Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tidak Tahan Menanggung Harga Persaingan Usaha yang Sehat dan Wajar

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-ir-sugiyono-msi-5'>DR. IR. SUGIYONO, MSI</a>
OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI
  • Sabtu, 11 Februari 2023, 12:59 WIB
Tidak Tahan Menanggung Harga Persaingan Usaha yang Sehat dan Wajar
Demo kenaikan BBM di Lampung/RMOLLampung
URUSAN harga BBM dan harga gas bumi kembali dipersoalkan. Persoalan yang terkandung pada Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) dari UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tersebut ternyata tidak kunjung selesai hingga hari ini, sekalipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat Putusan perkara nomor 002/PUU-I/2003, yang menyatakan bahwa Pasal tersebut bertentangan dengan UUD NRI 1945, sebagaimana telah disebutkan pada putusan MK halaman 232.
 
Yang dipersoalkan pada Pasal 28 ayat (2) adalah ketidaksepakatan tentang harga BBM dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Kedua, persoalan Pasal 28 ayat (3) tentang pelaksanaan kebijaksanaan harga tidak mengurangi tanggung jawab pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu.
 
Selanjutnya MK berpendapat bahwa seharusnya harga BBM dan gas bumi dalam negeri ditetapkan oleh pemerintah, dengan memperhatikan golongan masyarakat tertentu dan mempertimbangkan mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar, sebagaimana tercantum pada putusan halaman 228.

Pemerintah menindaklanjuti antara lain menerbitkan Kepmen ESDM 62.K/12/MEM/2020, 125.K/HK.02/MEM.M/2021, 37.K/HK.02/MEM.M/2022, 218.K/MG.01/MEM.M/2022, 245.K/MG.01/MEM.M/2022, ataupun Permen ESDM 11/2022 yang mengatur penetapan harga BBM dan harga gas bumi.

Penetapan harga yang semula dilakukan oleh BUMN Pertamina, kemudian digantikan dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini, SPBU hanya menindaklanjuti keputusan dari harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Akan tetapi setelah pendapat MK telah dipraktekkan oleh pemerintah, namun urusan harga BBM dan harga gas bumi masih kembali dipersoalkan, yaitu atas dasar keyakinan bahwa pemerintah masih mengikuti mekanisme harga pasar, minimal pemerintah dalam menetapkan harga masih memperhatikan dinamika fluktuasi harga BBM dan gas bumi di pasar bebas.

Keberadaan lifting migas yang menurun dan belum terjadi pemulihan lifting migas seperti sediakala sekalipun program pengeboran migas ditingkatkan secara besar-besaran, maupun posisi impor netto minyak mentah Indonesia telah disosialisasikan.

Namun, sebagian publik yang bersikap kritis terhadap kinerja pemerintah masih meyakini bahwa pemerintah mengabaikan putusan MK tersebut di atas.

Bahkan, atas dasar keyakinan tersebut, maka opsi pemakzulan pun dibuka dan diwacanakan kembali.

Implikasinya adalah RUU Migas inisiatif DPR RI, yang antara lain merespons penolakan Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) di atas tidak cukup dengan mengakomodasikan pendapat MK, melainkan tentu senantiasa dengan mempertimbangkan kemampuan daya beli konsumen migas, yang sebenarnya tidak semuanya tahan dalam menanggung harga persaingan usaha yang sehat dan wajar.

Singkat kata, keterjangkauan migas, energi baru, dan energi terbarukan sesungguhnya tidak dapat diselesaikan secara parsial. rmol news logo article

Peneliti Indef dan Pengajar Universitas Mercu Buana
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA