Seharusnya segenap komponen bangsa sadar bahwa hanya Pancasila yang bisa membentengi bangsa Indonesia dari perpecahan dan aksi separatisme. Bahwa hanya Pancasila yang masih bisa mempersatukan bangsa Indonesia yang sangat majemuk.
Selama Orde Baru, pemerintah saat itu selalu memperingati Pancasila pada tanggal 18 Agustus, tanggal pada saat Pancasila secara resmi ditetapkan sebagai dasar Negara. Padahal lahirnya Pancasila yang benar pada tanggal 1 Juni.
Menengok sejarah, pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno berpidato di hadapan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dalam pidato tersebut muncul gagasan tentang landasan, bagaimana dasar negara yang akan dianut apabila nanti kemerdekaan diproklamasikan.
Rindu Penataran P4 Terabaikannya Pancasila sekarang ini dan tumbuh suburnya ideologi radikal adalah akibat yang harus ditanggung oleh generasi muda saat ini; banyak teroris yang masih remaja dan jadi korban narkoba dan obat terlarang lainnya. Kasus beberapa mahasiswa yang hilang karena direkrut oleh NII (KW9). NII merekrut calon anggotanya di kampus-kampus adalah bukti Pancasila sudah sangat diabaikan. Sejak reformasi bergulir 13 tahun yang lalu, sekarang kampus-kampus sudah tidak pernah menyelenggarakan penataran P4 atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif dan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD mengobarkan kembali dan mengajak seluruh rakyat Indonesia berpaling kembali dan peduli kepada Pancasila yang sudah sekian lama ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Semua pihak merasakan, saat ini Pancasila semakin tergerus oleh perubahan zaman. Dahulu pada zaman Orde Baru di sekolah-sekolah dari SD sampai SMA ada pelajaran Pendidikan Moral Pancasila atau PMP, dan sekarang berganti nama menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKN), tetapi belakangan seiring perkembangan zaman karena Pancasila semakin ditinggalkan muncul ide agar nama mata pelajarannya kembali seperti semula yaitu Pendidikan Moral Pancasila.
Arief Rachman, pemerhati pendidikan menyatakan bahwa peranan ideologi Pancasila di dunia pendidikan sama saja jika melihat pendidikan karakter. Tidak hanya pendidikan yang tidak hanya harus tahu, tetapi juga harus bersikap dan mengamalkannya.
Penghayatan dan pengamalan Pancasila di lingkungan sekitar atau di kehidupan sehari-hari semakin langka dan jarang ditemui terutama berkaitan dengan sila kelima: Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Terjadi ketimpangan di bidang sosial-ekonomi. Hukum juga lebih memihak kaum berduit dan keadilan mahal harganya bagi si miskin. Mafia pajak, mafia hukum dan makelar kasus merajalela di antara kasus-kasus korupsi, penegakan hukum seakan mandul ditengah optimisme masyarakat.
Semakin terdesaknya pasar tradisional oleh pasar modern (swalayan atau supermarket dan minimarket) adalah bukti nyata keadilan di bidang ekonomi lebih berpihak kepada pemodal besar daripada pemodal kecil apalagi pedagang kecil. Pemerintah seharusnya lebih memberdayakan pedagang kecil di pasar-pasar tradisional dengan membangun fasilitas atau merenovasi pasar tradisional.
Benih-benih perpecahan terlihat nyata, seperti kerusuhan di Temanggung dan Cikeusik, Banten beberapa bulan yang lalu serta bentrokan antara warga dan TNI AD di Kebumen, April yang lalu seharusnya tidak perlu terjadi, jika Pancasila diamalkan dengan benar. Penggusuran atas nama Perda di beberapa kota atau kabupaten merupakan salah satu bukti pengamalan Pancasila sudah mencapai titik nadir. Sudah saatnya penggusuran atas nama Perda tetap memperhatikan rasa keadilan dan kemanusiaan bagi kaum miskin kota.
Menkumham Patrialis Akbar menyatakan ada 4000 Perda yang dibatalkan, karena bertentangan dengan undang-undang dan Pancasila. Tawuran antar mahasiswa dan tawuran antar pelajar makin sering terjadi.
Mahfud MD kembali menegaskan, revitalisasi Pancasila sebagai cita hukum (cita-cita dan tujuan hukum) merupakan hal mendesak dan tak sekadar diwacanakan. Pendidikan Pancasila sebagai landasan ideologi bangsa perlu digalakkan kembali (Kompas.com,5/5/2011). Gerakan pendidikan membangun karakter bangsa ( Nation Character Buliding) selama ini seolah melupakan jati diri bangsa Indonesia sendiri yaitu Pancasila.
Cendikiawan muslim Azyumardi Azra mengatakan, pengajaran Pancasila perlu dikontekskan dengan kondisi kekinian serta dibandingkan dengan ideologi-ideologi lain untuk membuktikan bahwa Pancasila yang paling cocok untuk Indonesia. Kondisi saat ini, masyarakat merasa keadilan belum merata dan hukum belum ditegakkan. Seluruh masyarakat Indonesia mulai dari pimpinan nasional, cendekiawan, pelaku usaha, media massa, sampai rakyat jelata harus tetap memegang teguh prinsip-prinsip yang terkandung dalam kelima sila Pancasila yang sudah semakin ditinggalkan oleh manusia Indonesia yang hidup di era globalisasi. Jika tidak, revitalisasi Pancasila hanya berhenti pada seminar dan diskusi, alias tinggal wacana saja.
Farid WidodoStaf Tenaga Kependidikan di STIE BPD JatengSemarang