Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti, merasa khawatir, pola penegakan hukum yang hanya menyasar aktor level bawah akan kembali terulang, seperti dalam kasus pagar bambu di perairan Tangerang. Meski sempat ada proses hukum, penanganannya dinilai mandek dan tidak menyentuh aktor utama di balik kejahatan tersebut.
“Saya khawatir, kasus pagar bambu di laut Tangerang, akan kembali terulang. Ada penegakan hukum, tapi hanya sampai pada level bawah. Itupun, sampai sekarang, seperti mandeg alias jalan di tempat,” kata Ray kepada RMOL, Senin, 15 Desember 2025.
Menurut Ray, penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan hingga kini belum berjalan optimal. Kondisi tersebut, kata dia, tidak jauh berbeda dengan upaya pemberantasan korupsi yang kerap berhenti di pelaku kecil.
“Saya kira, penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan, belum sepenuhnya bekerja dan optimal. 11-12 dengan pemberantasan korupsi,” tegas Aktivis 1998 jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Ray menilai aparat penegak hukum (APH), khususnya kepolisian, belum sepenuhnya mengarahkan perhatian dan sumber daya secara serius untuk menangani kejahatan lingkungan yang berskala besar dan terorganisir.
Sebaliknya, ia justru melihat kecenderungan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan. Menurutnya, berbagai dalih hukum kerap digunakan secara terkesan dipaksakan untuk menjerat para aktivis.
“Malah pejuang lingkungan yang banyak dikriminalisasi dengan dalih macam-macam, yang terkesan dipaksakan. Terakhir, beberapa aktivis lingkungan ditetapkan sebagai tersangka karena peristiwa Agustus 2025 lalu,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: