Hal ini disampaikan Anggota Komisi V DPR RI, Mori Hanafi, dalam diskusi daring dengan tema Potensi Ancaman Fenomena Hidrometeorologi Menjelang Libur Natal dan Tahun Baru, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 10 Desember 2025.
“Cuaca buruk hidrometeorologi ini enggak ujug-ujug terjadi. Dampaknya besar, dan kita butuh komando bencana yang lebih jelas,” tegas Mori.
Mori menjelaskan bahwa BMKG telah menyampaikan peringatan tentang potensi cuaca ekstrem dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi.
“Hampir seluruh apa yang disampaikan BMKG itu tingkat akurasinya di atas 95 persen. Tidak ada yang perlu diragukan,” ujarnya.
Namun, ia menilai respons di lapangan sering terkendala oleh rusaknya lingkungan yang tidak dapat dipetakan BMKG. Ia menyoroti kerusakan hutan sebagai penyebab utama bencana besar di berbagai daerah, mulai dari Sumatra, Aceh, hingga Bima.
“Perusakan hutan itu kejahatan terorganisir yang perlu dihukum berat. Dampaknya menimpa jutaan orang, sementara yang untung hanya segelintir,” tegasnya.
Menurut Mori, kerusakan lingkungan menyebabkan banjir bandang yang menghancurkan infrastruktur yang telah dibangun sebelumnya dalam sekejap.
Untuk memperkuat mitigasi, Mori menilai koordinasi lembaga penanggulangan bencana masih tumpang tindih, khususnya antara Basarnas dan BNPB.
“Di lapangan masyarakat nggak bisa bedain mana Basarnas, mana BNPP. Dua-duanya turun, dua-duanya bekerja sendiri-sendiri,” ujarnya.
Karena itu, ia mengusulkan pembentukan Kementerian Siaga Bencana yang mengintegrasikan Basarnas dan BNPB dalam satu komando langsung di bawah presiden.
“Kalau ini jadi satu, koordinasinya lebih baik, anggarannya lebih padu, dan penanganan bencana bisa lebih efektif,” tandasnya.
BERITA TERKAIT: