Tujuannya, agar RUU Perampasan Aset kelak menjadi regulasi yang diharapkan memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal itu disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof. Pujiyono Suwadi dalam publik yang diprakarsai Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) bertajuk “Tarik Ulur Nasib RUU Perampasan Aset” di Walking Drums, Pati Unus, Jakarta Selatan, pada Jumat 19 September 2025.
“Kita butuh meaningful participation, itu harus mutlak ada agar disesuaikan bahwa kebutuhan Indonesia dalam perampasan aset itu seperti ini A,B,C dan segala macam,” kata Prof Pujiyono.
Ia menjelaskan, merujuk pada rekomendasi Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC), RUU Perampasan Aset diberlakukan dengan sejumlah syarat dan pengecualian.
Misalnya, katanya, terhadap terpidana yang telah meninggal dunia. Namun, hal itu tetap perlu ditinjau ulang dalam proses legislasi.
“Termasuk kemudian ada beberapa case misalnya kasus-kasus khusus. Itu tersangka terdakwa orang-orang yang cukup kebal, kebal itu artinya entah itu karena ada perlindungan politik perlindungan kekuatan ekonomi tertentu, nah ini bisa kemudian dilacak,” imbuhnya.
Turut hadir narasumber lain dalam diskusi tersebut, Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW Wana Alamsyah.
BERITA TERKAIT: