Bahkan saat melamar menjadi anggota satpol PP di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pun dia ditolak. Tidak ada tawaran dari TNI/Polri atau kementerian dan BUMNi serta pemda yang menawarkannya kerja. Ironis. Jika Lalu M Zohri, juara dunia junior lari 100 meter putra, kini banjir hadiah, Fauzan gigit jari. Sama seperti ketika berangkat ke Praha bermodalkan makanan mie instant dan kacang bungkus. Setelah jadi juara dunia, kehidupannya pun tetap pahit.
Mengapa tidak ada perhatian dari Pemprov Kalimantan Selatan? Apa kabar juga Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI)? Bagaimana KONI, Kementerian Pemuda dan Olahraga?
Diskriminasi terhadap cabang olahraga, bisa jadi menjadi penyebabnya. Karate, mungkin tidak sepopuler sepakbola, badminton, tinju, tenis maupun atletik. Tetapi menjadi juara dunia karate tradisional (dasar karate) punya gengsi tersendiri. Perkelahian bebas tanpa kelas berat badan, tanpa pelindung tubuh. Di final, Fauzan mengalahkan karateka Ceko yang tubuhnya lebih tinggi dan berat badannya pun lebih dari 20 kg dari dirinya.
Ia harus menahan rasa sakit menghadapi pukulan dan tendangan lawannya demi Merah Putih. Lagu Indonesia Raya pun berkumandang di Praha. Itulah prahara Fauzan.
[***]Yan Daryono
Pemerhati negeri, tinggal di Bandung.
BERITA TERKAIT: