Saya
alhamdulillah memperoleh undangan untuk hadir. Banyak tokoh politik, mantan menteri, wakil wakil ormas Islam, aktivis pemuda, Dubes, kalangan kampus yang hadir menyimak pidato DSAI yang memikat, meskipun santai dan sesekali diselingi guyonan. Ada beberapa catatan terkait dengan soal ini, yaitu:
Pertama, Indonesia dan Malaysia adalah negara serumpun yang sudah barang tentu memiliki banyak kesamaan ketimbang perbedaan. Kesamaan-kesamaan ini bisa kita saksikan antara lain dalam soal Bahasa dan budaya yang sering kita sebut sebagai Melayu.
Dalam soal ini, akar sejarahnya bisa kita lacak. Terkait dengan itu, kunjungan DSAI perlu dijadikan momentum untuk membangun dan memperkokoh kesadaran dan kepedulian bahwa Indonesia dan Malaysia khususnya secara kultural saat ini dan sudah berjalan cukup lama sedang menghadapi arus budaya global yang pengaruhnya sangat besar.
Nilai-nilai dan norma, sistem keyakinan, perilaku atau
life style (tata pergaulan, makanan minuman dan
fashion), dan Bahasa Melayu menghadapi tantangan atau "cabaran" dan bahkan dalam tingkat tertentu sudah mulai terpinggirkan atau tergerus oleh kuatnya arus budaya luar.
Revolusi teknologi informasi dan digital telah membuka pintu lebar dan mempercepat masuknya budaya transnasional yang tidak semua bersesuaian dengan nilai-nilai keindonesiaan dan kemelayuan.
Arus ini bisa menjadi ancaman serius, jika dibiarkan, terhadap keberlangsungan nilai-nilai, kepribadian/watak Indonesia dan Malaysia yang berbasis agama. Perlu ada upaya-upaya serius dan strategis untuk kebangkitan atau renaisans kebudayaan Melayu.
Kedua, kunjungan DSAI ke Indonesia adalah kunjungan yang sentimental/emosional, begitu istilah yang disebut oleh DSAI. Bagi DSAI Indonesia mempunyai letak tersendiri. Persahabatannya dengan banyak tokoh di Indonesia yang dimulai sejak pertengahan kedua tahun 1960-an telah ikut mewarnai perjalanan hidup DSAI. Bukan saja persentuhan persahabatan personal yang telah terbangun dengan banyak tokoh Indonesia, akan tetapi secara intelektual, keagamaan dan bahkan juga politik DSAI memperoleh insipirasi antara lain dari Indonesia.
Ide perubahan untuk menjadikan Malaysia sebagai negara muslim yang demokratis, progresif dan adil antara lain juga diperoleh dari Indonesia. Dan ini sudah digaungkan DSAI akhir tahun 1960-an. Karena itu relasi-relasi seperti ini sangat penting dikembangkan dan diperkuat di masa-masa depan oleh Indonesia dan Malaysia dalam rangka memajukan dua bangsa ini agar lebih demokratis dan adil.
Indonesia dan Malaysia ke depan mempunyai ruang dan kesempatan yang luas untuk menjadi dua negara dan bangsa yang demokratis secara politik. Dalam waktu yang bersamaan dua negara dan bangsa ini juga harus secara serius menerapkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip keagungan misalnya keadilan, kesejahteraan, menjunjung tinggi kedaulatan, martabat manusia dan HAM.
Di Malaysia, hal-hal ini dalam waktu yang panjang, paling tidak sejak kepemimpinan Mahathir Mohamad awal tahun 1980-an, masih menjadi persoalan serius. Karena itu, DSAI berkomitmen untuk menegakkan keadilan, memberantas korupsi,
law enforcement, dan membangkitkan ekonomi untuk kemaslahatan bersama.
Hal ini juga yang seharusnya dilakukan oleh Indonesia. Memberantas rasuah atau korupsi dan menegakkan keadilan adalah amanah yang harus dilakukan oleh dua negara serumpun ini.
Ketiga, kehadiran DSAI ke Indonesia menggambarkan keprihatinannya yang mendalam terhadap berbagai masalah dan ketegangan yang ditimbulkan antara lain oleh isu Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia. Masalah tenaga kerja ini sudah terjadi sangat lama dan belum terselesaikan secara komprehensif. Jika ini terus dibiarkan, maka akan bisa merusak hubungan dua negara dan bangsa ini.
Karena itu, Indonesia-Malaysia harus duduk bersama untuk membicarakan dan mencari jalan keluar terhadap
problem tenaga kerja sambil mencari format yang ideal bagi kerja sama kedua negara dan bangsa ini secara lebih
equal, produktif dengan prinsip membangun kemajuan, kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat.
Mari bangkit dan tegakkan amanah untuk bangsa yang beradab, demokratis, dan adil.
Ketua Bidang Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional (HLNKI) MUI
BERITA TERKAIT: