Acara seminar konstitusi bertemakan "Dialektika Konstitusi: Refleksi UUD NRI Tahun 1945 Menjelang 25 Tahun Reformasi Konstitusi" tersebut menghadirkan empat narasumber, yakni Wakil Ketua MPR RI Bambang Wuryanto, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Saldi Isra, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Jimly Asshiddiqie dan Presiden Institut Leimena Jacob Tobing.
Ketua MPR RI Ahmad Muzani mengatakan, seminar konstitusi ini sengaja digelar MPR RI dalam rangka merayakan Hari Konstitusi dan mendengarkan aspirasi rakyat terkait perubahan UUD 1945 lewat amandemen.
“Untuk melakukan perubahan terhadap amandemen UUD 1945 kami tidak menutup diri dan menutup pintu rapat-rapat atas perubahan itu. Meskipun di sisi lain, kami juga tidak membuka lebar-lebar atas keinginan terhadap perubahan undang-undang dasar,” kata Ahmad Muzani.
Ia menambahkan UUD 1945 tidak boleh terlalu sering mengalami perubahan. Di sisi lain, UUD harus mampu menyesuaikan tantangan zaman.
“Sebagai lembaga yang diberikan kewenangan penuh oleh UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan atas amandemen UUD. Maka MPR perlu terus mendengar merefleksi diri tentang makna konstitusi itu supaya MPR dapat mengambil keputusan tentang perlu tidaknya terhadap amandemen," demikian Ahmad Muzani.
BERITA TERKAIT: