Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Media Akses, Rezeki Tanpa Logo

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/joko-intarto-5'>JOKO INTARTO</a>
OLEH: JOKO INTARTO
  • Rabu, 16 Januari 2019, 23:34 WIB
Media Akses, Rezeki Tanpa Logo
Joko Intarto/Net
BANYAK bisnis yang ditemukan secara tidak sengaja. Saya salah satu yang pernah mengalaminya. Bisnis apa?

Nama yang betul saya tidak tahu. Tapi, kata teman-teman yang paham soal itu, istilah umumnya: media access. Saya menyebutnya: content delivery system. Saya yakin, saya yang salah.

Meski beda nama, maksudnya sama: suatu sistem untuk mendistribusikan konten agar bisa ditayangkan di berbagai media publikasi. Karena kontennya berformat audio/video, media publikasinya adalah TV dan radio. Teresterial maupun online.

Media access merupakan layanan jasa perusahaan saya yang paling tua. Sudah saya jalankan sejak 2008.

Media access kembali saya gunakan di Jakarta Convention Center, Senin lalu (14/1). Saat itu perusahaan saya dipercaya untuk memproduksi siaran langsung dalam format audio dan audio-video Pidato Kebangsaan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno.

Ada puluhan radio di dalam dan luar negeri yang menyiarkan Pidato Kebangsaan. Radio teresterial (analog) maupun radio online. Demikian pula jumlah stasiun televisinya: televise teresterial (analog) dan televisi online. Melihat jumlah medianya, saya merasa ngeri sendiri. Begitu banyak yang ingin ikut menyiarkan.

Tidak semua stasiun radio dan televisi sanggup memproduksi siaran langsung dari luar studionya. Ada yang karena tidak memiliki peralatan. Ada pula yang karena lokasinya terlalu jauh. Tetapi semua media harus dilayani. Yang bisa datang ke JCC maupun yang tidak.

Bagaimana cara melayani mereka?

Salah satu kesulitan stasiun TV kalau dalam video itu ada logo. Bisa logo pemilik event maupun logo stasiun TV lain yang memproduksi video tersebut.

Agar sebuah acara bisa ditayangkan banyak media, ad acara yang sederhana. Pemilik event harus memproduksi sendiri video tersebut dan mendistribusikan sendiri ke media dalam keadaan tanpa logo atau clean feed.

Video rekaman maupun video siaran langsung, perlakuannya sama. Tidak boleh ada logo.

Bagaimana kalau pemilik event tidak punya kemampuan memproduksi video sendiri? Gampang. Tunjuk saja perusahaan rumah produksi atau productions house. Beres. Rumah produksi pasti mau memproduksi video itu tanpa logo.

Saya menemukan peluang jasa media access konten berformat audio/video itu setelah terjun di industri media TV tahun 2008. Saat itu, beberapa stasiun televise menolak program saya yang tayang di JAK TV. Alasannya: ada logonya.

Awalnya saya heran. Mengapa hanya karena logo saja, stasiun TV menolak menayangkan? Padahal kontennya bagus. Sesuai dengan segmen penonton stasiun TV tersebut. Belakangan saya paham. Kehadiran logo stasiun TV lain dalam siaran TV tersebut memang mengganggu. Setidaknya membingungkan penonton.

Seketika itu saya mendapat ide, ada peluang untuk satu pihak independen alias yang bukan stasiun TV untuk memproduksi atau menyiarkan langsung tanpa logo sama sekali. Pekerjaan itu hanya bisa dijalankan perusahaan rumah produksi. Segera setelah itu, saya dirikan perusahaan productions house.

Pekerjaan perdana sukses. Siaran MK TV dan MK Radio tahun 2008 berhasil didistribusikan ke banyak stasiun TV lokal dan radio lokal. Layanan untuk Mahkamah Konstitusi itu berakhir tahun 2009, setelah stasiun TV nasional memenangkan tender pengadaan jasa media access.

Lepas dari MK, saya mendapat klien baru: Partai Gerindra. Lahirlah program berita dengan nama Saluran Nomor Lima (SNL). Sesuai nomor urut partai besutan Prabowo Subianto saat itu. SNL tayang di 50 lebih stasiun TV lokal selama tiga bulan dan berakhir pada saat hari tenang menjelang pemilihan umum 2009.

Setelah itu, saya membangun JPMC News Wire, model layanan media access untuk jaringan stasiun TV lokal Jawa Pos dengan anggota 32 stasiun TV. Setiap hari, JPMC News Wire mendistribusikan lebih dari 500 berita. Layanan ini berjalan selama 2 tahun. Layanan berakhir setelah saya berhenti dari JPMC tahun 2014.

Sejak itu, jasa media access masih berjalan. Tetapi bukan untuk kontrak berdurasi panjang. Hanya untuk melayani event berdurasi pendek yang menarik minat banyak media. Misalnya, saat kunjungan PM India ke Jakarta tahun 2018 yang lalu.

Ada tiga stasiun TV di New Delhi yang akan menayangkan siaran langsung pertemuan PM dengan 5.000 warga negara India di Jakarta. Ketiga-tiganya menolak video berlogo. ‘’Terpaksa’’ perusahaan saya yang memproduksi siaran langsungnya untuk ketiga stasiun TV tersebut.

Untuk mendistribusikan konten audio dan video siaran langsung ke puluhan stasiun radio dan TV, saya menggunakan dua jalur: kabel dan cloud server.

Jalur kabel artinya menyalurkan konten dari master control siaran langsung di lokasi ke master control siaran langsung masing-masing stasiun TV menggunakan kabel. Stasiun tersebut harus hadir ke lokasi acara. Biasanya menggunakan OB Van pengangkut SNG.

Untuk stasiun TV yang jauh dari lokasi acara, layanan diberikan melalui cloud server. Konten video siaran langsung dikirimkan ke server. Link siaran didownload media-media yang hendak menayangkan. Kualitas video siaran dibuat full HD sehingga memenuhi spesifikasi kualitas semua stasiun TV.

Itulah layanan media access. Sebuah model bisnis yang saya temukan secara tidak sengaja. Karena stasiun TV tidak mau ada logo pihak lain di layarnya. Selain logo stasiunnya. [***]

Penulis adalah praktisi siaran langsung

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA