Mengukur Peluang AHY-Sylvi Masuk Putaran Kedua

Senin, 13 Februari 2017, 00:46 WIB
Foto: Net
SEMAKIN dekatnya pemilihan Gubernur DKI Jakarta, membuat kita semakin meraba-raba siapa yang akan menang pada kontestasi politik akbar pilkada bercita rasa pilpres. Ketatnya persaingan kursi panas DKI Jakarta ini membuat para pengamat dan akademisi kuat memperkirakan pemilihan gubernur akan diselenggarakan 2(dua) putaran, pertarungan  seperti holywood, sangat ketat dan sengit. Sesuatu yang sulit pilkada satu putaran karena membutuhkan dukungan di atas 50 persen.

Peta elektoral akan berjalan dinamis, pasangan mana pun masih punya peluang masuk putaran kedua. Hal tersebut menunjukkan bahwa, masih mungkin terjadi pergerakan elektoral yang dasyat ke pasangan lain. Dan bukan tidak mungkin, membolak balik logika rilis survei yang sudah dipancarkan selama ini  ke publik yang mengunggulkan calon ini, itu dan seterusnya. Yang kita tunggu-tunggu, ada daya kejut dan hasilnya menjadi anti tesis dari frame hasil survei beredar selama ini, hasil survei mengalami patahan di tengah jalan.

Swing voter dan un-decided voter menjadi determinan menentukan, calon yang paling lihai dan mahir mengambil ceruk potensial tersebut, maka itu lah yang menjadi pemenang.

Secara umum publik menilai performa (penampilan) pasangan Agus-Sylvi tidak kalah hebat dan lincahnya dibandingkan Pasangan kandidat lainnya dalam debat kandidat calon Gubernur dan wakil Gubernur ketiga. Sebagian besar publik menganggap kualitas performa debat berpengaruh terhadap pilihan pemilih (preferensi).

Kita bisa memahami, berbeda-bedanya hasil survei karena preferensi memilih seseorang masih dapat berubah hingga hari pemilihan Gubernur diselenggarakan, bahkan hingga di bilik kotak suara TPS. Agus-Sylvi masih memiliki kesempatan yang sama dengan kedua pasangan lainnya. Setidaknya ada beberapa faktor yang dapat membuat Agus �" Slyviana masih memiliki kesempatan untuk melaju ke putaran kedua, saya kira itu logis.

Pertama, Agus-Slyviana memiliki 3 partai pendukung yang memiliki kekuatan dan pengaruh cukup besar di masyarakat. Demokrat memiliki simpatisan yang cukup banyak, ditambah lagi dengan Agus Harimurti merupakan anak dari figur sentral partai Demokrat yaitu Susilo Bambang Yudhoyono, bibit, bobot dan bebetnya sudah jelas.

Efek elektoral SBY, tentunya masih memiliki para pendukung setia yang mendukung dia selama menjadi Presiden 2 periode, tingkat kepuasaan (approval rating)  bisa menjadi anti tesis, turun gunung SBY yang aktif berkampanye belakangan ini, paling tidak menjadi lumbung elektoral perolehan suara Agus-Slyviana (coat-tail effect).

Kedua, Agus-Sylvi walaupun hasil elektabilitasnya turun, namun punya pemilih yang sudah mantap menentukan pilihan. Agus-Sylvi saya kira bisa merebut swing voter bergeser jadi real voter, yang sudah memutus pilihannya namun bisa kembali mengubah pilihannya, di sisa waktu dan berpeluang menarik elektoral yang sampai hari ini belum menentukan pilihan (un-decided voter). Agus sosok yang ganteng (good looking), beribawa dan tegas memiliki segmen ibu-ibu rumah tangga dan tante-tante yang bisa all out habis, ibu rumah tangga biasanya paling rajin ke TPS dan paling loyal soal memilih ke TPS.

Ketiga, Agus belum memiliki image buruk di bidang politik. Agus merupakan aktor baru dalam dunia politik, hal ini berarti Agus belum memiliki cacat kasus di politik dan pemerintahan. Hal ini membuat daya tarik sendiri bagi masyarakat, di mana mereka mengidamkan pemimpin baru yang bersih, jujur dan bebas dari KKN.

Sedangkan jika dibandingkan dengan 2 paslon lainnya telah memiliki kekurangan selama terjun di dunia politik, Ahok dengan etikanya yang kurang baik dan Anies yang gagal menuntaskan amanatnya selama menjadi Kemendikbud, menjadi catatan sendiri dalam karir politiknya.

Memotret persepsi publik pelbagai hasil survei yang kurang menggembirakan pasangan Agus-Sylvi, dibandingkan dengan ‘pesona’, keunggulan, latar belakang dan pendukungnya, maka bisa jadi sebuah keniscayaan jika sosok anak muda Agus, berkharisma serta energik, menjadi kuda hitam di pilkada DKI. Mari kita belajar, hampir semua hasil survei memenangkan Hillary, namun realitasnya berbeda jauh dengan hasil real count.

Hampir semua hasil survei dimenangkan Hillary, namun faktanya Trump sekarang menjadi presiden AS. Suatu hal yang harus dicatat, di atas kertas secara statistik bisa menang, namun jangan lupa pendekatan sosiologis dan kultural dan seterusnya. [***]

Pangi Syarwi Chaniago
(Direktur Esksekutif Voxpol Center)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA