Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan, komitmen dan menjunjung tinggi supremasi sipil yang dinyatakan Presiden Prabowo merupakan jaminan bahwa kekuasaan tetap berada di tangan pemimpin sipil yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu yang jujur, adil, dan terbuka.
"Melalui supremasi sipil dipastikan tidak ada lagi upaya peralihan kepemimpinan melalui kudeta. Peralihan kepemimpinan hanya diakui melalui pemilu yang demokratis," kata Jamiluddin Ritonga kepada wartawan di Jakarta, Sabtu 13 September 2025.
.
Karena itu, kata Jamiluddin, supremasi sipil juga menjadi prinsip dasar demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
“Jadi, supremasi sipil dapat berlangsung bila institusi sipil, terutama pemerintah yang dipilih secara demokratis, memiliki kontrol penuh atas militer dan kebijakan pertahanan negara. Di sini, militer hanya berfungsi sebagai alat negara yang tunduk pada otoritas sipil dan tidak memiliki otonomi mengambil keputusan politik,” katanya.
Atas dasar itu, Jamiluddin berpandangan bahwa supremasi sipil di negara demokrasi menempatkan militer sebagai alat negara yang bertugas menjaga kedaulatan, pertahanan, dan keamanan negara dari ancaman luar dan dalam negeri. Sehingga, militer tunduk dan patuh pada kebijakan dan keputusan politik yang ditetapkan presiden melalui mekanisme ketatanegaraan.
Dengan kata lain, supremasi sipil tidak membolehkan militer masuk ke rana sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Militer hanya berperan dalam pertahanan dan keamanan.
“Karena itu, komitmen Presiden Prabowo untuk menjunjung tinggi supremasi sipil seharusnya mendapat dukungan semua elemen bangsa. Sebab, komitmen Prabowo itu sama saja melanggengkan demokrasi di tanah air. Hal ini juga yang diamanatkan konstitusi dan reformasi yang didengungkan pada 1998,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: