Terapi Kerupuk Dan Keindonesiaan Yang Belum Selesai

Senin, 22 Mei 2017, 15:41 WIB
Terapi Kerupuk Dan Keindonesiaan Yang Belum Selesai
Dadang Merdesa/Dok
KETAHUILAH... Kerupuk adalah sarana untuk katarsis buat masyarakat yang pernah mengalami traumatik.

Sebagai contoh, masyarakat Garut dan sekitarnya, 96 persen hobi makan kerupuk untuk katarsis dari peristiwa DI-TII. Jadi dengan makan kerupuk pada dasarnya sedang memakan TNI dan sejenisnya, termasuk Orang PKI yang membasmi DI-TII.

Itulah yg menjelaskan kenapa setiap lima orang Garut kumpul, disinyalir tiga orang Garut = sakit kejiwaan akibat traumatik DI-TII. Coba kalau tidak ada terapi kerupuk, dipastikan apabila lima orang Garut kumpul, enam orang sakit jiwa seperti sayah tentunyaaahh.

Dan harap diketahui, pemberontakan DI-TII, berlangsung selama 13 tahun. Sebab setiap TNI melakukan operasi, DI-TII selalu berhasil kalahkan TNI, karena persenjataan DI-TII lebih lengkap dibandingkan TNI. Senjata DI-TII mendapat pasokan, konon dari Amerika Serikat, bisa jadi dari Partai Demokrat.

Ironisnya Kartosuwiryo, sebelum berontak, dua kali minta izin pada mentor politiknya, yaitu KH. Yusuf Tojiri, untuk diizinkan membuat DI-TII, tapi ditolak. Sebab menurut Yusuf Tojiri, yang benar adalah Soekarno, kumandangkan Pancasila, adalah sama halnya Nabi Muhammad SAW, bikin Peradaban Madinah, Yahudi-Majusi-Nasrani dipersatukan dan dilindungi, kecuali yang melanggar hukum, tak peduli putrinya, apabila mencuri akan dihukum dipotong tangan.

Dan Madinah adalah peradaban, bukan negara yang berdasarkan Agama Islam. Sebab, menurut Quran, Islam adalah nilai-nilai, bukan kelembagaan. Dan harap diketahui pula, UUD 45 Aseli adalah dari rumusan keislaman, tapi tak ditempel-embeli kosa kata "Islam" supaya terhindar dari serangan kelembagaan di jalan kenabian yang dibuat oleh Kaisar Romawi Timur, 326 Tahun setelah Yesus Allaihissalam wafat, tentunyaaahh.

Terus terang sayah juga pada dasarnya terkena sakit jiwa, namun karena sayah sadar bahwa sayah sakit jiwa, maka kemungkinan sembuhnya lebih besar.

Sebaliknya masyarakat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hobi makan kerupuk akibat traumatik peristiwa G30S, maka pasokan kerupuk musti selalu terpenuhi hingga kini. Kalau tidak, setiap lima orang Jateng dan Jatim kumpul, bisa jadi tujuh orang sakit jiwa.

Itulah yang menjelaskan kenapa, orang Jawa Timur hingga kini sangat apriori pada urang Garut. Gegara yang membasmi PKI-Madiun 1948, adalah Pasukan Siliwangi.

Itulah yang menjelaskan kenapa Burhanuddin Abdullah, mengaku sebagai urang Garut, setelah terpilih jadi Gubernur Bank Indonesia. Sebelumnya selaku diledek oleh sesama teman-temannya yang Wong Jowo di BI, "Kamu asal Garut yaah, orang DI yaaah...!!!"

Padahal Orang Tua Burhanuddin Abdullah adalah orang yang berseberangan dengan DI-TII. Hingga keluarga Burhanuddin Abdullah hijrah ke Jakarta untuk menghindari Gerombolan DI-TII.

Padahal Pimpinan DI-TII adalah SM Kartosuwiryo, bukan urang sunda, melainkan wong jowo. Itulah yang menjelaskan kenapa saya sangat trauma terhadap segala hal, yang beraroma Islam dan Jawa, tentunyaaahh.

Itulah yang menjelaskan kenapa setiap sahabat saya yang asal Jawa Timur, selalu alam bawah sadarnya selalu apriori pada sayah. Empat dikalikan empat, sama dengan enam belas, karena sayah yang ngomong, maka dianggap SALAH...!!!

Sebagai contoh sahabat sayah ketua DKJ TIM, Taman Ismail Marzuki - Jakarta, biarpun sebelum jadi ketua, justru saya yang mengusulkan kepada Masyarakat Seniman Jakarta, untuk jadikan dia jadi Ketum DKJ, hingga kini sayah tak pernah diajak musyawarah, atau sekedar ngobrol. Padahal teman sayah yang orang Jawa Timur ini, misinya adalah pendekatan ekonomi-kreatif, yang tak ada hubungannya dengan di jalan Kebudayaan, yang digagas oleh Bang Ali Sadikin, yang urang sunda itu, tentunyaaahh.

Sahabat sayah ini, terang-terangan pendukung Ahok.  Sebagai Ketua DKJ, diperpanjang oleh AJ: Akademi Jakarta, sebab mayoritas Anggota Akademi Jakarta adalah pendukung Jokowi di Pilpres 2014, pendukung Ahok-Djarot di Pilgub DKI 2017.

Jadi, baik DKJ maupun Akademi Jakarta, sama-sama tak mengerti definisi dari di jalan kebudayaan. Bayangkan saja, lembaga budaya, tapi lebih politiking dibandingkan DPR maupun DPRD.

Padahal Taman Ismail Marzuki, digagas oleh Bang Ali Sadikin, untuk mengkritisi Pemda DKI di bidang kebudayaan. Seperti halnya LBH, dibuat oleh Bang Ali Sadikin untuk mengkritisi kebijakan Gubernur DKI Ali Sadikin, yang urang Sumedang itu, tentunyaaahh. [***]

Sunda Kalapa, 220517

Dadang Merdesa

@PelukisMerdesa



Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA