“Menjadikan Marsinah jadi pahlawan nasional itu keputusan yang mengharukan,” kata Goenawan lewat akun X miliknya, seperti dikutip redaksi di Jakarta, Kamis, 23 Oktober 2025.
Marsinah, perempuan buruh miskin yang dibunuh karena memperjuangkan hak-hak pekerja, menurut Goenawan, adalah simbol keberanian rakyat kecil menghadapi kekuasaan modal dan aparat.
“Marsinah, perempuan miskin yang dibunuh karena berani memperjuangkan perbaikan nasib buruh seperti dirinya. Ia korban konspirasi pemilik modal dan aparat ‘keamanan’,” ujarnya.
Namun di balik apresiasi itu, pendiri majalah Tempo tersebut juga mengungkapkan satu harapan lain yang hingga kini belum terwujud yakni menjadikan mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, sebagai pahlawan nasional.
“Yang tetap saya harapkan dan usahakan menjadikan Ali Sadikin pahlawan nasional,” ucap Goenawan.
Baginya, Ali Sadikin adalah sosok pemimpin yang jujur dan berpihak kepada rakyat. Meski penuh kekurangan, Bang Ali begitu ia dikenal dianggap berhasil mengubah wajah Jakarta dan meninggalkan warisan kebijakan kebudayaan yang berpengaruh hingga kini.
“Seorang pemimpin yang dengan segala kekurangannya bersikap fair kepada rakyat, mengubah ibukota jadi lebih baik, dan mempelopori kebijakan untuk kesenian nasional yang tepat,” tutur Goenawan.
Goenawan menyayangkan, di tengah penghargaan terhadap tokoh-tokoh besar bangsa, nama Ali Sadikin justru seolah dilupakan.
“Tapi sampai hari ini, ia seperti dilupakan. Juga di Jakarta,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) telah menyerahkan 40 nama tokoh yang diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional kepada Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon.
Beberapa di antaranya adalah Presiden ke-2 RI Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), serta aktivis buruh perempuan asal Nganjuk, Marsinah yang kisah perjuangannya terus dikenang sebagai simbol keberanian melawan ketidakadilan.
BERITA TERKAIT: