Dalam putusan Nomor 104/PUU-XXIII/2025, MK mengubah frasa Pasal 140 ayat (1) UU Pilkada karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Sepanjang tidak dimaknai frasa ‘memeriksa dan memutus’ menjadi ‘menindaklanjuti’ dan kata ‘rekomendasi’ menjadi ‘putusan'," ujar Ketua MK RI, Suhartoyo dikutip dari laman
mkri.go.id, Kamis, 31 Juli 2025.
Dalam poin pertimbangan, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menyebut ada ketidaksinkronan pengaturan penanganan pelanggaran administrasi Pilkada oleh Bawaslu dengan aturan UU Pemilu untuk Pilpres dan Pileg.
Putusan ini keluar setelah ada permohonan pengujian Pasal 139 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta Pasal 140 ayat (1) UU Pilkada yang dinilai bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945.
Para pemohon berkeinginan agar desain pola penanganan pelanggaran administrasi dalam Pilkada disamakan dengan Pemilu. Sebab dalam penanganan pelanggaran administrasi, keduanya terdapat perbedaan yang cukup ekstrem.
Pada pelanggaran administrasi Pemilu, perkara diperiksa dan diputuskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota. Putusan tersebut wajib ditindaklanjuti oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Terhadap putusan tersebut, tidak tersedia upaya "memeriksa dan memutus" kembali, sehingga KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan tersebut.
Sementara pada pola penanganan pelanggaran administrasi Pilkada, dilakukan dengan membuat rekomendasi atas hasil kajian Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota.
Kemudian terhadap rekomendasi tersebut, KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti namun dalam bentuk memeriksa dan memutus, yakni berupa telaah ulang sebagaimana PKPU Nomor 15 Tahun 2024.
"Dengan perbedaan tersebut, menyebabkan kekeliruan dalam memaknai kewenangan masing-masing lembaga penyelenggara pemilu. Padahal, desain hukum Pemilu, KPU dan Bawaslu (termasuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu/DKPP) secara struktur kelembagaan adalah sama-sama sebagai penyelenggara Pemilu," tutur Ridwan.
Dengan demikian, Ridwan menegaskan amar putusan MK pada perkara tersebut memastikan kesesuaian penanganan perkara pelanggaran administrasi Pilkada dan Pemilu sama, tidak ada perbedaan karena sifatnya mengikat dan wajib dijalankan KPU.
"Maka pelanggaran administrasi Pilkada yang ditangani Bawaslu pun harus memiliki kekuatan hukum mengikat yang sama. KPU wajib menindaklanjuti hasil pengawasan yang dilakukan Bawaslu, sehingga tidak perlu dikaji ulang," demikian Ridwan.
BERITA TERKAIT: