“Ini bukan sekadar kritik penanganan bencana. Jika jernih, ini sudah mengarah serangan personal dan bau amis kepentingan atau rivalitas politik," kata Direktur Eksekutif Akar Rumput Strategic (ARSC), Dimas Oky Nugroho dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, 16 Desember 2025.
Dimas menyoroti derasnya serangan dan kritik terhadap sejumlah aktor pemerintah yang aktor politik di media sosial akhir-akhir ini. Ada kritik bernilai objektif, namun di sisi lain banyak bermuatan politis dan hasil dari mobilisasi atau penggorengan
buzzer-buzzer politik.
Kondisi ini akan mengaburkan evaluasi substansial terkait respons dan penanganan bencana oleh negara.
"Ada yang dituding melakukan pencitraan politik, saya pikir memang tidak bisa dihindarkan. Tapi yang harus kita perhatikan fakta di lapangan bahwa masyarakat terdampak sangat butuh bantuan konkret,
quick response dan massif dari negara, publik, parpol, atau siapa saja yang dapat membantu mereka," kritiknya.
Salah satu yang ia contohkan adalah serangan terhadap Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan. Ia sepakat menolak aksi-aksi pencitraan lebay para elite politik.
Namun ia mengajak publik untuk lebih fokus memastikan dan mengawasi berjalannya upaya, tata kelola dan skala penyaluran bantuan kepada daerah dan korban bencana.
"Menko Pangan paling sering dituding di medsos akhir-akhir ini, tapi dia justru tercatat sebagai salah satu pejabat pusat pertama yang turun langsung ke titik bencana paling terdampak dan terisolir, di saat jalur transportasi darat terputus. Yang penting bantuan masuk dan sampai," jelasnya.
Menurutnya, ruang publik hari ini terlalu banyak membahas sisi drama politik receh yang sarat mobilisasi dan rivalitas antar elite.
"Kalau kita lihat polanya ini bukan reaksi spontan warganet, ada indikasi mobilisasi akun dan
buzzer politik, dan itu sangat mungkin didorong kepentingan politik tertentu," tegasnya.
Di sisi lain, Dimas melontarkan kritik keras terhadap pernyataan Kepala BNPB Letjen Suharyanto yang sempat menyebut kondisi di lapangan tidak sedarurat seperti di media sosial. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak relevan dan tidak pantas di tengah situasi bencana.
BNPB merupakan institusi krusial dalam penanganan bencana sehingga dituntut responsif, sigap, akurat dalam bertindak, tapi juga aktif terbuka sekaligus berhati-hati dalam berkomunikasi ke publik.
“Pernyataan seperti itu keliru dan berbahaya. Di saat kondisi bencana yang parah dan korban menunggu bantuan, justru muncul narasi yang mengecilkan situasi," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: