Dalam peperangan, hukum tidak berlaku normatif. Bahkan hukum seringkali diabaikan demi memenangkan pertempuran.
Dalam peperangan hanya berlaku rumus, mengalahkan musuh dengan berbagai cara, dan apabila di kemudian hari segala tindakan dalam peperangan tersebut menjadi sebuah perkara, maka rekayasa atas fakta menjadi senjata utama untuk mementahkan perbuatan tindak pidana. Dan perang pikiran di media massa menjadi medan pertempuran untuk membentuk opini publik.
Masih hangat dalam ingatan, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Agus Andrianto, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa 9 September 2022 mengungkap keterlibatan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo dan beberapa petinggi Polri lainnya dalam pembunuhan berencana terjadap Brigadir J yang tewas dengan cara tragis.
Kepada awak media Komjen Agus menyampaikan, "Irjen Polisi FS menyuruh melakukan dan menskenariokan peristiwa tembak-menembak di rumah dinas Irjen FS di Kompleks Duren Sawit Tiga. "
Lebih lanjut Agus menjelaskan, "Berdasarkan hasil pemeriksaan ke empat tersangka menurut perannya masing-masing, penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55, 56 KUHP. Dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun. "
Inilah genderang perang yang ditabuh Kabareskrim Komjen Agus kepada Ferdy Sambo and The Genk yang dari awal telah melakukan perbuatan
obstruction of justice, dan memberikan keterangan palsu untuk mengaburkan fakta yang sebenarnya di balik misteri tewasnya sang ajudan.
Proses hukum pun kemudian berjalan hingga persidangan. Lalu muncul sosok Ismail Bolong yang memberikan pernyataan kontroversial bahwa Jenderal di Kabareskrim menerima sejumlah uang setoran dari hasil keuntungan tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Tidak berapa setelah beredar video testimoni tersebut, Ismail Bolong meralat dan meminta maaf.
Menanggapi serangan tersebut, Komjen Agus menjawab, "Jika laporan tersebut benar adanya seharusnya Ismail Bolong tak menarik ucapannya dan tak membuat video klarifikasi atas tudingan tersebut."
Dramaturgi telah dibangun, teks narasi
psy war dalam skenario serangan balik yang diartikulasikan dalam pengakuan Ismail Bolong yang diduga bertindak sebagai aktor yang tengah memainkan naskah dari Genk Sambo.
Unsur rekayasa menjadi hal yang digarisbawahi oleh Komjen Agus, menyinggung soal BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang bisa saja direkayasa dan dibuat dalam kondisi penuh tekanan.
Apa yang disampaikan Komjen Agus ini menyinggung soal laporan hasil penyidikan Ismail Bolong yang tersebar. Ismail dalam LHP Propam Polri itu menyebut menyetor uang miliaran ke jenderal di Bareskrim.
"Lihat saja BAP awal seluruh tersangka pembunuhan alm Brigadir Yoshua, dan teranyar kasus yang menjerat IJP TM yang belakangan mencabut BAP juga," ucap Komjen Agus.
Perang bintang dimulai. Upaya pembunuhan karakater dengan mengkonstruksikan rekayasa dan pengakuan melalui sang aktor, Ismail Bolong untuk menyerang Komjen Agus berhasil dilancarkan Genk Sambo. Opini publik dibangun dengan cerdik. Tetapi skenario yang prematur dengan mudah dimentahkan Komjen Agus.
Sang Jenderal dalam pusaran perang bintang semakin menegaskan dirinya untuk menarik garis demarkasi serta menciptakan front, dan bersama Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo melancarkan operasi bersih di tubuh Polri dari tangan-tangan kotor bandit politik dan mafia hukum.
Penulis adalah praktisi hukum, pemerhati politik dan peneliti hukum pada Don Adam Caring Academy