Kesepakatan Indonesia untuk merealisasikan gagasan mengenai ASEAN Free Trade Area (AFTA) serta keikutsertaan Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) dan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), telah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mendukung sistem perekonomian yang bebas/terbuka, dan secara tidak lansgung memacu perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk lebih meningkatkan daya saing.
Semakin derasnya arus perdagangan bebas, yang menuntut makin tingginya kualitas produk yang dihasilkan terbukti semakin memacu perkembangan teknologi yang mendukung kebutuhan tersebut.
Seiring dengan hal ini, pentingnya peranan hak kekayaan intelektual dalam mendukung perkembangan ekonomi kiranya telah semakin disadari. Hal ini tercemin dari tingginya jumlah permohonan hak, cipta, paten, dan merek, serta cukup banyaknya permohonan desain industri yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Data empiris ini sesungguhnya sejalan dengan pendapat Budi Agus Riswandi selaku Direktur Eksekutif Pusat Hak Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan suatu paradigma baru dalam konsepsi ekonomi.
Paradigma yang dimaksudkan saat ini bahwa harus diyakini ilmu pengetahuan dan teknologi sudah menjadi landasan dalam pembangunan ekonomi (knowledge based economy). Hak kekayaan intelektual merupakan jawaban atas paradigma ini. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa hampir sebagian negara di dunia ini mulai melirik bahwa HKI merupakan salah satu alternatif dalam pembangunan ekonomi bangsa. Hal ini tidak terkecuali bagi bangsa Indonesia.
Urgensi yang terjadi pada saat ini adalah kesadaran pemerintah bahwa implementasi sistem Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu tugas besar. Terlebih lagi dengan keikutsertaan Indonesia sebagai Anggota WTO dengan konsekuensi melaksanakan ketentuan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs), sesuai dengan UU 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
Berdasarkan pengalaman selama ini, peran serta berbagai instansi dan lembaga, baik dari bidang pemerintah maupun dari bidang swasta, serta koordinasi yang baik di antara semua pihak merupakan hal yang mutlak diperlukan guna mencapai hasil pelaksanaan sistem Hak Kekayaan Intelektual yang efektif.
Menurut Molan Tarigan selaku Direktur Hak Cipta & Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual setidak-tidaknya ada tiga dasar yang harus menjadi fondasi peningkatan sistem Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.
Pertama sistem filing (data base) di mana layanan pendaftaran Kekayaan Intelektual harus terintegritas dengan mudah dan cepat, selama ini keluhan para pemohon Kekayaan Intelektual adalah kelambatan proses pendaftaran dan pengeluaran Hak atas Kekayaan Intelektual ini menjadi persoalan sendiri yang harus segera dibenahi oleh pemerintah.
Kedua komersialisasi di mana kekayaan intelektual harus dapat menciptakan kekuntungan ekonomi (economic value), mendapatkan nilai ekonomi dari kekayaan bukan benda (intangible), pengembangan riset kekayaan intelektual harus memiliki nilai patentibilita untuk dikomersialisasikan dan invensi dan inovasi harus dapat menciptakan komersialisasi terbarukan.
Ketiga Penegakan Hukum (Law Enforcement). Fondasi ketiga ini dapat dikaitkan dengan teori yang dikemukakan oleh Lawrence M Friedman di mana berhasil atau tidaknya penegakan hukum bergantung pada subtansi hukum (legal substance), struktur hukum/pranata hukum (legal structure), dan budaya hukum (legal culture).
Oleh karena itu penegakan hukum terkait Hak Kekayaan Intelektual harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang baik, faktor penegak hukum yang baik dan budaya hukum masyarakat yang baik pula.
Selain penjelasan di atas untuk meningkatkan daya guna Hak Kekayaan Intektual. Pemanfaatan akan Hak Kekayaan Intelektual mutlak dimanajemen dengan benar, baik dari oleh pemegang hak dan pemerintah, manajamen Hak Kekayaan Intelektual ini memiliki tujuan yaitu meninimalkan risiko (A path to minimize risk) di mana Hak Kekayaan Intelektual dilihat sebagai aset hukum yang memiliki perlindungan atas sengketa Hak Kekayaan Intelektual.
Selanjutnya Hak Kekayaan Intelektual dilihat dari aset bisnis serta aset hukum sebagai suatu hak yang dapat menghasilkan keuntungan dari penggunaan langsung Hak Kekayaan Intelektual (A Path to Value).
Dan yang terakhir adalah Hak Kekayaan Intelektual dilihat dari aset bisnis yang dapat menghasilkan berbagai nilai yaitu pendapatan dan nilai strategis bagi pemilik hak dan negara dengan melihat kondisi sifat atau arah persaingan usaha (A path to strategic value).
Pemerintah selaku pembuat kebijakan yang dalam hal ini Kementerian Hukum dan Ham diharapkan mampu menciptakan iklim yang kondusif untuk dapat meningkatkan sistem Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. Karena sesungguhnya peningkatan sistem Hak Kekayaan Intektual berbanding lurus pada peningkatan ekonomi di Indonesia.
[***]
Satria Sukananda, S.H., M.H.Divisi Penelitian & Pelatihan Hukum Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta