Qodari, yang selama ini lebih dikenal sebagai peneliti, analis politik, sekaligus pendiri lembaga survei, kini duduk di kursi strategis yang menjadi simpul komunikasi istana.
Lahir di Palembang pada 15 Oktober 1973, Qodari sudah lama akrab dengan dunia ide dan penelitian. Alumni Psikologi Sosial Universitas Indonesia ini melanjutkan pendidikan ke University of Essex, Inggris, mengambil kajian perilaku politik, lalu meraih gelar doktor di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan predikat sangat memuaskan.
Disertasinya mengupas perilaku pemilih dalam Pemilu 2014—kajian yang kini seakan menemukan relevansinya ketika ia berada di lingkaran terdekat presiden.
Jejak karier profesionalnya pun terentang luas. Dari peneliti di ISAI dan CSIS, hingga direktur riset di Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Pada 2006, ia mendirikan Indo Barometer, lembaga survei independen yang menjadikannya salah satu wajah paling dikenal dalam diskursus politik nasional.
Popularitas Qodari kian mencuat ketika ia aktif sebagai pengamat politik yang vokal dan belakangan ikut mendorong gagasan kontroversial lewat gerakan Jokowi-Prabowo (Jokpro). Dari sinilah namanya makin akrab di telinga publik, sekaligus membawanya lebih dekat ke lingkaran kekuasaan.
Kini, Qodari bukan lagi sekadar peneliti yang membaca peta politik dari luar pagar Istana. Dengan bekal pengalaman akademik dan riset politik bertahun-tahun, publik kini menanti bagaimana Qodari menerjemahkan visi ilmiahnya menjadi kebijakan nyata di lingkaran Presiden.
BERITA TERKAIT: