Sesungguhnya konsep ini telah di tuangkan dalam GBHN repelita ketiga tahun 1984 yaiu: mekanisme pembangunan
top down transisi
bottom up yang dikenal dengan delapan jalur pemerataan antara lain: pemerataan usaha bagi golongan ekonomi lemah dan menengah, pemerataan kesempatan berpartisipasi bagi generasi muda serta pemerataan pembangunan antar daerah.
Sayangnya apa yang disampaikan oleh Jokowi tersebut berbanding terbalik dengan sistem ekonomi yang sedang dikerjakan oleh pemerintahan Jokowi dan saat ini sedang berlangsung yaitu market mechanisim dan rigid ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi melalui
market mechanism, dan
rigid ekonomi hanya akan menghasilkan sistem ekonomi berbasis capitalis asing,
tight competitive serta pengusaan sumber daya alam serta
project pemerintah yang terpusat pada sistim kekuatan pasar, pertumbuhan ekonomi pada sistem mekanisme pasar hanya akan memperlebar ketimpangan kesempatan berusaha, ketimpangan pendapatan, ketimpangan kesempatan kerja maupun ketimpangan kesejahteraan antar etnis, masuknya investasi China serta mobilisasi besar-besaran tenaga kerja China ke Indonesia ini dampak dari sistem mekanisne pasar (neolib).
Ekonomi Poco-poco Model JokowiPoco-poco adalah irama gerak yang pertama kali di populerkan oleh TNI melalui Jendral Wismoyo Arismunandar, awalnya poco-poco diiringi dengan irama lagu melayu, tapi saat ini gerakan poco-poco diiringi dengan irama lagu apapun gerakan poco-poco tidak berubah itu-itu saja.
Apa hubungannya dengan model ekonomi Jokowi? Kartunisasi yang diluncurkan oleh Jokowi untuk memberikan stimulus pada masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah garis kemiskinan, agar mereka secara temporal memiliki daya beli untuk memenuhi kebutuhan dasarnya khususnya biaya pendidikan, dan kesehatan.
Produk sosial ekonomi pada program kartunisasi Jokowi ini tidak memiliki parameter keberhasilan, baik dari tujuan peningkatan kesejahteraan maupun peningkatan kualitas kesehatan masyarakat apalagi pada sisi ketahanan daya beli masyarakat. Irama kartunisasi ternyata tidak mampu mengatasi problem dasar masyarakat yaitu, daya beli, kualitas pendidikan dan kualitas kesehatan, mengapa?
Konsep kartunisasi program sosial ekonomi adalah visi misi Jokowi yang tidak didukung dengan instrumen perencanaan yang memadai akibatnya terjadi pemborosan keuangan negara salah tujuan.
Disamping itu program sosial ekonomi Jokowi tersebut tidak masuk dalam kebijakan politik ekonomi nasional pada program pengentasan kemiskinan maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat, inilah akibatnya kebijakan politik ekonomi yang tidak berasal dari Konstitusi (GBHN), gerakannya serba poco poco meskipun iramanya beda-beda.
Dari sisi kebijakan ekonomi makro, kredibilitas suatu kebijakan sangat krusial bagi terciptanya kepercayaan masyarakat/pelaku pasar. Pada dasarnya pelaku pasar akan memberikan respons positif terhadap kebijakan yang kredibel dan konsisten.
Apakah kebijakan ekonomi Jokowi sudah kredibel dan konsisten?
Dilihat dari respon masyarakat/pelaku pasar terhadap kredibilitas kebijakan Jokowi pada bidang ekonomi adalah nampak pada instrumen nilai tukar Rupiah yang terus tergerus, APBN yang terus menerus memperlihatkan ancaman defisit yang besar, terget penerimaan pajak yang tidak tercapai,
debt service ratio semakin menurun, membekaknya hutang jangka pendek, cicilan utang yang sangat membebani APBN serta penurunan kualitas cadangan devisa.
Di samping itu ancaman gagalnya tambahan-penerimaan negara dari Tax Amnesty, akan memperbeser devisit APBN, pemotongan transfer DAU pada daerah otonom maupun pemotongan dana lembaga dan kementrian akan memberikan efek gab kredibilitas terhadap kebijakan pemerintah Jokowi.
Termasuk ancaman kegagalan lembaga/kementrian sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi akibat dampak dari pemotongan anggaran belanja kementerian maupun lembaga. Juga paket-paket kebijakan ekonomi Jokowi terhadap persepsi para pelaku pasar tidak memberikan respon positif. Target pertumbuhan ekonomi Jokowi terlalu optimistik justru telah menghancurkan kredibilitas kebijakan ekonomi Jokowi sendiri.
Paket paket kebijakan ekonomi Jokowi serta peluncuran UU Tax Amnesti, ternyata belum mampu mengatasi fundamental ekonomi, hal ini di sebabkan:
1. Kebijakan ekonomi Jokowi secara politik tidak mendapatkan dukungan kelembagaan konstitusional.
2. Adanya gap kredibilitas program kebijakan pembangunan ekonomi Jokowi (visi misi Jokowi) terhadap kebijakan pembangunan politik ekonomi (GBHN).
3. Irama kebijkan gerak pembangunan ekonomi Jokowi belum berhasil membawa perubahan kearah gerak ekonomi baru.
[***]Penulis adalah mantan Anggota DPR RI
BERITA TERKAIT: