Sebagai partai pelopor PDIP menyadari tugas sejarahnya sebagi obor penerang rakyat. Obor penerang bagi rakyat dikala gelap. Penuntun jalan menuju sebuah republik yang berdaulat secara ekonomi, politik, dan budaya. Untuk itu, pada Rakernas PDIP 10-12 Januari 2016 di Jakarta beberapa hari kemarin menjadi kawah candra dimuka perumusan Konsepsi Pembangunan Semesta Berencana. Konsep kemandirian bangsa ala Soekarno yang tereliminir oleh rezim sesudahnya. Rezim yang menganaktirikan sosok, pemikiran, peran dan semual hal tentang Soekarno. Ya, sebuah sejarah kelam bangsa. Sejarah tiran yang tidak boleh terulang lagi.
Konsep Pembangunan Semesta Berencana bukanlah hal yang baru di republik ini. Presiden Soekarno menuangkan konsep ini dalam
TAP MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia Sebagai Garis-Garis Besar Daripada Haluan Negara dan TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap Pertama 1961-1969.
PDIP sebagai partai ideologis merekomendasi Konsep Pembangunan Semesta Becana diterapkan kembali pemerintahan Jokowi-JK. Dan menjadikan nya landasan dalam menetapkan kebijakan dan program jangka menegah demi terwujudnya Trisakti dan nawacita. Tentu saja konsepsi pembangunan semesta berencana hasil Rakernas PDIP tidak serta merta mencopy paste tanpa menyesuaikan kondisi objektif kekiniaan republik ini.
Dan Presiden Jokowi dan ratusan kepala daerah dari PDIP yang hadir di Rakernas menyatakan sikap mendukung dan siap melaksanakan konsep Pembangunan Semesta Berencana. Jajaran menteri Kabinet kerja Jokowi-JK juga medukung konsepsi ini.
Lalu bagaimana sikap para pemimpin kita yang lain?
Konsep Pembangunan Semesta Berencana untuk Indonesia Raya tidak mudah dilaksanakan di era kekinian. Kondisi perpolitikan dahulu (era Soekarno) dan kini berbeda jauh. Dan Sudah menjadi rahasia umum. Sisa-sisa pertarungan politik di Pilpres 2019 belum juga usai. Pragmentasi politik terlihat nyata pada tataran elit politik nasional. Sementara di tingkatan rakyat dan elit politik daerah hal itu sudah terlupakan. Rakyat sudah muak dengan dagelan politik yang tak membawa manfaat bagi mereka. Bahkan di tingkat lokal, dalam ajang pilkada serentak beberapa waktu lalu, pihak yang berseberangan saat pilpres telah berkoalisi mengusung calon yang sama.
Seperti yang kita ketahui, Pragmatisme, fragmentasi politik dan berbagai kepentingan lain nya (pribadi & kelompok) melanda dan mengerogoti bangsa ini. Sebuah penyakit yang tak kunjung usai. Bahkan semangat reformasi hanya sesaat menjadi pemersatu dan perekat semua pihak. Setelah itu, semangat individualisme dan sektarisme menjadi panglima dalam membangun bangsa.
Ya, penerapan konsepsi Pembangunan semesta Berencana agar berjalan maksimal perlu dukungan dari semua pihak. Rakyat, Lembaga MPR, DPR, TNI, Partai Politik, dan semua pihak terkait harus mendukung dan ikut terlibat sebagai pelaksana dan pengawas berjalanannya konsepsi ini. Ya, sikap seorang negarawan sangat dibutuhkan dalam menyikapi hal ini. Ingat ini bukan untuk PDIP, tapi untuk kesejahteraan rakyat, kedaulatan bangsa dibidang ekonomi, politik, dan budaya.
Bung, Pemilu 2014 telah lama usai. Dan Pemilu 2019 masih lama. Kita Lupakan sejenak perbedaan antara kita. Waktu nya kita berkerja membangun bangsa dan negara. Ayo kita dukung dan wujudkan Trisakti dan Pembangunan Semesta Terencana untuk Indonesia Raya sebagai landasan nya. Merdeka.
.[***]
Oking Ganda MiharjaKetua DPC PDI Perjuangan Pesisir Barat