Chief Economist PT Permata Bank Josua Pardede menjelasÂkan, relaksasi LTV berpotensi meningkatkan non performing loan (NPL) alias kredit macet, lantaran biaya cicilan rumah seÂmakin membesar. Sehingga timÂbul kekhawatiran banyak debitor yang akan kesulitan memenuhi tanggung jawabnya dalam memÂbayar cicilan rumah.
"Risiko peningkatan NPL pasti ada. Karenanya perlu ada ketentuan tambahan buat bank-bank yang NPL KPR-nya relatif besar, agar tidak dapat memanÂfaatkan relakasasi LTV ini," kata Josua kepada
Rakyat Merdeka.
Josua pun me-warning perÂbankan untuk selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan KPR. Karena menurutnya, perbankan harus memperhatikan lebih detail profil nasabah, serta keÂmampuan membayar debitor yang ingin mengajukan KPR. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya NPL.
"Apakah calon debitornya memiliki penghasilan tetap, aset, hingga tabungan di bank. SekaÂlipun LTV dilonggarkan, tetap ada syarat khusus yang harus dipenuhi," imbuhnya.
Direktur Eksekutif
IndoÂnesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menuturkan, pihaknya sudah mengusulkan rumah pertama tanpa uang muka atau DP (
down payment)ke BI sejak 2015. Jika disetujui sejak saat itu, tentu momennya akan menjadi lebih baik.
"Inisiatif mengajukan usulan tersebut, karena perhitungan tren suku bunga rendah saat itu. Sehingga akan berdampak bagus bila dibarengi dengan kemudaÂhan DP. Tapi usulan ini dulu sempat ditertawakan," ucap Ali kepada
Rakyat Merdeka. Meski begitu, sambung Ali, dengan kondisi sekarang, di mana suku bunga BIsudah naik menjadi 5,25 persen alias ada kenaikan 100 basis points (bps), maka otomatis membuat bank bakal menaikkan suku bungÂanya, termasuk KPR.
"Rupiah diharapkan agak staÂbil. Tapi daya beli konsumen bila tanpa DP akan semakin renÂdah, karena cicilannya dia akan lebih tinggi lagi," kata Ali.
Direktur PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Budi SaÂtria mengakui, pelonggaran LTV menjadi salah satu insentif yang diperlukan perbankan. Dengan begitu bisnis properti maupun KPR di Tanah Air bisa tumbuh lebih baik lagi.
Budi lalubmenegaskan, propÂerti memiliki peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Meski begitu, pelongÂgaran LTV memang mesti memÂperhatikan beberapa faktor.
"Dengan berbagai relaksasi yang diberikan BI, tidak akan mengurangi tingkat kehati-hatian kami, sehingga kami optimistis target NPL tahun ini sebesar 2,38 persen akan dapat dicapai," katanya.
Sekedar catatan, hingga Maret 2018, rasio NPL gross BTN di level 2,78 persen.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya memutuskan untuk tidak lagi memberlakukan uang muka pada pembelian rumah pertama. Aturan pelonggaran LTV atau
financing to tvalue (FTV) untuk KPR akan berlaku mulai 1 Agustus 2018.
BI berharap, kebijakan terseÂbut dapat kembali memacu pertumbuhan properti di IndoÂnesia.
"Saya sampaikan, bahwa unÂtuk rumah pertama tentu tidak ada aturan untuk besaran LTV. Besaran itu ditentukan oleh masing-masing bank bisa meÂnyesuaikan praktik manajemen risiko yang ada," kata Perry.
Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto menambahkan beberapa alasan pelonggaran kebijakan ini. Menurutnya, saat ini siklus kredit properti masih berada pada fase rendah, namun masih memiliki potensi untuk di akÂselerasi.
"Dengan adanya pelonggaran ini dari hasil diskusi kita dengan Perbanas dan juga asosiasi, ini bisa tingkatkan pertumbuhan kredit properti sebesar 13-14 persen," terang Erwin.
Hanya saja ketentuan mengeÂnai pelonggaran KPR ini, kata Erwin, tidak bisa dijalankan semua bank. Syaratnya, perÂbankan yang bisa menerapkan kebijakan pelonggaran LTV ini adalah, pertama, perbankan yang memiliki rasio kredit bermasalah (NPL) nett kurang dari 5 persen. Dan kedua, rasio NPL KPR gross kurang dari 5 persen.
"Jadi ini bukan DP nol persÂen," tegas Erwin. ***
BERITA TERKAIT: