PDIP Dan Jasmerah Pilkada Jakarta

Sabtu, 20 Agustus 2016, 13:06 WIB
PEMILU pertama setelah reformasi digulirkan tahun 1999, menghasilkan PDI Perjuangan menjadi juara kontestasi 5 tahun tersebut.

Tidak hanya secara nasional PDIP menang, namun di Jakarta mayoritas suara kursi DPRD diperoleh sebanyak 30 kursi dari 75 kursi yang ada. Bahkan masih ada fraksi TNI/Polri, yang saat itu masih memiliki kursi tanpa harus ikut Pemilu. Artinya hampir 50  persen suara warga Jakarta saat itu menjatuhkan pilihannya pada PDIP.

Ini tidak bisa dilepaskan dari faktor kekuatan figur Ketum PDIP, Ibu Megawati SP, yang selalu menjadi simbol tokoh perlawanan terhadap kekuasaan sebelumnya. Namun siapa sangka ketika pemilihan Presiden melalui MPR, sebagai partai pemenang PDIP tidak dapat mengantarkan Ibu Megawati untuk menduduki kursi Presiden, walaupun akhirnya beliau tampil sebagai Wakil Presiden, kemudian menggantikan Gus Dur menjadi Presiden hingga 2004.

Perjalanan Pilkada dimulai 2002, yang saat itu pemilihan Gubernur masih menggunakan pemilihan via DPRD. Sebagai penguasa Kebon Sirih selayaknya PDIP mencalonkan kader sendiri. Namun, siapa sangka akhirnya PDIP mencalonkan Sutiyoso-Fauzi Bowo, walau berakibat dinonaktifkannya Ketua DPD PDIP Jakarta saat itu, Tarmidji Suharjo, yang tetap ingin maju untuk menegakkan marwah sebagai partai pemenang saat itu, serta ditunjuk Plt dari DPP PDIP.

Setelah itu partai bergejolak di grassroot mengingat figur Sutiyoso yang dikaitkan dengan kasus 27 Juli, yang pada akhirnya terlihat ketika Pemilu 2004. Bukan hanya gagal memenangkan PDIP di Jakarta, namun juga gagal menghantarkan Megawati untuk kembali duduk sebagai Presiden RI.

Pada Pilgub pertama yang dilakukan dengan cara pemilihan langsung 2007, kembali PDIP membangun koalisi besar dalam mendukung Fauzi Bowo-Prijanto, menghadapi kandidat yang diusung PKS, Adang Darajatun-Dani Anwar. Dalam kontestasi tersebut, walaupun dapat dimenangkan pasangan Fauzi Bowo-Prijanto, namun dalam proses keterlibatan PDIP Jakarta juga sempat terjadi perpecahan di tubuh PDIP DKI yang berujung ditunjuknya Plt dari DPP PDIP kembali. Soliditas partai kembali diuji pada Pemilu tahun 2009, serta kembali mencalonkan Megawati sebagai calon presiden berpasangan dengan Prabowo. Namun kenyataan pahit kembali diterima dengan terpilihnya SBY sebagai Presiden untuk periode ke-2.

Pengalaman Pilkada 2012, pada awalnya PDIP akan mencalonkan kembali Fauzi Bowo berpasangan dengan kader internal PDIP. Menjelang momen pendaftaran berubah mendukung kader sendiri, walikota berprestasi, seorang Walikota dari Solo, Joko Widodo. Berpasangan dengan kader Golkar yang duduk di DPR, Basuki Tjahaja Purnama atau lebih ngetop dipanggil Ahok.

Mesin PDIP Jakarta berlari kencang saat mereka mencalonkan kader sendiri dalam kontestasi tersebut. Semua potensi jaringan kader digerakkan. Kita pahami militansi kader serta simpatisan PDIP tidak perlu diragukan. Bilamana instruksi yang dikeluarkan  sesuai dengan kehendak kebathinan yang mereka rasakan di bawah, sosok Jokowi yang dekat dengan platform serta ideologi PDIP menjadikan suatu ikatan moral gerakan ke gotongroyongan dalam memenangkan Pilkada tersebut walaupun yang dihadapi seorang Fauzi Bowo, Gubernur Petahana. Figur yang sangat populer versi semua lembaga survei yang ada saat itu.

Kenyataan politik. Kerja jaringan yang terbangun serta soliditas akar rumput berbuah manis mengantarkan Jokowi-Ahok memenangkan kontestasi Pilgub 2012. Kader serta simpatisan PDIP, tidak hanya di ibukota, membawa getaran di seluruh pelosok negeri mengingat PDIP kembali dapat menempatkan kader terbaiknya sendiri untuk menduduki Kursi Gubernur di Ibukota Negara.

Suksesi tersebut tidak hanya berhenti pada Pilgub Jakarta, namun langsung menatap untuk memenangkan Pemilu 2014, serta menyiapkan figur yang tepat untuk menjadi Presiden yang akan dicalonkan PDIP. Kerja politik kerakyatan serta kegotongroyongan, rendah hati serta kepedulian akan wong cilik tergambar dari figur Jokowi. Menjadikan resonansi simpatik pengikat perjuangan partai serta kader dari penjuru daerah di Indonesia yang pada akhirnya mengantarkan PDIP sebagai jawara Pemilu 2014, sekaligus menghantarkan Jokowi menjadi Presiden ke-7.

Saat ini PDIP dalam kondisi menatap Pilgub 2017, yang sebentar lagi harus memutuskan akankah kembali mencalonkan kader terbaiknya saat ini. Seperti diketahui selain Risma selaku walikota Surabaya yang memiliki segudang prestasi, juga ada kader internal sukses dari Blitar, Djarot Syaiful Hidayat, yang saat ini duduk sebagai Wakil Gubernur DKI.

Selain itu ada juga kader militan dari Jakarta sebagai orang yang sangat penting saat mengantarkan kemenangan Jokowi pada Pilgub 2012 serta Pilpres 2014 lalu, anak biologis tokoh fenomenal Jakarta yang akan selalu dikenang sepanjang masa. Beliau adalah Boy Sadikin, putra pertama mantan Gubernur Ali Sadikin. Tidak diragukan lagi kapasitas serta kompetensinya, dekat dengan kader, simpatisan serta figur yang rendah hati, peduli dengan wong cilik, serta menjiwai arah perjuangan PDIP secara ideologi.

Melihat pergolakan di tubuh PDIP saat ini dalam menentukan siapa yang akan diusung pada Pilkada Jakarta, sudah seharusnya bilamana ingin melihat perkembangan partai ke depan menjadi lebih baik, sudah selayaknya juga melihat perjalanan yang sudah dilalui.

Dinamika politik Jakarta sangat dinamis. Pada era digital ini, sekecil apapun informasi yang ada akan cepat sampai di masyarakat pemilih. Bilama PDIP gagal dlm menentukan pilihan yang tidak dikehendaki oleh kader serta simpatisan yang ada di bawah, jangan pernah berharap kemenangan itu akan hadir kembali.

Pilgub DKI 2017 hanya sebagai gambaran untuk Pemilu 2019. Bila salah dalam kalkulasi politik serta menihilkan suara dari akar rumput, ingat risiko yang akan diambil akan sangat besar. PDIP partai berbasis kader, sudah sangat berpengalaman dalama kerja-kerja politik, serta tidak terpengaruh dengan opini yang disebarkan lembaga survei maupun media yang memiliki agenda setting untuk memuluskan figur-figur yang berlawanan dengan arus bawah.

Waktu terus berjalan. Namun, PDIP besar hingga kini melalui proses yang tidak sebentar. Sejarah mencatat perjalanan itu, kader terbaik muncul dari proses perjuangan panjang, tidak instan serta dibentuk hanya utk merebut kekuasaan semata. Untuk itu PDIP jangan melupakan sejarah. Jasmerah!

Budi Siswanto
Direktur Lembaga Kajian Informasi Publik 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA