perdebatan tentang penguasaan negara sesungguhnya sama sekali tidaklah menggugurkan kegiatan privatisasi BUMN, sebagaimana UU 19/2003 tentang BUMN tidak pernah sama sekali dinyatakan tidak mengikat oleh MK.

Keberlakuan Pasal 74 hingga Pasal 84 pada UU 19/2003 juga masih berlaku, termasuk Pasal 77. Pembentukan holding-sub holding sesungguhnya juga telah diatur dalam UU 13/2003, yakni dalam bentuk restrukturisasi BUMN berdasarkan Pasal 72 dan Pasal 73.

Implikasi dari keberlakuan privatisasi atas perubahan kepemilikan aset negara melalui mekanisme penjualan saham, bukanlah berarti dapat diartikan sebagai ditemukannya potensi kerugian negara, atau pun terjadi peristiwa hukum mengenai potensi hilangnya aset negara. Aset negara tidaklah hilang, melainkan persentase kepemilikan aset yang berubah.

Perubahan kepemilikan aset, juga sama sekali tidak dapat ditafsirkan secara ekstrem sebagai pintu masuk dari kegiatan penjajahan. Perubahan struktur kepemilikan saham BUMN, juga tidak berarti bahwa pengawasan DPR, BPK, dan KPK menjadi hilang terhadap perusahaan perseroan yang sebagian kepemilikan sahamnya masih dimiliki oleh negara.

Meskipun demikian, kepemilikan saham secara mayoritas, atau kah minimal 51 persen masih menentukan kepastian arah dominansi pengambilan keputusan RUPS. rmol news logo article

Peneliti Indef dan Pengajar Universitas Mercu Buana
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA