Formappi: Komunikasi Anggota DPR Semakin Buruk

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Rabu, 17 September 2025, 01:43 WIB
Formappi: Komunikasi Anggota DPR Semakin Buruk
Peneliti Formappi Lucius Karus. (Foto: YouTube EdShareOn Eddy Wijaya)
rmol news logo Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyoroti buruknya komunikasi publik anggota DPR yang berdampak pada kemarahan rakyat beberapa waktu lalu.

Menurut dia, buruknya komunikasi para legislator berkaitan dengan lemahnya tanggung jawab terhadap kepentingan publik. 

“Saya melihat komunikasi anggota DPR Ini semakin buruk di beberapa periode terakhir. Ketika kemudian DPR mementingkan kerja-kerja dalam kelompok koalisinya ketimbang dia menunjukkan dirinya sebagai wakil rakyat, komunikasinya menjadi terganggu betul,” ucap Lucius dikutip dari kanal YouTube EdShareOn Eddy Wijaya pada Selasa malam, 16 September 2025. 

Ia mengatakan bahwa anggota DPR harus berhati-hati menyampaikan pendapat yang berkaitan dengan kebijakan maupun hasil kerjanya di hadapan publik. Sebab kewenangan anggota DPR diatur oleh Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2019 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) dan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Tertib. 

“Kalau secara sistem, harusnya mekanisme penyampaian pendapat maupun kebijakan DPR itu melalui pimpinan. Namun sekarang mulai tidak baik, karena semua anggota DPR diizinkan untuk ngomong. Muncullah orang seperti Sahroni yang ucapannya justru melukai rakyat,” jelas dia. 

Buruknya sistem komunikasi di DPR, lanjut Lucius, tak lepas dari kegagalan para pimpinan DPR yang tidak mampu menjalankan mekanisme yang ada. Mereka sejatinya mengatur anggotanya dalam berkomunikasi agar tidak menjadi sumber kegaduhan.  

“Kalau kemudian ada ribut-ribut di publik terkait dengan pernyataan anggota DPR, itu pasti ada sistem yang tidak jalan. Pimpinannya gagal menyampaikan informasi terkait dengan apa yang terjadi di DPR,” kata lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta ini.

Lucius juga menyayangkan sikap anggota DPR yang justru menghilang saat publik menggunakan haknya menyampaikan aspirasi. Seperti saat aksi demo 25 Agustus, legislator malah memilih untuk Work From Home (WFA). 

“Saya kira ini bagian dari kegagalan komunikasi juga, DPR gagap untuk merespons tuntutan masyarakat yang datang langsung dalam jumlah yang begitu besar. Mereka memilih menghindar. Saya kira itu bagian dari cara DPR berkomunikasi juga, mereka terbiasa mengabaikan rakyat dalam rangkaian proses pengambilan keputusan,” pungkasnya.

Anggota DPR diketahui belakangan ini menjadi sorotan akibat naiknya tunjangan dan gaji mereka dengan nilai fantastis di tengah kondisi masyarakat yang sulit. Misalnya tunjangan rumah yang mencapai Rp 50 juta per bulan. Kondisi tersebut diperburuk oleh sikap anggota DPR yang dianggap anti kritik.

Akibatnya demonstrasi terjadi dimana-mana, sehingga massa mendesak mereka mengoreksi pendapatannya. Sejumlah anggota DPR RI juga dinonaktifkan akibat pernyataannya yang menyulut amarah publik, di antaranya Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, Surya Utama alias Uya Kuya, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Adies Kadir. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA