Mengurangi Laba Pedagang Beras

Minggu, 30 Juli 2017, 06:42 WIB
Mengurangi Laba Pedagang Beras
Ilustrasi/Net
TIGA tahun terakhir muncul gerakan yang bermaksud mengurangi laba pedagang beras. Dasar pemikiran yang dikembangkan pemerintah, misalnya pedagang beras memperoleh untung rata-rata Rp 300 juta/tahun/pedagang.

Kemudian petani padi memperoleh Rp 1 hingga 2 juta/tahun/petani. Akibatnya pemerintah ingin mengurangi keuntungan pedagang beras.

Keuntungan pedagang beras yang berkurang akan berdampak menurunkan harga beras eceran di tingkat konsumen akhir.

Harga beras eceran yang turun akan membuat laju inflasi nasional menjadi rendah sesuai target inflasi. Ini karena harga beras diyakini pemerintah menjadi penyumbang besar kenaikan harga-harga (inflasi).

Badan Pusat Statistik (BPS) mempublikasikan buku “Distribusi Perdagangan Komoditi Beras Tahun 2016”. Kemudian diketahui bahwa rata-rata perolehan margin perdagangan dan pengangkutan (MPP) pedagang beras sebesar 5,43 persen di provinsi Sumatera Utara.

Disagregasi MPP pedagang besar beras sebesar 4,59 persen dan MPP pedagang eceran beras sebesar 6,42 persen di provinsi Sumatera Utara. MPP dihitung BPS sebagai selisih antara nilai penjualan dengan nilai pembelian. Persentase margin tersebut biasanya dihitung terhadap harga beras eceran di tingkat konsumen akhir.

Penelitian yang bersifat lebih mikro, misalnya yang dilakukan oleh Ade Supriatna menunjukkan bahwa margin keuntungan pedagang besar beras sebesar Rp 89/kg dan margin pemasarannya Rp 216/kg (7,58 persen) di provinsi Sumatera Utara.

Angka margin pemasaran pedagang besar beras sebesar 7,58 persen ini lebih besar dibandingkan MPP pedagang besar versi BPS yang sebesar 5,43 persen untuk provinsi Sumatera Utara.

Namun angka tadi lebih rendah dibandingkan rata-rata MPP pedagang besar beras tingkat nasional yang sebesar 9,84 persen.

Dengan estimasi volume penjualan pedagang besar beras sebesar 2000 ton/musim/pedagang besar beras, maka estimasi margin keuntungan rata-rata pedagang besar beras sebesar Rp 178 juta/musim atau Rp 356 juta/tahun/pedagang besar beras. Angka ini relatif dekat dengan perhitungan untung Rp 300 juta/tahun/pedagang di atas.

Perhitungan angka Rp 300 hingga 356 juta/tahun/pedagang besar beras tercapai, apabila margin keuntungan pedagang besar beras dihitung terhadap keberhasilannya dalam menjual 4000 ton beras/tahun.

Sementara itu volume penjualan padi petani dihitung sebesar 6 ton gabah kering panen/hektar/musim untuk menghasilkan keuntungan usahatani padi petani sebesar Rp 1 hingga 2 juta/tahun/petani.

Apabila volume penjualan beras petani dihitung sama dengan pedagang besar sesuai prinsip equality dalam perhitungan, maka estimasi keuntungan petani padi kemudian menjadi Rp 1,11 miliar/tahun/petani.

Implikasinya adalah isu keadilan pendapatan sesungguhnya bukan direspons dengan mengurangi laba pedagang, melainkan dengan meningkatkan luas lahan petani padi dan perbaikan teknologi modern untuk meningkatkan produktivitas usaha tani padi.

Kemudian biaya pemasaran beras dioptimalkan menggunakan teknologi infrastruktur pemasaran.[***]


Sugiyono Madelan

Peneliti INDEF dan dosen Universitas Mercu Buana


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA