Akselerasi Transisi Energi, Kunci Atasi Ketergantungan Impor

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Rabu, 04 Juni 2025, 16:42 WIB
Akselerasi Transisi Energi, Kunci Atasi Ketergantungan Impor
Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno dalam forum MPR Goes to Campus bertajuk "Urgensi Transisi Energi Mencegah Dampak Perubahan Iklim", di Kampus Universitas Trisakti, Jakarta Barat/Ist
rmol news logo Indonesia menghadapi titik kritis dalam kebijakan energi nasional. Ketergantungan yang tinggi pada energi fosil di tengah ancaman perubahan iklim dan tekanan global harus segera diakhiri dengan langkah nyata dan terukur.

Begitu dikatakan Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno dalam forum MPR Goes to Campus bertajuk "Urgensi Transisi Energi Mencegah Dampak Perubahan Iklim", di Kampus Universitas Trisakti, Jakarta Barat.

Eddy menjelaskan peningkatan aktivitas industri, pembangunan pabrik, dan pertumbuhan pusat data yang merupakan konsumen energi dalam jumlah besar menuntut strategi penyediaan energi yang berkelanjutan.

Di sisi lain, kata Wakil Ketua Umum PAN itu, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon hingga mencapai target dekarbonisasi pada tahun 2060. 

Namun saat ini kata dia, 61 persen pembangkit listrik nasional masih berbasis batu bara. Sementara target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 tampaknya belum akan tercapai, di mana realisasi hingga tahun ini masih berkisar antara 17 hingga 19 persen.

“Tapi Indonesia ini negara yang diberkahi. Kita punya cadangan energi fosil yang besar dari minyak dan gas. Batu bara? Kita mungkin punya cadangan terbesar kedua di dunia,” ujar Eddy dalam keterangannya, Rabu 4 Juni 2025.

Namun begitu, ia merasa ironi ketika Indonesia justru masih sangat bergantung pada energi impor. Setiap hari, sekitar 1 juta barel minyak mentah harus diimpor, dengan nilai sekitar 65 juta Dolar AS per hari.

Ketergantungan ini juga terlihat dalam kebutuhan LPG, di mana 75 persen pasokan LPG 3 kilogram berasal dari luar negeri.

Transisi energi, menurutnya, bukan hanya soal keberlanjutan pasokan, melainkan juga bagian dari upaya serius menghadapi krisis iklim.

Dia menekankan pentingnya keberadaan payung hukum untuk mempercepat transisi energi. Saat ini, DPR bersama Pemerintah tengah merampungkan Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) guna memberikan kepastian regulasi bagi pelaku usaha dan industri.

“Tanpa payung hukum yang kuat, kita tak bisa memberikan insentif bagi yang taat, ataupun menjatuhkan sanksi bagi pelanggar. Kita perlu arah dan mekanisme transisi yang konkret dan bisa diukur,” pungkasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA